CHAPTER 24 : Surat Yang Ditinggalkan

136K 7.8K 968
                                    

Baca pelan-pelan ya guys... Apalagi pas bagian akhir 😚

Jangan di skip-skip!

“Jadi seperti ini ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Jadi seperti ini ya... semuanya diakhiri?”

Kalimat itu bergema begitu saja tanpa jeda. Menghantui di setiap detik bersamaan dengan ketakutan-ketakutan lain yang entah mengapa mendadak hadir. Tentang Gistara juga kisah mereka yang tak kunjung menemukan jalan.

Sepanjang perjalanan Kenandra hanya membisu. Menatap rintik hujan yang jatuh dalam senyap. Membiarkan gerimis senja menimpa kaca mobil yang lama-kelamaan mulai mengaburkan pandang.

“Kita mampir ke restoran dulu, Pak?” Sebuah suara berat yang berasal dari balik kemudi itu berhasil memecah lamunan.

Kenandra menggeleng. "Tidak perlu.”

“Tapi anda belum makan dari tadi pagi, Pak.”

“Kita langsung pulang.”

Bagaimana ia bisa makan bila pikirannya tertuju kepada Gistara. Ketakutan atas janji yang dibuat mereka empat bulan yang lalu mendadak muncul tanpa bisa ia cegah.

Bagaimana bila Gistara menepati janjinya?

“Percepat laju mobil kamu. Kita harus kembali ke rumah secepatnya!” teriak Kenandra terdengar kalut.

Sudah ratusan kali ia berusaha menghubungi nomor Gistara. Namun ratusan kali pula jawab itu tak juga ia dapatkan. Nomornya mendadak tak bisa dihubungi. Lalu, ia beralih. Pada sebuah kotak pesan yang dipenuhi oleh notifikasi dari Bi Iroh juga Mang Diman. Alisnya lantas berkerut samar. Jantungnya mendadak berdegup kencang. Ketakutan itu kembali hadir. Diam-diam ia berdoa semoga bukan berita buruk yang ia terima.

Namun, harapan itu pupus begitu saja kala sebuah kalimat tertera pada bar notifikasi paling atas.

“Mas... Mbak gistara pergi.”

Gistara pergi...

Istrinya pergi...

Dia menepatinya...

Anak mereka...

°°°

Langit merah di ujung barat mulai tersingsing. Meninggalkan redup yang perlahan naik merayapi semesta. Gerimis kecil yang perlahan turun mulai berubah lebih deras. Mencipta suara bising yang entah mengapa menambah resah.

Lalu, ketika Pak Radin baru saja beranjak dari pos jaga untuk membuka gerbang, Kenandra keluar begitu saja. Menerobos rintik hujan yang terasa seperti lebih dingin daripada perkiraan.

Kenandra berlari. Mengabaikan sapaan dari para penjaga rumah juga para asisten rumah tangga yang berdiri di pintu utama. Kakinya melangkah pada satu tujuan. Pada sebuah kamar yang tampak redup tanpa sinar. Lalu, diam-diam harapan itu tersemai. Semoga Gistara masih tinggal. Semoga Gistara masih ada.

DESIDERIUM (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang