20 | Posesif

1.2K 14 0
                                        

Vaness berjalan keluar dari apartementnya. Hari ini ia sendirian menuju kampus, Gallan tidak bisa menjemputnya lantaran harus mengantar Adel ke sekolah. Mendengar nama Adel, hati Vaness sebenarnya cemburu. Ia merasa di duakan setelah kehadiran gadis itu. Meskipun ia tahu Adel hanya adik tiri Gallan, tetap saja Vaness merasa jika Gallan lebih memilih Adel ketimbang dirinya.

Mengingat ketika di rumah sakit. Vaness kesal namun ia tahan. Ia tidak mau terlihat egois di depan Gallan meski gadis itu merasa gemas dengan tingkah Adel.

"Sabar, Vaness. Kalau lo udah jadi istri Gallan. Lo lebih punya hak untuk atur dia."

Vanass mencoba melupakan kekesalannyaa terhadap Adel. Saat ini ia sudah sampai di halte bus. Halte terlihat sepi, padahal jam baru saja menunjukkan pukul 9 pagi. Vaness menunggu bus seorang diri di sana, baru beberapa menit, tiba-tiba mobil hitam sudah berhenti tepat di depanya. Awalnya Vaness tak berpikir buruk, namun detik berikutnya ia ingin sekali berlari dari tempat itu.

Romano, ayahnya, datang dan berhasil menemukan dirinya lagi setelah beberapa minggu lalu berhasil hilang dari hadapan lelaki itu.

"A-Ayah?" Vaness ingin berlalu, namun dua bodyguard lelaki paru baya itu berhasil menahan kedua tangan Vaness.

Romano semakin mendekat, "Jangan teriak atau kamu saya perkosa ramai-ramai di tempat ini." Ancamnya.

"Ayah mau apa?!" Dengan berani Vaness mencoba membentak Romano.

Lelaki itu tersenyum devil, ia memainkan dagunya seraya menatap Vaness dari ujung rambut hingga ujung kakinya. "Sepertinya semakin hari kamu semakin cantik, Vaness. Anak itu berhasil mengubah kamu menjadi pribadi yang lebih menarik. Andai aja kamu masih bekerja dengan Ayah. Pasti kamu laku keras setiap harinya."

"Jangan macam-macam, Ayah! Aku bisa teriak sekarang!"

Romano justru tertawa, "Teriak aja kalau berani. Tenagamu sedikit, tak sebanding dengan tenaga kami, Vaness!"

"Ayah mau apa!" Erang Vaness frustasi.

Romano mengikis jarak antara mereka, membuat Vaness merinding karena takut, "Pacarmu orang kaya bukan?"

"Kenapa dengan Gallan? Ayah nggak usah bawa-bawa dia ke dalam masalah Ayah."

"Ayah sedang butuh uang 1 Milyar. Kira-kira pacarmu itu bisa memberi uang segitu banyak?" Setelah berkata seperti itu, Romano menjauhkan wajahnya dari Vaness.

Gadis itu tersentak, ia menatap tak percaya ke arah Romano. "Untuk apa uang sebanyak itu, Ayah?"

"Bukan urusanmu! Ayah ingin uang itu minggu depan. Jika kamu nggak berhasil mendapatkannya, jangan heran jika Ayah dan semua antek-antek Ayah serbu apartemen barumu!" Ancam Romano yang membuat Vaness bungkam.

"Kamu pikir Ayah nggak tau jika saat ini kamu pindah Apartemen? Ayah nggak sebodoh itu, Vaness! Ayah punya akses dimana-dimana hanya untuk menemukan gadis pelacur seperti kamu!"

Vaness terdiam. Air matanya kini mengalir begitu saja. Tak ada gunanya ia menangis sebenarnya, