Gistara Prameswari mengira bahwa mencintai pria yang belum selesai dengan masa lalunya akan semudah seperti yang ia pikirkan. Namun, nyatanya tak sesimpel itu kala bayang-bayang masa lalu selalu datang menghantui pernikahan mereka.
"Apa kamu nggak...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Cahaya matahari yang menyiram semesta pagi, kini mulai beranjak. Meninggalkan dekap hangat pada seluruh bumi juga sebuah senyum yang diam-diam tersemat pada sesosok paling indah yang sekarang ini sedang duduk di hadapannya. Hingga tanpa sadar ada sebuah debar asing yang keberadaannya susah payah sedang ia padamkan.
Gistara, adalah salah satu keindahan yang keberadaannya menjadi anugerah. Dia datang di saat dunianya sedang gelap penuh derita. Dengan lilin kecil yang hampir padam perempuan itu seperti hadir untuk membagi cahaya kepada dirinya. Mungkin Gistara tak tahu atau barangkali ia memang tak pernah menyadarinya. Namun, dampak kehadirannya benar-benar nyata bagi Narendra.
Selama hidupnya ia tidak pernah membayangkan seperti apa bentuk bahagia itu? Sebab, hidupnya hanya lah sebuah penebusan yang dibuat Tuhan sebagai harga yang harus dibayar atas apa yang pernah dilakukan oleh dua manusia dewasa di masa lalu.
Bila orang-orang bertanya bagaimana wujud pengkhianatan itu? Maka dengan lantang ia akan menjawab, “seperti aku.” Sebab, itu lah yang dikatakan orang-orang kepadanya sejak ia mulai memahami tentang semuanya.
Lalu, setelah ribuan hari berlalu dengan banyak duka, luka, juga air mata. Tuhan pada akhirnya mengabulkan sebuah permintaan yang pernah dimintanya dahulu...ialah sebuah kebahagiaan. Tuhan memberinya kebahagiaan itu kepada dirinya dengan bertemu dengan sesosok perempuan bernama Gistara Prameswari. Meskipun ia tahu semua itu hanya lah semu.
Sebab nyatanya kata bahagia memang tak pernah ada dalam kamus yang telah dirancang di dalam takdirnya.
Narendra tahu, cintanya telah patah ketika ia belum sempat untuk memupuknya. Harapan tentang Gistara yang pernah tersemai diam-diam mendadak pupus begitu saja. Tiada lagi mimpi tentang Gistara di masa depan. Tiada lagi keindahan yang diam-diam ia langitkan. Semuanya telah berakhir begitu saja.
Gistara telah menikah. Dan ia baru mengetahuinya dari Hanina beberapa saat yang lalu.
“Ren, Hei! Kok ngelamun, sih?”
Narendra mengerjap. Suara gadis itu mengambil alih lamunannya. “Iya, Ra?”
“Kamu pernah keliling Jakarta naik busway enggak?”
“Trans Jakarta?” tanyanya untuk memastikan.
Gistara mengangguk antusias. “He-em,” katanya.
“Sering. Bahkan lebih sering daripada naik mobil.”
“Mau enggak nemenin aku keliling Jakarta naik busway?”
“Ngapain?”
“Keliling aja sih. Aku sebenarnya udah lama pengen nge-trip pakai transportasi umum. Tapi enggak berani takut nyasar hehehe...” ujarnya lantas menyengir tak enak.
Narendra terlihat berpikir untuk sejenak. “Kamu punya Kartu Multi Trip?”
“Hah? Buat apa?”
“Itu kartu buat kita naik TJ, KRL, MRT, LRT. Jadi kita tinggal nge-tap aja asal ada saldonya,” jelasnya.