"Gall, tadi kita pakai pengaman nggak, sih?"
Kata-kata itu terus terniang di kedua kuping Gallan. Setelah kepergian dari apartemen Vaness pagi ini, lelaki itu terdiam seraya memikirkan perkataan Vaness. Gallan tidak ingat apakah ia memakai pengaman atau tidak, semua terjadi begitu cepat ketika Vaness dengan beraninya memainkan kepunyaannya.
"Bentar!"
Gallan menepikan mobilnya begitu saja. Ia meremat stirnya dengan kedua mata yang memandang lurus.
"Bangsat!"
"Abis kelar, gue nggak langsung cabut?"
"Ah, Sial! Kenapa gue bisa ceroboh?!"
Gallan baru mengingat bagaimana terakhir kali posisinya bermain dengan Vaness. Ia menahan semua itu di tubuh gadisnya, bahkan setelahnya Gallan beranjak tidur dan tidak memperdulikan perkataan terakhir Vaness.
Vaness sendiri berkali-kali menanyakan hal yang sama kepada Gallan, namun lelaki itu terlanjur lelah dan ingin segera pulang.
"Kalau dia hamil, gimana?"
"Gue belum siap."
"Ah!" Gallan memukul stirnya, "Kenapa bisa?"
"Tapi kayanya nggak mungkin secepat itu, kan? Nggak mungkin langsung jadi. Pasti. Nggak mungkin."
Gallan berusaha mengatur napasnya, setelah sedikit tenang ia kembali melajukan mobilnya menuju rumah.
•••••••
.
.
.Adel baru saja sampai di sekolah bersama Zein. Setelah turun dari motor besar cowok itu, Adel melepas helm dan memberikannya kepada Zein seraya tersenyum.
"Senang banget bisa naik motor lagi bareng lo." Ujar Adel seraya tersenyum.
Zein turun dari motornya setelah Adel, lalu menaruh helm keduanya di spion motor. "Gue juga." Balas Zein seraya mengelus puncak kepala Adel.
Adel berdeham sekali, "Zein..."
"Hm?"
"Kita beneran pacaran?"
Zein mengangguk, "Lo berubah pikiran?"
Adel menggeleng cepat, "Nggaklah! Nunggu dua tahun masa iya gue tolak."
Zein tertawa pelan, "Seperti yang gue bilang, hari Minggu lo harus ikut gue."
"Lo nggak mau kasih clue gitu ke gue?"
"Nggak. Nanti bukan kejutan."
Adel tersenyum, "Iya-iya."
Zein memberi isyarat kepada Adel agar masuk ke gedung sekolah. Zein lebih dulu menggandeng Adel, membuat beberapa pasang mata menatap mereka dengan pandangan berbeda-beda. Maklum saja, beberapa hari kemarin mereka tidak seperti sekarang.
"Tuh, lihat teman lo. Mulai bucin lagi." Ujar Javas yang di anggukan oleh Ancala. Mereka tengah berjalan menuju koridor sekolah.
"Apa Lya udah relain Zein?" Tanya Ancala.
"Nggak mungkin. Kali aja Zein nekat ambil keputusan dalam hidupnya."
Ancala mengangguk setuju, "Dia nggak salah. Yang salah itu perasaan Lya ke Zein."
"Kemarin Zein bilang, mulai detik ini gue udah di bolehin datang ke rumah ketemu Lya dan bikin dia nggak berharap lagi sama kakaknya sendiri." Jelas Javas semangat.
"Lo yakin Lya mau sama lo?"
"YAKIN LAH, SECARA JAVAS!!"
Ancala meringis serta memegan kedua kupingnya. Baru lagi ia mendengar suara Javas dengan segala urat malu yang sudah putus, "Mulai kan, teriak-teriak lagi. Terus gimana dengan Maelynn? Lo mau jadiin dia istri, kan?"
![](https://img.wattpad.com/cover/326084398-288-k368605.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
STEP [LOVE] BROTHER
RomanceWARNING 🔞 [TAMAT] ****** #1 - anakkuliah Setelah pernikahan kedua orang tua mereka, Adelia dan Gallan menghadapi hidup sebagai saudara tiri yang selalu bertengkar setiap waktu. Pertemuan pertama Adelia dan Gallan tidak begitu baik. Bahkan mereka...