Jadwal kelas yang mendadak berubah sudah menjadi hal biasa di hidup Anisha. Tepat pukul delapan pagi mereka berdua sudah jalan menuju kampus. Kegelisahan yang semalam Anisha rasakan kini padam berkat dukungan sahabatnya itu.
Musik yang di putar dari radio mobil semkain menambah ketenangan pagi itu. Anisha melirik ke samping melihat Elisa tengah fokus dengan ponselnya.
"Terima kasih ya allah. Engkau sudah mempertemukanku dengan sahabat seperti Elisa." Batinnya.
Tetiba musik merdu yang diputar berubah menjadi suara seseorang seperti penyiar berita. Elisa yang tadinya fokus dengan ponselnya kini merubah posisi duduk seolah penasaran dengan berita itu. Sama halnya dengan Anisha yang ikut mendengarkan berita itu.
"Berita apa sih pak? Kurang jelas suaranya." ucap Elisa sulit memahami ucapan penyiar itu.
"Kurang tau, nona. Katanya lagi viral masih anget ini mah." Balas pak sopir lalu mengeraskan volume radionya.
"Pemirsa, seorang mahasiswi dari Universitas X diduga tengah berbadan dua dan menurut postingan yang viral di sosial media, ada kaitannya dengan putra sulung keluarga Arsyanendra."
Seluruh tubuh Anisha mendadak beku mendengar berita itu. Elisa langsung menatap sahabatnya di mana sahabatnya itu juga ikut menatap balik.Tanpa berucap keduanya paham masing-masing dari mereka baru tau akan berita itu.
"Bagaimana bisa rahasiaku terbongkar dan sekarang masuk berita?" Anisha membatin tak percaya dengan apa yang didengarnya.
"Kok bisa? Siapa yang nyebarin? Tunggu katanya dari sosial media?" Elisa langsung mencari sumber utama yang menuliskan berita itu.
Dicari punya cari di ponselnya, memang benar adanya berita itu. Tanpa nama, tanpa profil, dan hanya menuliskan serangkaian kalimat yang memojokkan satu mahasiswi. Yaitu Anisha, sahabatnya.
"Apa lagi ini? Mereka langsung percaya dengan tulisan seperti ini? Apa mereka tidak takut jatuhnya fitnah?" ucap Elisa kesal lalu memperlihatkannya pada Anisha.
"Astagfirullahalazim, kenapa bisa?" Anisha semakin syok membaca kalimat itu.
"Memang sih berita itu benar, tapi apakah hanya dengan postingan seperti ini cukup untuk dijadikan sebuah berita?" Batin Anisha.
Bukan hanya itu, penyiar itu kembali menambahkan bahwa mahasiswi yang diduga hamil merupakan santriwati dari pondok pesantren Nurul Iman.
Mendengar kelanjutannya semakin membuat Elisa geram dan menyuruh sopirnya untuk mematikan radio itu. Tetiba tangan Anisha gemetar dan muncul perasaan tak enak di hatinya.
Setibanya di kampus, mereka bergegas masuk melewati gerbang dan taman, sampailah mereka di gedung utama. Entah hanya pikirannya atau bukan, sedari tadi bola mata mahasiswa lain di sana menatap sinis ke arahnya.
Tak hanya itu, Anisha dengan jelas mendengar mereka membicarakan berita yang hangat di perbincangankan di media sosial. Elisa juga merasakan tatapan sinis dan dingin dari mahasiswa di sana.
“Jangan di dengarkan, Nis. Tenang ada aku." ucap Elisa menggenggam tangan kirinya.
Anisha mengangguk pelan lalu kembali berjalan. Sepanjang jalan menuju gedung 56 yaitu kelasnya, Anisha masih mendengar percakapan orang-orang di sekitarnya yang menuduh Anisha duluan lah yang menggoda Delfano. Ada juga yang bilang karena ingin mendapatkan kekayaan dari laki-laki itu.
Anisha menghela napasnya mencoba tenang dan menutup telinganya. Mendadak langkahnya terhenti karena teriakan lantang yang memanggil namanya.
“ANISHAAAAA!!”
Tampak jelas raut wajah marah gadis itu. Dengan langkah yang besar, gadis berambut panjang dengan bando di kepalanya berhenti di depan Anisha.
Tak ada angin tak ada hujan tiba-tiba gadis itu menampar pipi kiri Anisha. Elisa yang melihatnya dibuat marah dengan sikap gadis itu.
“Heh Vita! Kamu gila nampar temanmu sendiri? Datang-datang langsung nampar gak jelas.” ucap Elisa amarahnya meluap.
“Gila kamu bilang? Nih sahabatmu yang lebih gila! Aku tidak habis pikir kamu benaran hamil dan yang syoknya lagi, Delfano yang lakuin itu?” Timpal Vita penuh amarah.
“Vita aku–”
“Aku kira kamu cewek alim baik sholehah, ternyata kamu begini, ya. Kamu sengaja kan goda Delfano biar bisa masuk ke keluarganya yang kaya sedangkan kamu cuma cewek miskin! Hm?”
“Astagfirullahalazim, Vita, aku tidak pernah berpikiran seperti itu. Berita itu palsu!” Anisha mencoba meyakinkan.
“Palsu kamu bilang? CEK DI PONSEL KAMU SEKARANG! Berita itu udah menyebar luas dan sedihnya lagi kenapa harus ada nama Universitas ini di berita itu. Kamu udah buat hancur nama baik kampus ini, Nis! Pikir!”
Mendengar itu, Anisha segera membuka ponsel dan melihat berita yang dimaksud. Benar saja artikel yang tertulis menyangkut namanya dan kampusnya terlebih lagi ada foto dirinya bersama seorang laki-laki.
Ini kan saat di ruangan kesehatan kemarin, siapa yang berani memotretnya? Dan foto ini saat di atap gedung. Kenapa bisa?
Berita itu menuliskan....
“Seorang Mahasiswi berinisial A yang pernah menjuarai MTQ dari Universitas *** diduga hamil diluar nikah dan laki-laki yang bertanggung jawab atas kehamilan itu adalah anak sulung keluarga Arsyanendra. Ini salah satu foto mereka....”
Pedih sekali seakan ada benda tajam yang menyayat hatinya. Karena di kampusnya yang menjuarai MTQ berinisial "A" hanya dirinya bukan siapa-siapa lagi. Ditambah foto itu adalah dirinya sendiri dengan Delfano, walaupun tidak terlihat jelas wajahnya.
“Aku kecewa sama kamu, Nis. Sakit hati aku. Padahal kamu mondok di pesantren, kamu gak malu atas perbuatanmu?” tanya Vita membuat mata Anisha berkaca-kaca.
Dari arah belakang Vita, teman-teman yang lain datang dengan wajah penuh kekecewaan dan marah pada Anisha.
“Heh Vita, berita itu ngarang! Kalau kamu tidak tau masalahnya tidak usah ikut campur deh. Kam–” Elisa mencoba membantu sahabatnya namun ucapan dipotong oleh Vita.
“Ini gak bisa dibiarin. Perempuan sepertimu gak pantas di sini. Kamu tau? Secara gak langsung kamu udah jatuhin nama baik keluarga Arsyanendra! Harapanmu gak akan tercapai deh masuk ke keluarga itu.” ucapnya kemudian pergi begitu saja.
“MIMPI SANA!!” Karin menambahkan.
Bendungan itu tak bisa ditahan lagi, air matanya benar-benar mengalir deras mendengar ucapan yang menusuk hatinya.
“Nis, kenapa kamu tidak lawan ucapan mereka? Kamu seharusnya bisa meyakinkan mereka berita itu tidak bener. Ayolah Nis tegas sedikit.” kata Elisa menggenggam kedua tangan sahabatnya.
“Percuma Elisa. Berita itu fakta, aku tidak bisa menyangkalnya lagi. Tapi, aku sama sekali tidak mengharapkan masuk ke keluarga Delfano. Benar kata Fathan, cepat atau lambat rahasia ini akan terbongkar dan aku harus siap konsekuensinya.” Jawab Anisha mengelap air matanya.
“Gak, gak bisa. kamu harus bertahan, kamu harus tetap di sini! Aku akan bantu kamu, aku janji.” Ucapnya sungguh-sungguh.
“Sudah Elisa, Terima kasih. Kamu sudah cukup banyak membantuku. Kalau memang nanti aku dikeluarkan, mungkin itu sudah jalanku. Maaf ya aku pergi dulu, aku ingin sendiri.” Anisha melepaskan genggaman itu lalu pergi meninggalkan Elisa.
“Nis, Nisha! Akkhh sial! Kenapa jadi gini? Aku kejar aja lah, takut dia kenapa-napa.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Dekapan Luka
RomantikKesalahan yang terjadi di malam itu meninggalkan trauma mendalam dihati Anisha. Perasaan malu dan takut terus menghantui jiwanya. Ke mana pun ia berlari pasti selalu jatuh ke pelukan laki-laki yang merampas mahkotanya. Perasaannya semakin berkecamuk...