Sesampainya ia di rumah. Anisha langsung menjatuhkan tubuhnya di sofa. Ia masih terpikirkan ucapan Elisa untuk membantu atau membiarkan.
Terputar kembali kenangan tentang Delfano yang sering mengantarkan makanan untuknya. Perhatiannya dan keseriusannya dalam menepati janji. Membuat hati kecilnya teriris mendengar laki-laki itu dibawa ke kantor polisi.
“Apa aku coba bantu ya?” Gumamnya.
Gadis itu berlari mencari keberadaan kakaknya yang ternyata tengah sibuk dengan komputer di kamarnya. Tanpa basa-basi Anisha langsung mengutarakan maksud dan tujuannya pada Farel.
Jelas mendengar itu Farel menolaknya dengan lantang. “Tidak! Anisha, seharusnya kamu bahagia melihat laki-laki itu kini berada di kantor polisi. Ya walaupun bukan kasus yang akan ku laporkan.”
“Kakak sudah lihat beritanya kan? Kak, itu bukan–”
“Aku bilang tidak ya tidak! Kamu terlalu baik Anisha.” Jawab Farel bernada tinggi.
Anisha mendekat lalu memeluk kakaknya dari belakang. Ia menceritakan apa yang disampaikan Agnes juga Gading pada kakaknya. Mendengar suara adiknya semakin serak dengan isak tangis, hatinya perlahan luluh.
“Yaudah, kamu mau aku apa?” Tanya Farel menatap adiknya.
“Kak, waktu itu Delfano pernah bilang ada kelompok geng motor yang selalu buat onar dan memgatasnamakan Adgares, klub motor Delfano.”
“Siapa nama geng motor itu? Kamu tau tempatnya di mana?” Farel balik bertanya.
“Agzar. Aku tau tempatnya di mana. Tapi, aku belum pernah ke sana jadi aku sedikit ragu.”
Mendengar jawaban itu Farel merasa pernah mendengar nama yang dikatakan Anisha. Entah di mana dia juga melihat banyak anak-anak motor yang memakai jaket bertuliskan Agzar.
Anisha menjelaskan letak basecamp Agzar yang tidak terlalu jauh dari basecamp Adgares. Farel tak merespons lagi dan menyuruh adiknya istirahat. Malam itu, Farel menceritakan semuanya pada Fathan dan meminta lelaki itu untuk membantunya.
Seminggu telah berlalu dan masalah itu belum juga terselesaikan. Kini di kantor polisi, Anisha ditemani kakaknya dan Fathan duduk menunggu panggilan namanya.
Setelah mendapatkan izin, mereka melangkah mengikuti polisi itu untuk melihat Delfano. Pakaian lusuh dengan rambut berantakan, Anisha melihat kondisi laki-laki itu dibalik jeruji besi. Sama halnya dengan teman-temannya di dalam sana.
“Delfano.” Panggilnya.
Delfano beranjak dari duduknya dan mendekat memegang besi yang menghadangnya.
“Anisha? Kamu ... sudahlah, kamu sudah puas kan melihatku berada di sini? Apakah sekarang kamu memaafkanku?”
Anisha tak menjawab membuat Delfano berpikir belum ada maaf untuknya.
“Masih belum, ya? Baiklah.” Jawabnya membuang napas kasarnya.
“Delfano. Kau sungguh beruntung bertemu gadis yang terlalu baik pada orang yang sudah melukainya. Setelah ini aku harap kau tidak lagi bertemu dengannya.” Ucap Farel lalu pergi meninggalkannya sambil menarik tangan adiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Dekapan Luka
Roman d'amourKesalahan yang terjadi di malam itu meninggalkan trauma mendalam dihati Anisha. Perasaan malu dan takut terus menghantui jiwanya. Ke mana pun ia berlari pasti selalu jatuh ke pelukan laki-laki yang merampas mahkotanya. Perasaannya semakin berkecamuk...