Bab 20 Salam Rindu ✨️

761 58 1
                                    

Setelah cukup beristirahat mereka memutuskan untuk pulang. Sesaat sebelum pergi, gadis itu melihat penjual aksesoris keliling, ia pun mendekat dan membeli sesuatu.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Delfano bingung.

"Ini aku belikan sebagai rasa terima kasihku." ucapnya menyerahkan bandana biru tua kehitaman.

Laki-laki itu tersenyum lalu mendekat. "Pakein dong."

Anisha membuang napas kasarnya, lalu memakaikan kain itu ke pergelangan tangan kanan Delfano.

"Bagus, cocok denganmu." ucap Anisha tersenyum.

"Aku suka." ungkap Delfano.

Elisa mendekat saat mobilnya sudah siap. Lelaki itu meminta Anisha pulang bersama Elisa yang padahal ia sangat ingin mengantarkan Anisha pulang.

"Istirahatlah, aku tau kamu tidak ingin pulang jika bersamaku. Aku pergi dulu, Bye!" Delfano melangkah pergi meninggalkan mereka berdua.

Di perjalanan menuju kediamannya, lelaki itu berubah pikiran untuk pulang ke rumah keluarganya dan memilih istirahat di rumah miliknya sendiri.

Beberapa jam berlalu, terlihat pagar putih yang menandakan dirinya sudah tiba di rumahnya. Di bukanya gerbang utama dengan salam hormat security itu.

Setelah memarkirkan kendaraannya, lelaki itu berjalan menuju pintu masuk rumahnya.

"Selamat datang tuan Delfano." ucap Sekretariat Arka menyambut kedatangannya.

"Bagaimana kau tau aku ke sini?"

"Bukankah tuan selalu datang ke rumah ini bila suasana hati tuan sedang resah. Semuanya terlihat dari wajah Anda." Balasnya.

Delfano menjatuhkan dirinya di sofa dan mendengus kesal. "Apa yang harus aku lakukan untuk mengakhiri masalah ini?"

Sekretaris itu kembali menghampiri Delfano sembari membawa segelas teh hangat.

"Tuan, ada undangan pesta ulang tahun dari putri keluarga Freya. Nyonya juga meminta memainkan piano di kediaman itu." ucap Sekretariat Arka memberikan amplop putih.

Delfano menerimanya dan membuka amplop tersebut. "Katakan aku akan hadir. Besok malam ya? Ada jadwal apa?"

"Untuk besok malam tuan hanya menghadiri acara itu saja." Balasnya.

***

Perjalanan menuju kosan benar-benar memakan waktu lama. Mereka baru tiba saat langit sudah berganti gelap hanya diterangi bulan yang bersinar terang malam itu.

Ketika membuka pintu mobil, Anisha melihat sosok pemuda dengan sorban melingkar di lehernya tengah berdiri di depan gerbang kosan seolah menunggu seseorang.

"Nis, itu sepupu kamu kan si ... Farhan!" Elisa menunjuk ke arah orang yang dimaksud.

"Fathan, itu namanya. Bukan Farhan. Tapi kenapa dia datang ke sini ya?" herannya lalu menghampiri laki-laki itu.

"Assalamualaikum. Fathan, ada apa? Tiba-tiba datang ke sini."

"Waalaikumsalam warohmatulohi wabarakatuh. Aku khawatir, Elisa bilang kamu habis cek kandungan. Kamu baik-baik saja, kan?" Fathan balik bertanya kondisi sepupunya itu.

"Alhamdulillah, aku baik. Tapi, bagaimana kamu tau? Jangan-jangan Elisa ... kalian sering chattingan?" tebak Anisha karena tak mungkin siapa lagi kalau bukan Elisa yang memberitahunya.

"Tidak. Aku hanya bertanya kabar kamu pada Elisa, itu saja." Balas Fathan tersenyum.

Elisa juga membenarkan itu bahwa dirinya chattingan dengan Fathan hanya sebatas membagi kabar tentang Anisha.

Gadis itu benar-benar tersipu, begitu pedulinya Fathan pada dirinya. Perhatian yang diberikan Fathan padanya tidak pernah berubah dari kecil hingga sekarang.

"Oiya Umi juga nitip ini." Fathan memberikan sebuah kotak bekal yang dibuat uminya untuk Anisha.

