Walaupun sedikit terhambat pada akhirnya ia dapat memberikan berkas tersebut. Mendapatkan perlakuan dingin dari Anisha tak membuat Delfano menyerah untuk meluruskan masalahnya.
Setiap hari bila ada kesempatan lelaki itu selalu mendekati Anisha dan berbuat manis di depannya. Hal itulah yang membuat orang-orang yang menyukai Delfano membenci Anisha.
"Heran deh gue, akhir-akhir ini Delfano deketin tuh cewek terus, kenapa sih?"
"Gak tau deh, gue kesel liatnya. Kita yang selalu nyapa Delfano gak pernah tuh di deketin gitu eh tuh cewek malah sikapnya sok jual mahal dih apaan."
Kesal melihat kedekatan Anisha dengan lelaki idamannya memunculkan niat jahat di hati dua mahasiswi itu.
Ketika Anisha sendirian dan berjalan mendekatinya, dua gadis itu dengan sengaja menghalang jalan Anisha dengan kakinya membuat Anisha tersandung dan jatuh membentur lantai. Kemudian dua gadis itu pergi meninggalkan Anisha yang merintih kesakitan.
"Mereka siapa sih? Duh perutku sakit...!" Gadis itu berusaha bangkit sambil terus memegangi perutnya.
"Astaga Anisha! Kamu kenapa?" Elisa yang tetiba datang langsung merangkul sahabatnya.
"Elisa? Kamu di sini? Aku pikir sudah di kelas." Herannya.
"Harusnya sih iya tapi aku kebelet banget jadi mampir deh ke toilet. Oiya kenapa kamu bisa jatuh? Kamu," ucapannya terhenti saat sahabatnya itu lemas sambil memegangi perutnya.
Tanpa menunggu lama, Elisa langsung membawa sahabatnya ke ruang kesehatan. Setibanya di ruangan tersebut, Anisha langsung diperiksa oleh petugas di sana. Untungnya tidak ada luka serius yang dialami sahabatnya itu.
Anisha dibaringkan di atas kasur dan perawat itu memberikannya obat penyeri rasa sakit.
"Saya kurang tau kenapa Anisha masih merasa sakit di perutnya, mungkin ada yang salah dengan pencernaannya. Lebih baik diperiksa kembali ke rumah sakit." Saran perawat itu.
"Terima kasih sudah membantu." Balas Elisa tersenyum.
"Nis, bagaimana jika sore nanti kita ke rumah sakit. Untuk periksa...." Tanpa melanjutkan Anisha paham maksud sahabatnya itu.
"Baiklah." Jawab Anisha.
Perawat itu pun pergi meninggalkan mereka berdua. Elisa kembali menanyakan kejadian yang sebenarnya dan Anisha menjelaskan bahwa semenjak Delfano mendekatinya banyak mahasiswi lain iri dan kesal padanya. Mereka menganggap Anisha tidak selevel bila disandingkan dengan Delfano.
"Cowok itu lagi! Tunggu sebentar, Nis." Elisa melangkah pergi ke depan ruangan.
Elisa menunggu kedatangan Delfano yang ia panggil ketika Anisha diobati oleh perawat. Tak lama lelaki itu muncul dengan sekantong kresek di genggamannya.
"Apa itu?" Elisa langsung menyadari apa yang dibawa Delfano.
"Minuman dingin. Apa yang terjadi? Kau bilang Anisha terjatuh? Sekarang bagaimana keadaannya?" tampak wajah khawatir Delfano.
"Delfano, cukup deh deketin Anisha. Gara-gara penggemar fanatikmu itu, Anisha jadi celaka!" Kesal Elisa lalu menjelaskan yang sebenarnya terjadi.
Mendengar penjelasan itu, Delfano hanya terdiam tanpa berekspresi apa pun.
"Kalau kamu mau mendapatkan kepercayaan Anisha dan maaf darinya, temani dia cek kandungan sore nanti. Untuk kali ini aku akan membantumu." Lanjut Elisa tentu tak serta merta membantunya.
"Baiklah. Terima kasih sarannya." Balas Delfano mencoba masuk ke dalam ruangan itu namun ditahan oleh Elisa.
"Tunggu, Aku bicara seperti untuk mengujimu kau tau. Kalau sampai Anisha lebih buruk nanti, lihat saja akibatnya." Ancamnya menatap tajam Delfano.
Setelah pembicaraan itu Elisa menarik Delfano menemui Anisha yang masih terbaring di kasur.
"Kalau suatu saat nanti terbongkar? Aku harus bagaimana? " tanya Anisha pada dirinya sendiri.
"Aku yang akan mengurusnya." Delfano menjawab pertanyaan itu.
Matanya menatap wajah Delfano ketika laki-laki itu merendahkan tubuhnya dan duduk di sampingnya lalu meletakkan tangan kanannya di atas perut Anisha yang tertutup selimut.
"Selagi ada aku, tidak akan ada orang yang berani menyakitimu." Ucapnya.
Entah saat itu tangannya sedang lelah atau memang sengaja. Ia enggan menepis tangan laki-laki itu dari perutnya. Rasanya nyaman dan membuatnya tenang.
"Kenapa tanganku berat sekali untuk gerak? Aku tidak bisa menepis tangannya. Rasanya aku ingin dia mengelus perutku, itu benar-benar membuatku tenang dan aman. Apa Delfano memang tulus melindungiku?" Batin Anisha.
"To-tolong... Turunkan tanganmu." Pintanya.
"Eh maaf." Ucap Delfano mengangkat tangannya dari perut Anisha.
"Oke, sepulang mata kuliah terakhir nanti, kita pergi ke rumah sakit." Ucap Elisa yang diangguki mereka berdua.
Anisha menatap wajah Delfano yang sama tengah menatapnya. Ia menunggu pertanyaan apa yang akan dilontarkan laki-laki itu.
"Maaf."
"Maaf?" heran Anisha.
"Aku minta maaf atas kesalahan ku waktu itu. Tolong Anisha, maafkan aku. Aku tau aku salah, aku tidak bermaksud melakukannya,"
Gadis itu hanya terdiam lalu memalingkan pandangannya.
"Tolong... Terima aku. Aku ingin menebus kesalahan ku. Aku kan sudah janji akan tanggung jawab," ucapannya masih diabaikan oleh Anisha.
"Anisha..."
"Fan, bukan masalah kamu berani tanggung jawab atau tidak. Tapi, apa kata maaf cukup untuk menutupi luka batin yang ku rasakan?" balasnya.
"Lantas, aku harus apa? Kamu ingin aku menikahimu? Atau membawamu ke rumah sakit mahal dan mengembalikanmu seperti sedia kala?"
"Tidak, bukan... Bukan itu. Aku hanya takut." ucapnya berlinang air mata.
"Apa? Takut apa?" Delfano penasaran akan hal itu.
"Aku takut kedua orang tuaku, keluargaku. Hanya mereka yang belum mengetahui yang sebenarnya. Kalau kamu datang ke rumah nanti-"
"Aku tidak peduli. Apa pun yang terjadi nantinya, aku akan tetap datang ke rumahmu dan meminta maaf juga meminta izin untuk menikah dengamu. Kalau perlu hari ini aku datang ke rumahmu." ucap Delfano penuh gigih.
"Kamu tidak mengerti, Fan. Dengan entengnya kamu bilang menikahiku?"
"Apa maksudmu? Kau ingin aku apa agar percaya padaku. Apakah kau ingin aku masuk penjara? Atau mungkin kau menginginkanku sekarat?" Delfano benar-benar tak paham maksud gadis itu.
"Kenapa kau sangat ingin menikahiku?" tanya Anisha menatap wajah lelaki itu.
"Aku tidak bisa mengatakannya, aku tidak ingin menyakiti hatimu intinya itu." Jawab Delfano.
"Katakan saja, aku tau kok. Siapa lagi laki-laki yang mau menikah dengan perempuan yang tengah hamil selain yang menghamilinya. Itu kan maksudmu?"
"Tidak Anisha ... bukan itu-"
"Lebih baik kau pergi." Anisha memalingkan wajahnya seolah jijik melihat laki-laki itu.
Tanpa mengatakan apa pun laki-laki itu pergi setelah menjitak dahi Anisha dengan dua jarinya. "Sampai jumpa nanti."
"Dia akan ikut ke rumah sakit?" tanya Anisha setelah kepergian laki-laki itu.
"Aku tidak bisa melarangnya. Dia kan ayah dari anak yang kamu kandung. Dia harus hadir di sana." Jawab Elisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Dekapan Luka
RomanceKesalahan yang terjadi di malam itu meninggalkan trauma mendalam dihati Anisha. Perasaan malu dan takut terus menghantui jiwanya. Ke mana pun ia berlari pasti selalu jatuh ke pelukan laki-laki yang merampas mahkotanya. Perasaannya semakin berkecamuk...