Bab 9 Lenyap ✨️

959 62 3
                                    

Sesampainya di depan rumah Umi, gadis itu segera masuk sembari mengucapkan salam. Tampak wajah Senang Umi melihat kedatangannya. Dipeluknya Anisha seraya berkata, "Ya ampun Nisha, Umi khawatir kamu belum pulang dari tadi."

"Ada apa ya Umi manggil Nisha?" tanyanya penasaran.

"Farel telepon Umi katanya ponsel kamu gak aktif. Memang ponsel kamu kenapa Nisha? Farel sampai mengira sudah dikumpulkan ke pengurus." Balas Umi dengan lembut.

"Baterainya habis, Umi. Maaf ya gara-gara Nisha Umi khawatir." ucap Anisha tertawa kecil.

"Tidak apa-apa. Ya sudah sekarang salat dulu, yuk!" ajaknya.

Selepas salat magrib semua santri tetap diam di dalam masjid. Di pondok pesantren itu ada satu kegiatan rutin seusai salat magrib yaitu membaca surat Yasin dan asmaul husna. Semua santri mengikuti kegiatan itu dengan baik.

Jam terus berjalan hingga tak terasa sudah memasuki waktu Isya. Tepat setelah pembacaan asmaul husna azan Isya pun berkumandang dan semua santri salat berjamaah di masjid tersebut.

Setelah salat mereka kembali mengaji hingga jam menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Semua santri kembali ke asrama masing-masing kecuali Anisha yang datang ke rumah Umi. Gadis itu diberikan ponselnya untuk menelepon kakaknya yang tadi sore tak terjawab.

"Assalamu'alaikum, kak. Ada apa, ya, kak?"

Mereka pun mengobrol cukup lama dan akhir percakapan itu mengatakan bahwa Farel akan pulang dua bulan lagi.

"Sudah cukup?" tanya Umi. Gadis itu mengangguk lalu mengembalikan ponselnya pada Umi. "Sekarang kembali ke asrama dan istirahat." Tambah Umi.

"Baik, Umi. Nisha pamit, wassalamu'alaikum."

"Waalaikumsalam warohmatulohi wabarakatuh." Jawab Umi.

Sesaat sebelum kembali ke asrama, namanya dipanggil seseorang di dekat rumah Umi. Gadis itu berbalik melihat sosok laki-laki berkemaja putih dengan sorban di lehernya.

"Fathan, kenapa?" tanya Anisha.

"Kenapa kamu pulang terlambat? Dan jaket siapa kamu pakai tadi?" Fathan balik bertanya dengan wajah serius.

Anisha terdiam begitu lama memikirkan jawaban yang pas untuk diucapkan. "Aku terpagang hujan dan jaket itu milikku baru dibelikan ayah waktu itu." jawabnya bohong.

Mendengar jawaban itu jelas tak membuat Fathan langsung percaya ia hanya berpura-pura mengiyakan dan pergi meninggalkannya.

"Kenapa aku jadi penasaran, ya? Jangan-jangan Anisha ... Gak mungkin! Astaghfirullahalazim kenapa pikiran ku seperti ini?" Batinnya.


***


Matahari mulai menampakan sinarnya di langit. Setelah membayar angkot itu, Anisha bersama dua sahabatnya bergegas masuk ke kampus. Ketiganya berpisah menuju gedungnya masing-masing.

Ada sedikit ketakutan dihati Anisha bila laki-laki itu masih menampakkan wajahnya di depan dirinya. Akan tetapi tebakannya salah. Sepanjang Anisha di kampus, berjalan dari satu gedung ke gedung lain untuk hadir di kelasnya, ia tak bertemu dengan laki-laki itu.

"Apa dia menuruti ucapanku waktu itu? Syukurlah aku bisa bebas darinya." Anisha bernapas lega.

"Eh Nis, tumben Delfano gak ngedeketin kamu? Dia bilang waktu itu kamu gak semudah itu lepas darinya." tanya Elisa.

Dalam Dekapan Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang