Bab 22 Penyesalan Delfano ✨️

821 61 3
                                    

Beberapa jam telah berlalu. Mereka baru sampai di tepat tujuan ketika azan Isya berkumandang. Lelaki itu mengantarkan Anisha hingga ke depan pintu kosannya.

Anisha kembali berterima kasih sudah mengajaknya makan malam dan mengantarkannya pulang.

“Sudah masuk waktu isya, lebih baik kamu secepatnya ke masjid.” ucap Anisha mengingatkan.

“Alah gampang itu mah nanti aja di rumah. Lagian panjang ini kan waktunya.”

Anisha menghela napasnya mendengar jawaban itu. “Fan, tidak baik menunda-nunda salat. Ditambah kamu laki-laki, seharusnya salat di masjid. Aku bukannya mengaturmu tapi hanya mengingatkan. Sudah ya wassalamualaikum.”

Belum sempat ia menjawab, gadis itu sudah masuk ke kosannya dan menutup pintu laku menguncinya dari dalam.

“Lah ngambek dia. Iya sih kadang kalau acara musik pun, aku selalu melalaikan salat. Apa masih ada kesempatan? Aku ingin memperbaiki diriku.” Gumamnya.

Dalam perjalanan pulangnya ia masih terpikirkan ucapan tadi. Ia pun memutuskan untuk pergi ke masjid menjalankan kewajibannya.

“Masih belum mulai kan? Baguslah bisa ikut jama’ah.”

Seusai wudu ia bergegas masuk ke masjid dan salat berjamaah. Beberapa menit berlalu setelah salat dan berdoa ada seseorang yang naik ke mimbar hendak menyampaikan sesuatu.

“Tunggu dulu, Nak. Dengarkan ceramah dulu.” Ucap seseorang di sampingnya.

“Ada, ya?”

“Tentu ada.”

Langit semakin gelap dan udara semakin dingin. Delfano bergegas pulang setelah mendengarkan ceramah di masjid. Sepanjang perjalanan hatinya benar-benar gelisah tak karuan, ia masih teringat perkataan ustadz di masjid tadi.

“Kenapa baru sekarang? Setelah dua bulan sejak kejadian itu aku baru menyesalinya? Kenapa aku baru sadar sudah merusak dia?”

Setelah mendengar ceramah itu, rasa penyesalan yang teramat dirasakannya. Ia bahkan masih mengingat ayat Al-Quran yang bacakan oleh ustaz itu. Ustaz itu menjelaskan...

“Di dalam Islam Perempuan itu sangat dimuliakan dan dijaga martabat serta kehormatannya. Islam mengharamkan semua bentuk kekerasan, penindasan dan kejahatan seksual. Sudah diterangkan dalam Al-Qur’an surat An-Nur ayat 33.”

...وَلَا تُكْرِهُوْا فَتَيٰتِكُمْ عَلَى الْبِغَاۤءِ اِنْ اَرَدْنَ تَحَصُّنًا لِّتَبْتَغُوْا عَرَضَ الْحَيٰوةِ
الدُّنْيَا ۗوَمَنْ يُّكْرِهْهُّنَّ فَاِنَّ اللّٰهَ مِنْۢ بَعْدِ اِكْرَاهِهِنَّ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

“… Dan janganlah kamu paksa hamba sahaya perempuanmu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan kehidupan duniawi. Barangsiapa memaksa mereka, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang (kepada mereka) setelah mereka dipaksa.”

Bukan hanya itu, ia juga masih mengingat betul sanksi bagi pelakunya di mana ada yang dicambuk berpuluh-puluh kali dan ada juga yang dirajam sampai mati. Selain di penjara pelakunya juga harus membayar denda yang nominalnya luar biasa.

“Aku benar-benar berbuat salah. Kenapa waktu itu aku harus mabuk sih? Aku benar-benar dibutakan oleh nafsu, padahal busana yang dikenakan Anisha waktu itu sangat tertutup. Aku benar-benar gila sudah merusak kehormatannya, bagaimana aku membayar semua ini? ucapnya dalam hati.

“Apakah aku masih bisa memperbaiki semua ini?”

Pertanyaan itu terus muncul di benaknya ketika mengingat kesalahannya waktu itu.

Dalam Dekapan Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang