Gistara Prameswari mengira bahwa mencintai pria yang belum selesai dengan masa lalunya akan semudah seperti yang ia pikirkan. Namun, nyatanya tak sesimpel itu kala bayang-bayang masa lalu selalu datang menghantui pernikahan mereka.
"Apa kamu nggak...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Laki-laki tadi siapa?"
Suasana mobil yang tadinya terasa hening kini terdengar rangkaian kata yang mengucap tanya. Kenandra masih fokus menatap jalanan yang ada dihadapannya. Menyelinap di antara sela-sela yang tersisa kala kemacetan tak juga terurai meskipun ia telah menunggunya.
"Narendra," jawab Gistara singkat.
"Wajahnya kayak nggak asing," balas lelaki itu dengan kerutan samar yang tampak nyata.
"Emang. Kita berdua pernah ketemu waktu di Praha."
"Praha? Ah... Yang songong itu ya?"
"Kok songong, sih?" sanggah Gistara dengan melebarkan bola-bola indah miliknya.
"Dih... Nggak ada yang meminta kamu buat suka kali, Kak."
Kenandra hanya melirik sedikit kesal kala mendengar jawaban dari Gistara.
"Kak Kenandra ngapain sih nyusul segala? Kan aku perginya sama Hanina dan baliknya juga harus sama Hanina dong."
"Mana berisik banget kalau spam panggilan!" dengus Gistara.
"Kamu suka 'kan?"
"Kak Kenandra cemburu 'kan?"
"Wait... Don't call me 'Kak'. Kamu bisa panggil aku 'Mas' biar kelihatan lebih manis."
"No!"
"Why?"
Gistara memandang langit-langit malam yang tampak gelap. Bintang-bintang bersinar dengan pendar yang begitu terang. Mengisi kekosongan yang menjadi jarak di antara benda-benda langit. "Geli." Jawaban singkat itu berhasil membuat Kenandra tercengang tak mengerti.
"Kok geli? Biar kita itu kelihatan lebih dekat gitu lho, Ra."
"Lagian Kak Kenandra aneh banget. Tiba-tiba pakai aku-kamu kalau ngomong terus sekarang minta di panggil Mas. Kenapa, sih?" tanyanya lalu mengubah tubuhnya untuk menghadap pria itu sepenuhnya.
"Karena aku mau aja."
Gistara mendengus begitu mendengar jawaban menyebalkan dari Kenandra. Lalu, memilih tak peduli ia kembali menatap hamparan jalanan yang mulai macet. Kelap-kelip lampu mobil menjadi pemandangan yang menyilaukan. Suara klakson saling berirama memecah gendang telinga. Malam ini adalah malam minggu...pantas saja sejauh netranya memandang ia selalu menemui pasangan muda-mudi yang saling berbonceng menembus kemacetan.
"Enak banget ih pada kencan malam mingguan," celetuk Gistara dengan nada yang terkesan menyindir. Ia melirik Kenandra.
"Kamu mau?"
"Emang Kak Kenandra mau?"
"Mas Kenandra... Gistara," ujarnya membenarkan.
"Kalau kamu mau ayo kita kencan. Mau ke mana? Grand Indonesia? Plaza Indonesia? Apa ke PIM aja?" tawarnya seraya melirik ke arah Gistara yang masih sibuk menatap jalanan.