CHAPTER 15 : Benih Yang Tumbuh

99.8K 5.2K 188
                                    

Suara di dalam mobil hanya diisi oleh sebuah irama yang melantun sendu dari sebuah lagu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara di dalam mobil hanya diisi oleh sebuah irama yang melantun sendu dari sebuah lagu. Senja di Ambang Pilu milik Daniella Riyadi mengalun sayup-sayup—Gistara mengikuti senandung itu dengan lirik seadanya yang ia ingat. Pasalnya meskipun ia telah mendengarkan suatu lagu berkali-kali, namun tetap saja otaknya tak mampu untuk mengingat liriknya dengan begitu baik.

“Kamu suka lagu-lagu yang seperti ini?” Kenandra menolehkan kepalanya sejenak, menatap gadis itu yang tengah sibuk bersenandung meskipun suaranya terdengar begitu sumbang. “Iya,” balasnya singkat. Lalu, tanpa malu-malu ia kembali menyanyikan lirik-lirik selanjutnya meskipun ia tahu mungkin saja Kenandra sudah ingin melemparnya keluar melalui jendela mobil.

“Aruna juga menyukai lagu-lagu yang seperti ini.”

Mendengar nama itu kembali disebut, seketika ia menghentikan lantunannya. Membiarkan bait-bait lagu Senja di Ambang Pilu itu berputar begitu saja. “Oh ya?” tanyanya tanpa mengalihkan tatap.

“Kami sepertinya memiliki banyak kesamaan,” ujarnya lagi. Sembari menerawang jauh menatap hamparan jingga yang lambat laun mulai redup.

“Ya...kalian memang mempunyai banyak kesamaan. Kadang kala aku seperti melihat sosok Aruna hadir di dalam diri kamu, Ra...” lanjutnya. Seketika nyeri itu hadir, menyelinap begitu saja lalu menghantam rongga-rongga dada.

Senyum Gistara berkembang tipis, bahkan hampir terlihat tak kentara.

Aruna...nama itu akan selalu membayangi pernikahan mereka. Bahkan ketika kepergiannya telah berlangsung sangat lama. Namun, namanya seolah-olah masih tetap hidup dalam bayangan orang-orang yang ditinggalkannya.

“Tapi aku bukan Aruna. Aku Gistara. Kami adalah orang yang berbeda,” tegasnya. Sungguh, ia tak suka bila Kenandra menganggapnya demikian.

“Benar...kalian adalah dua orang yang berbeda. Aruna tetaplah Aruna—masa laluku. Sedangkan kamu Ra...”

Kenandra menoleh. “Kamu istriku.”

“Ra...”

Gistara membalas tatap yang diberikan Kenandra kepadanya.

“Maaf ya, kalau aku masih sering memandang kamu sama seperti Aruna. Padahal kalian adalah dua orang yang jelas-jelas berbeda.”

Tadi... Tiga puluh menit sebelum detik ini,  mereka telah bertemu untuk yang pertama kalinya.

Di sebuah makam, dengan tanah-tanah merah yang menggunduk tinggi. Yang di dalamnya tengah bersemayam raga-raga tanpa jiwa. Atau mungkin hanya tulang-tulang saja yang masih tersisa di dalam sana.

Kemudian, aroma wangi bunga kamboja yang bertabrakan dengan wangi bunga kenangan menambah suasana menjadi lebih sendu. Tidak ada kematian yang terjadi pada hari ini, namun suasana yang tercipta seolah-olah hadir begitu saja menyambut kedatangan mereka.

“Ra...”

Langkahnya kemudian terhenti. Lamunannya juga berakhir kala panggilan lembut dari Kenandra terdengar mendayu melalui udara luas.

DESIDERIUM (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang