Kalian sudah siap?Ok. Mulai!
Bismillahirrahmanirrahim...
Seharusnya pesawat dari Surabaya ke Jakarta sudah mengudara satu jam yang lalu. Namun, mendadak ia mendapatkan telepon dari Gistara. Perempuan itu mengatakan ingin dibawakan Lapis Kukus Pahlawan yang ada di Surabaya. Jadi, ia menunda kepulangan sebab mengambil jadwal penerbangan malam.
Sepanjang mengendarai mobil di Surabaya, pikirannya hanya tertuju pada Gistara. Tiga hari terasa lama. Bahkan rasanya ia seperti ingin mati sebab tak melihat wajah teduh istrinya.
“Dedek, Papa bentar lagi pulang,” racaunya. Sedari tadi hanya itu yang ia katakan berkali-kali.
Surabaya sore hari sama macetnya seperti Jakarta. Suara klakson saling menggema memecah udara. Lampu merah juga terasa lebih lama entah mengapa.
Kemudia ketika netranya mengedar, ia menemukan pemandangan menenangkan yang berada di sisi sebelah kanan mobilnya. Seorang pria yang sedang bermain dengan putri kecilnya sembari menunggu lampu lalu lintas berganti. Gadis kecil itu awalnya merajuk. Bosan barangkali, sebab panas matahari masih terasa menyengat meski waktu telah menunjukkan pukul tiga sore. Lalu, tak lama sang ayah menghiburnya. Mengajaknya bermain game menggunakan jari tangan. Kemudian bila gadis kecil itu menang ia akan menyentil pelan kening ayahnya. Sedangkan bila ayahnya menang gadis kecil itu akan mendapatkan hujanan ciuman dari cinta pertamanya itu.
Samar-samar Kenandra tersenyum. Tipis. Jantungnya berdebar lebih kencang. Sebentar lagi ia akan merasakan hal yang sama. Mencintai putrinya yang kelak akan menjadi cinta pertama putrinya.
"Dedek... Sebentar lagi kita pasti akan seperti itu," bisiknya sembari menghalau pandangan yang tiba-tiba terhalang genangan.
Hampir lima menit antrean panjang lampu merah mengular. Kini mulai lengang sebab lampu sudah berganti menjadi hijau. Kendaraan berlomba-lomba menerobos ke depan. Mengabaikan antrean yang seharusnya berada di belakang.
Lapis Kukus Pahlawan... Nama itu terpampang di depan. Kenandra tersenyum bahagia. Matanya berbinar-binar. Lalu, tanpa menunggu lama ia segera beranjak turun. Memesan beberapa box lapis kukus dengan berbagai varian rasa.
Antrean tidak begitu panjang, beruntung ia bisa segera membayar.
Namun, baru saja langkah pertamanya keluar melewati pintu kaca toko kue, sebuah panggilan panjang terdengar mengusik gendang. Ia mengambil smartphone miliknya, menilik nama yang terpampang nyata di sana.
“Hanina?” bisiknya bertanya. Lalu, tanpa basa-basi ia segera mengangkat telepon itu.
Sambungan terhubung. “Kenapa, Nin?”
KAMU SEDANG MEMBACA
DESIDERIUM (SELESAI)
RomanceGistara Prameswari mengira bahwa mencintai pria yang belum selesai dengan masa lalunya akan semudah seperti yang ia pikirkan. Namun, nyatanya tak sesimpel itu kala bayang-bayang masa lalu selalu datang menghantui pernikahan mereka. "Apa kamu nggak...