Anisha menerima kotak bekal itu. "Dari baunya seperti rendang. Terima kasih ya. Salam juga buat Umi, Abi, dan kak Nurul."

"Baiklah. Aku pamit dulu, wassalamualaikum." Ucap Fathan melangkah pergi.

"Waalaikumsalam warohmatulohi wabarakatuh. Hati-hati, Fathan." Balas Anisha.

Setelah kepergian laki-laki itu, Elisa menyenggol sahabatnya seraya berkata, "Cie di perhatiin sama sepupu. So sweet banget deh."

"Apa sih Lis." Anisha ikut menyenggol balik.

"Kayaknya Fathan bukan sekedar mau anterin makanan doang deh. Dia juga kangen sama kamu." Goda Elisa tertawa.

"Elisa, udah ah diem. Mending kita makan rendang." Ajaknya.

Selepas hari pemeriksaan kehamilan itu entah kenapa Anisha merasa satu persatu apa yang Delfano janjian mulai dilakukan.

Hampir setiap hari ia selalu menerima paket buah-buahan segar, makanan kesukaan dan camilan kesukaannya entah dari mana laki-laki itu tau. Anisha merasa tak enak bila terus dikirimi paket seperti itu toh mereka berdua tidak punya hubungan apa-apa.

***


Tepukan di pundak menyadarkan seorang gadis yang termenung menatap layar laptopnya. "Nis, udah ngantuk aja. Rapat mau mulai nih."

"Eh iya maaf Ravel," Anisha tersadar menyadari dirinya berada di ruang rapat kampus.

"Oke semuanya kita mulai rapat sore ini." Ravel mulai pembukaan.

Rasa kantuk itu kian menerpanya. Anisha berusaha menahan untuk tidak tidur sepanjang rapat itu. Waktu terus berjalan hingga langit mulai berganti gelap. Setelah rapat selesai tanpa sadar Anisha memejamkan matanya dan terlelap.

Mendengar suara barang jatuh mengejutkannya hingga ia terbangun dari tidurnya. Anisha tersadar kini tubuhnya diselimuti jas seseorang.

"Maaf sudah mengejutkanmu. Aku ceroboh sekali ya bawa gelas." ucap Ravel tertawa kecil.

"Ini jas kamu? Maaf sudah-"

"Tidak apa-apa. Oiya sebenarnya aku mau membangunkanmu tapi malah aku mengejutkanmu." Ravel menerima jas yang diberikan Anisha.

"Ada apa memang?" tanyanya bingung.

"Di luar ada paket, katanya penerimanya kamu, coba liat." Jawabnya lalu mengajak Anisha ke luar.

Mereka berjalan menuju gerbang utama dan melihat seorang laki-laki berjaket hijau berdiri menunggu seseorang.

"Eh dengan Mbak Anisha ya? Ini ada kiriman untuk Mbak." Ucap kang paket menyerahkan buket bunga lavender dengan sebuah kotak bekal berwarna Abu-Abu.

Anisha bingung ia tak pernah memesan bunga dan makanan. Anisha menerimanya lalu bertanya, "Ini dari siapa?"

Bukannya dijawab, kang paket itu malah pamit pergi meninggalkan mereka berdua. Masih diselimuti rasa penasaran mereka Anisha kembali ke ruang rapat tadi kali ini bersama Elisa dan Ravel yang sibuk dengan laporannya.

Ketika Anisha membuka kotak bekal itu, ia cukup terkejut dengan isinya adalah potongan buah-buahan kesukaannya.

"Buah-buahan?" Anisha melirik ke buket bunga di dekatnya dan mengambilnya.

Setelah diperhatikan terdapat kertas kecil tersedia di sana. Gadis itu pun membacanya di dalam hati.

"Bunganya harum, kan? Jangan lupa dimakan buahnya sayang." -Delfano.

"Jadi dia yang mengirimnya. Kenapa Fano bisa tau bunga kesukaanku? Aku merasa senang hari ini. Terima kasih, Fano." Batin Anisha kemudian menghirup buket bunga itu.

"Kenapa aku jadi ingin bertemu dengannya? Aku Kenapa sih? Mungkin kelelahan aja sampai berpikir seperti itu." Gumamnya lalu memakan buah-buahan tersebut.

"Sepertinya Delfano memang tulus untuk Anisha. Haruskah aku membantunya?" Elisa membatin melihat sahabatnya dengan lahap menyantap makanan itu.

Dalam Dekapan Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang