Malam ini ini adalah malam serah terima jabatan yang juga diperingati sebagai hari ulang tahun perusahaan. Ada sekitar seribu tamu undangan yang hadir yang sayangnya di antara seribu tamu undangan itu tidak ada nama Gistara yang barangkali terselip di antara nama-nama daftar tamu.
Sore tadi Hanina datang, menyerahkan berkas-berkas penting terkait serah terima itu. Dengan rasa tidak enak Hanina memohon maaf karena melewatkan nama Gistara dalam rangkaian tamu undangan yang hadir, karena Kenandra menyuruhnya demikian.
"Kalian lagi ada masalah, Ra?" Dengan raut gelisah Hanina menanyakan hal-hal yang membuat hatinya terasa mengganjal sejak beberapa hari yang lalu.
"Nggak sih, Nin. Bahkan kita baru pulang liburan dari Bandung dua hari yang lalu." Gistara juga bingung tentang apa alasan Kenandra melewatkan namanya bahkan lelaki itu sama sekali tak memberitahunya perihal acara ini.
"Dia bilang apa ke lo pas diminta nge-skip nama gue?"
Hanina tampak berpikir. "Nggak banyak yang laki lo omongin sih, Ra. Dia cuma bilang buat segera nyelesaiin daftar nama-nama tamu undangan, sedangkan nama lo nggak perlu dimasukin. Gitu."
"Siapa yang barusan datang, Ra?"
Dengung suara Kenandra bergema dari bilik kamar mandi yang pintunya telah terbuka lebar. Lelaki itu berjalan mendekat, sedangkan tubuhnya yang polos hanya tertutupi oleh sehelai handuk yang menggantung dari pinggang hingga atas lutut.
"Ih rambutnya kenapa nggak dikeringin dulu sih, Mas? Lihat tuh basah 'kan lantainya?" gerutu Gistara tanpa menjawab pertanyaan suaminya.
"Lupa, Ra. Udah buru-buru ini," katanya.
"Tadi siapa sih?"
"Hanina, dia nyerahin berkas ini ke kamu."
Gerakan tangan Kenandra yang tengah mengambil sepasang baju dalaman terhenti begitu nama sekretaris pribadi papanya di sebut. "Ngapain?"
"Kan aku udah bilang, nih dia bawa ini buat kamu. Katanya buat agenda serah terima jabatan malam ini."
Ah, sialan. Mengapa ia sempat lupa tentang hal ini. Siang tadi ia memang sempat mengatakan kepada Hanina untuk memberikannya langsung ke rumah. Namun kejadian barusan sama sekali tak pernah ia pikirkan bila mana malah Gistara yang menerima berkas-berkas itu.
"Ra..."
"Kenapa kamu enggak mau aku hadir?" tanya Gistara begitu Kenandra hendak memberikannya penjelasan.
"Memang sih aku bukan perempuan yang kamu cintai..." tiap-tiap kata diucapkan Gistara dengan getar yang terdengar tertahan.
"Tapi Mas, aku masih istri kamu 'kan? Atau setidaknya anggap saja seperti itu dan aku tetap berhak dengan semua hal yang menyangkut kamu. Kamu pernah menganggap aku ini ada nggak sih, Mas?"
"Ra...tolong dengar dulu penjelasan aku!"
"Aku tahu kok Aruna tetap lah pemenang di hati kamu tapi secara hukum aku yang berhak atas kamu, Mas!"
KAMU SEDANG MEMBACA
DESIDERIUM (SELESAI)
RomansaGistara Prameswari mengira bahwa mencintai pria yang belum selesai dengan masa lalunya akan semudah seperti yang ia pikirkan. Namun, nyatanya tak sesimpel itu kala bayang-bayang masa lalu selalu datang menghantui pernikahan mereka. "Apa kamu nggak...