41.APAKAH AKU BOLEH MENYERAH??

1.1K 85 2
                                    

BIJAK DALAM MEMBACA
°
°
°
°
°
°
°
°
°
••••
🌱

Celin menatap Ellan dan juga seorang perempuan yang duduk di samping Ellan di sofa ruang tamunya dengan kilatan amarah di kedua matanya.

Celin mengerakkan kursi rodanya dengan kedua tangannya sekuat tenaga yang dirinya miliki mendekati Ellan dan juga perempuan yang Ellan rangkul saat ini.

"Aku akan mengurus surat perceraian kita" ucap Celin menatap Ellan dengan tatapan tidak bersahabat.

Ellan menatap ke arah Celin begitupun dengan perempuan yang Ellan rangkul yang juga menatap ke arah Celin.

"Jaga ucapan mu Celin, tidak akan pernah ada perceraian!." Ucap Ellan dengan tegas.

"Tidak akan pernah ada perceraian?, apakah dirimu sudah gila?, Kau pikir aku tidak bisa merasakan sakit hati setelah melihat kelakuan menjijikkan mu ini?!." Celin menatap ke arah salah satu tangan Ellan yang masih merangkul perempuan itu dengan tatapan mata nya yang tajam.

"Apakah dirimu cemburu, Celin?." Tanya Ellan dengan tatapan mengejek.

Celin rasanya ingin muntah mendengar perkataan Ellan barusan.

"Untuk apa aku cemburu?, Sungguh tidak berguna!." Ucap Celin menatap ke arah keduanya dengan tatapan jijik.

"Berhenti menatap ku dengan tatapan menjijikkan itu!." Marah Ellan karena tatapan jijik yang Celin berikan pada dirinya.

"Dirimu pantas mendapatkan tatapan itu dari diriku dan juga banyak orang!." Ucap Celin dengan kedua telapak tangannya yang terkepal erat.

"Jaga ucapan mu Celin!." Ellan menatap Celin semakin tajam.

"Apakah dirimu tidak terima aku mengatakan hal yang merupakan sebuah fakta itu?." Tanya Celin dengan tatapan mengejek.

"Perempuan sialan!." Marah Ellan dan bangkit dari duduknya lalu menampar pipi Celin dengan sangat keras hingga sudut bibir Celin mengeluarkan darah.

Plak

Sedangkan perempuan yang di rangkul Ellan tadi terlihat acuh  dengan apa yang Ellan lakukan terhadap Celin, dirinya menganggap semua ini adalah drama di sore hari yang sangat tidak baik untuk dilewatkan.

"Lagi." Celin mengarahkan sebelah pipinya yang belum Ellan tampar, Celin menyuruh Ellan untuk menamparnya juga.

Plak

Dengan senang hati Ellan menampar salah satu pipi Celin yang belum dirinya tampar.

Kepala Celin tertoleh ke arah sebaliknya ketika Ellan kembali menamparnya, Ellan sangat tidak memiliki hati!.

"Papah gila?!." Cella memasuki rumah dengan tatapan matanya yang tajam menatap ke arah Ellan.

"Butuh bantuan untuk pergi ke rumah sakit jiwa?." Tanya Cella sambil melangkah mendekat ke arah mereka dan menatap papahnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

Ellan menatap Cella dengan tajam setelah mendengar perkataan Cella barusan.

"Beraninya kamu mengatai papah mu sendiri Cella!." Marah Ellan kepada Cella.

Cella menatap ke arah perempuan bertubuh tinggi yang Ellan bawa ke rumah ini dengan tatapan datarnya.

"Pintu keluar ada di sana." Ucap Cella mengarahkan tangannya ke arah pintu keluar, menyuruh perempuan itu untuk pergi meninggalkan rumah ini.

"Jika Tante tidak melihatnya, saya dengan senang hati membimbing Tante menuju pintu itu." Ucap Cella menatap perempuan itu yang tidak bergerak sedikitpun dari duduknya.

"Apakah Tante tuli dan juga buta?." Tanya Cella sarkas menatap perempuan itu dengan raut wajah tidak bersahabatnya.

"Bocah seperti mu tidak memiliki hak untuk mengusirku dari rumah ini." Ucap perempuan itu dengan raut wajah angkuhnya. Cella memutar kedua bola matanya mendengar perkataan perempuan itu barusan.

"Saya memiliki hak untuk mengusir Tante dari rumah ini karena saya adalah anak dari pemilik rumah ini." Sebenarnya Cella engan mengatakan kalimat yang baru saja dirinya katakan, terdengar sangat menjijikkan jika mengakui dirinya anak dari Ellan, pemilik rumah ini, ya walaupun hal itu adalah faktanya.

"Kamu pikir Ellan mengakui mu sebagai anaknya?." Perkataan perempuan itu membuat Cella terdiam, benar juga, apakah Ellan mengakui dirinya sebagai anaknya?.

"Jaga ucapan mu Liana!." Ellan menatap perempuan yang dibawanya dengan nama Liana itu dengan tatapan tajamnya setelah mendengar perkataannya. Liana berdecak kesal dan memilih mengabaikan mereka bertiga dengan memainkan ponselnya, dirinya tidak ingin tidak menyaksikan drama keluarga ini.

"Surat perceraian akan segera sampai ke tangan mu." Ucap Celin dengan lirih namun masih bisa didengar oleh Ellan.

"Kembalikan Ellin, dengan begitu kita akan secara resmi bercerai." Ucap Ellan menatap Celin dengan tatapan datarnya.

"Papah gila?!, Bagaimana mungkin mengembalikan seseorang yang sudah tidak berada di dunia ini!." Ucap Cella menatap papahnya dengan tatapan tidak bersahabat, setelah melihat raut wajah mamahnya yang terlihat murung ketika kembali mengingat kembarannya Ellin yang sudah meninggal.

"Kita akan tetap bercerai." Ucap Celin dan mengerakkan kursi rodanya menjauh dari mereka, Cella terdiam setelah mendengar perkataan mamahnya barusan.

Sedangkan Ellan terlihat acuh dan kembali duduk di samping Liana.

Cella memandang ke arah langit-langit rumah ini lalu menghembuskan nafas berat.

Cella menatap Ellan dan juga Liana dengan tatapan jijik.

"Lebih baik kalian pergi dari rumah ini sebelum panasnya api membakar tubuh kalian." ucap Cella dengan muak dan menaiki tangga, mengabaikan Ellan yang menatap ke arahnya dengan tatapan setajam silet.

°°°

Cella diam tidak berkutik ketika persidangan perceraian kedua orang tuanya berlangsung. Ini sungguh sangat menyakitkan.

Di pandangan Cella semua yang berlangsung di ruangan ini terasa berjalan begitu cepat hingga persidangan berakhir.

Cella menatap ke arah mamahnya Celin yang menangis sesenggukan dalam pelukan neneknya karena hak asuh dirinya jatuh ke tangan papahnya Ellan.

Papahnya Ellan patut diberikan penghargaan atas keberhasilannya karena telah membalikkan sebuah fakta jika Celin selalu membuat Cella belajar hingga larut malam, telat diberi makan dan masih banyak lagi tuduhan lainnya yang tidak pernah Celin perbuat melainkan Ellan lah pelakunya. Sungguh menjijikkan.

Cella tidak tau harus berekspresi seperti apa untuk saat ini, jujur ini semua sungguh membuat pikirannya menjadi kacau.

Cella bangkit dari duduknya dan meninggalkan ruang persidangan tanpa ekspresi yang menonjol sedikitpun di wajahnya.

Salah satu taxi Cella hentikan untuk segera membawanya pergi dari gedung ini ketika telah berhasil keluar dari gedung itu

Cella memandang ke arah luar jendela dengan pikirannya yang berkecamuk hingga setitik air matanya pun keluar tanpa Cella sadari.

Kenapa hidupnya  begitu tidak beruntung seperti yang lainnya?,
kenapa dirinya tidak dapat tertawa bahagia sama seperti orang lain bersama keluarganya?, kenapa Tuhan memberikannya cobaan di luar batas kemampuannya?, kenapa?. Apakah masalah yang dirinya buat di kehidupan sebelumnya begitu besar hingga sulit untuk dimaafkan dan ini menjadi balasan yang dirinya terima?. Seseorang tolong katakan kepadaku bagaimana caranya untuk menghentikan semua penderitaan yang ku alami selama ini?, aku mohon.




TBC

Vote dan comment yaa sebagai bentuk penyemangat.
.
Bisa yok 100 vote buat part ini!!

Semua masalah butuh proses untuk diselesaikan, jadi dimohon untuk selalu bersabar.

Pendapat kalian buat part kali ini?

Kalau menurut kalian ada kata-kata yang kurang pas kasi tau ya

Aku ingatkan lagi, buat plagiat dimohon pergi  jauh-jauh.

Sampai jumpa di part selanjutnya...

SAD LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang