CHAPTER 21 : Membicarakan Perpisahan

97.5K 5.5K 325
                                    

“Mami itu dari keluarga menengah ke bawah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Mami itu dari keluarga menengah ke bawah. Dan pernikahannya dengan Papi tidak mendapat restu meskipun pernikahan mereka sudah berjalan bertahun-tahun. Pas Mami habis melahirkan anak ke dua, ala itu adikku baru berusia sepuluh hari. Papi menikah secara diam-diam dengan Mama Widita. Papi selingkuh dari Mami. Dan keluarga besar mendukung Papi menikah dengan Mama Widita meskipun harus menceraikan Mami yang saat itu baru saja melahirkan. Tapi Mami menolak untuk bercerai. Aku nggak tahu cerita lengkapnya gimana hingga kemudian Mami merasa sendirian. Beliau menyerah sama adikku dengan cara—“

Lalu, kalimat Kenandra terjeda begitu saja. Napasnya memburu kala ingatan tentang malam itu kembali hadir.

Tenggorokannya seperti tercekat dan perih.

Netranya yang selalu memancarkan sorot tajam kini terlihat sayu dan juga kosong. Ada luka yang menganga dalam bola mata itu. Seperti lorong yang gelap dan padam, ia seperti melihat kesakitan itu dalam netra gelap milik Kenandra. Persis seperti yang pernah Gistara temukan pada saat awal-awal pernikahan mereka. Dahulu, ia mengira bila penyebabnya ialah kematian Aruna. Namun kini alasan itu hanya lah salah satu luka yang pernah didapatkan oleh suaminya.

“Mas...” Rasanya ia tak sanggup melihat Kenandra yang seperti ini. Kenandra yang lemah. Kenandra yang rapuh.

“Mami mengakhiri hidupnya di depan mata kepalaku sendiri, Ra. Dia membunuh adikku terlebih dahulu. Kemudian Mami— ”

Kenandra menahan nyeri yang kemudian hadir. Lelaki yang biasanya terlihat angkuh kini sedang terluka dengan luka sayat yang amat dalam.

“Mami mengiris urat nadinya tepat ketika Papi melaksanakan pesta pernikahan di lantai bawah. Kemudian aku nyamperin mereka sambil nangis-nangis tapi mereka bilang aku berbohong. Mereka mengabaikan aku dan Mami, Ra...”

Kenandra mendongak. Matanya memerah dengan sorot luka yang terlihat begitu dalam.

“Gistara...” panggilnya dengan suara yang amat lirih.

“Aku gagal ngelindungin Mami dan adikku. Aku juga gagal ngelindungin Aruna dan anakku. Aku lelaki yang gagal 'kan, Ra?”

“Gistara... tolong jangan pernah pergi seperti mereka. Tolong tetap di sampingku meskipun aku masih harus belajar lebih lama lagi untuk mencintai kamu.”

“Ra, tolong jangan menyerah dulu. Aku mohon...”

“Berapa lama?”

“Berapa lama waktu yang kamu butuhkan untuk bisa mencintai aku?”

Sebenarnya Gistara tak tega bertanya demikian kepada Kenandra di saat lelaki itu sedang tidak baik-baik saja. Namun, ia harus menanyakan ini untuk memastikan apakah ia masih sanggup bertahan lebih lama lagi atau memilih mundur demi hati dan juga jiwanya.

Hanina benar... Ia hidup di dunia nyata bukan fiksi yang ditulis oleh seorang penulis. Membuat Kenandra mencintai dirinya dan melupakan masa lalunya bukan lah hal yang mudah seperti yang pernah ia bayangkan. Sebab, ia harus bersaing. Dengan seseorang yang bahkan raganya saja sudah tak dapat ia jumpai. Dalam kenangan juga memori indah yang mereka miliki...Gistara harus berperang seorang diri sebab hanya dia yang mencintai.

DESIDERIUM (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang