Bab 32 Kecewa ✨️

648 52 2
                                    

“Lepaskan aku, Anisha! Aku harus menyeret laki-laki brengsek ini ke kantor polisi!” ucap Farel bernada tinggi.

“Kak, Nisha mohon udah...”

“Maafkan saya kak Farel, kejadian itu diluar kesadaran saya, saya terpengaruh minuman itu. Saya berani tanggung jawab dan tolong tidak usah angkat kasus ini ke jalur hukum.” Delfano berusaha menjelaskan.

Anisha yang hendak menarik tangan kakaknya di cegat oleh Gading sembari berkata, “Biarkan dulu, mungkin kakakmu bisa memaafkannya setelah mendengarkan penjelasan Fano.”

“Kamu mau menghindari sanksi atas tindakan pidanamu?” tanya Farel menahan emosinya.

“Bu-bukan begitu. Hanya-"

“Karena mabuk? Orang mabuk tidak dapat dipidana ketika melakukan kejahatan. Lantas mana pasal yang menyebutkan itu? Hm? Tidak ada, bukan?” ucap Farel menerobos ucapan Delfano.

“Dengar Delfano, kalau benar saat itu kamu mabuk otomatis kamu tidak sadar dan lemah secara fisik dan psikis. Dalam kondisi seperti itu, bagaimana mungkin kamu melakukannya? Kalau kamu benar-benar mabuk seharusnya untuk berdiri saja susah. Jadi, saat itu kamu tidak sepenuhnya mabuk. Berarti... kamu memang mengincar Anisha sejak awal, kan?”

Penjabaran Farel yang jelas benar-benar membuat semua orang di sana membisu termasuk Delfano. Dalam hatinya ia menolak penjelasan kakaknya Anisha itu karena ia merasa semuanya terjadi begitu saja.

“Sekarang ikut aku!” Kata Farel mencengkeram lengan kanan Delfano.

Lelaki itu menepis tangan Farel dengan sorot mata tajam menatapnya. “Tidak, aku tidak akan ikut ke kantor polisi.”

“Apa? SETELAH KU JELASKAN KAMU MASIH MENGELAK?”

“AKU MEMANG SALAH! Tapi bukan gini caranya. Aku berani tanggung jawab, Kak! Kita selesaikan dengan cara kekeluargaan. Tolong percayalah.” Balas Delfano penuh keyakinan.

“CUKUP! Hentikan perkelahian kalian! Aku... akh!” tetiba perutnya kram membuat gadis itu kesakitan.

Farel langsung menghampiri adiknya dan merangkulnya. “Nisha, kamu baik-baik saja? Masih sakit? Iya kita pulang. Maafkan kakak, ya.”

“Anisha...? Kamu–”

“Mundur! Ingat perkataanku Delfano... Jangan berani kamu temui Anisha lagi!! Aku tidak terima ini, kamu harus mendapatkan sanksi! Tunggu saja akanku bawa kau ke jeruji besi. ” ucapnya tegas.

“Udah kak ayo pulang!” Anisha terus menarik tangan kakaknya keluar dari basecamp itu walau dengan sakit yang menjalar di perutnya.

Delfano yang ingin mengejar dibuat diam setelah Awang mencengkeram pundaknya. “Biarkan...” kata Awang.

“Tapi...”

“Fan, kamu mau babak belur lagi? Udah sih biarin dulu.” kata Theo mencegahnya.

Mendengar ucapan sahabatnya membuat Fano mengurungkan niatnya untuk mengejar Anisha. Tetapi kekesalan masih dirasakannya karena luka yang diterimanya dari Farel.


***


Rasa sakit perutnya itu perlahan reda dan mereka bisa pulang dengan tenang. Anisha yang berhasil membawa kakaknya pulang ke kosan dibuat diam melihat kakaknya begitu frustasi mendapati kenyataan itu.

Dengan hati yang berkecamuk, Anisha memeluk kakaknya dan meminta maaf padanya. “Tolong Kak, jangan angkat kasus ini ke hukum.”

“Kakak tidak bisa membiarkan laki-laki itu masih berkeliaran dengan bebas, dia harus mendapatkan sanksi yang sepadan! Sekarang kita ke kantor polisi.” ujar Farel mencengkeram lengan kanan adiknya.

“Percuma, kak! Kalau pun kita membuat laporan atas kasus kekerasan seksual, tetap kita yang kalah walaupun mereka yang salah. Keluarga Fano sangat terpandang dan disegani, pasti mereka akan mengerahkan pengacara yang akan membantu mereka menang.” Jelas Anisha.

“Bila belum dicoba, kita tidak tahu. Kita sudah punya bukti bukan bahwa sekarang kamu tengah mengandung anaknya?” Jawab Farel.

“Tidak semudah itu Kak. Bisa saja mereka malah memutar balikkan fakta di mana aku hanya mengada-ada hamil anaknya Delfano, atau malah mereka menuduh aku akan membunuh Delfano?” balas Anisha meyakinkan kakaknya.

“Oh jadi kamu takut karena mereka punya jabatan tinggi, laporan kita tidak akan diproses? Hanya karena mereka punya harta yang berlimpah yang bisa membayar pengacara profesional kamu takut?” ucapnya melepaskan cengkeraman itu.

Please...” ucap Anisha memohon.

“Kamu mau melahirkan anak dari laki-laki itu? Kamu mau merawat anak haram ini?”

“Lalu aku harus apa kak? Kakak mau aku gugurkan kandunganku? Anak ini tidak salah apa-apa, Kak! Mengapa dia harus ikut menanggung masalah ini? Tidak ada yang namanya anak haram! Aku ingin melahirkannya, merawatnya dan menjaganya. Dia anakku sendiri, Kak!” Jawab Anisha setengah kesal.

“Tolong ngertiin Nisha, Kak.” lanjutnya memegang kedua pipi kakaknya.

Tangisannya pecah setelah Farel memeluknya dengan erat seakan tak ingin kehilangan orang tersayangnya.

“Kakak sangat sayang padamu, Nisha. Kejadian itu bukan pertama kalinya, Kakak takut kamu mengalami trauma seperti dulu lagi.”

“Aku tau Kak. Tapi, tolong percayalah bahwa Delfano tidak seburuk yang kakak pikirkan. Aku yakin dia serius untuk menebus kesalahannya.”

“Bila kamu berani mengatakan itu... Berarti kamu sudah menyukainya? Mencintainya? Jawab Anisha!” ucap Farel membuat adiknya terdiam cukup lama.


***


Di pesantren Nurul Iman. Fathan terus mondar-mandir dengan wajah gelisahnya entah apa yang sedang dikahwatirkannya saat itu.

“Fathan, apa yang membuatmu gelisah seperti itu? Coba duduk, cerita pada kami.” Ucap Umi.

“Fathan khawatir sama Anisha... Umi, Abi.”

“Khawatir kenapa?” tanya Abi penasaran.

“Tadi Kak Farel bilang akan pulang ke sini setelah aku menjelaskan kondisi Anisha yang sebenarnya. Aku tau dia pasti marah setelah mendengar kabar itu dan yang aku takutkan... Kak Farel akan memarahi Anisha atau bahkan memukulnya karena kenyataan itu.” Jawab Fathan menjelaskan.

“Bila marah pasti iya tapi tidak mungkin Farel akan memukul adiknya sendiri. Kamu tau kan seberapa besar kasih sayang Farel pada Anisha?” ucap Umi.

Benar juga apa yang dikatakan Umi. Tapi tetap saja aku khawatir. Maaf Anisha, aku tidak bisa menjaga rahasiamu dari Kak Farel. Aku tidak bisa terus berbohong....


***


Di Kosan, Anisha tengah mengemasi barang-barangnya ke dalam tas besar untuk pergi ke rumah orang tuanya. Itu semua atas permintaan Farel yang mengantisipasi bila Delfano akan menemui adiknya diam-diam.

“Tolong Kak jangan bilang ke Ayah dan Bunda, Nisha takut mereka marah. Mereka pasti kecewa, tapi Nisha...”

“Baiklah. Selagi kamu tidak bertemu lagi dengan laki-laki itu. Ayo berangkat!”

Anisha mengangguk lalu menyamakan langkahnya dengan Farel setelah mengunci pintu kamarnya.

BERSAMBUNG 💐
____________________________________________

Note: Mohon maaf atas ketidaknyamanan dalam membaca cerita ini karena sedang ada perbaikan di setiap Babnya. Jadi yang sudah aku revisi yang ada tanda (✨️) secepatnya aku selesaikan.

Jangan lupa like dan masukin ke perpus kuy dukung terus aku ya☺️❤️

Dalam Dekapan Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang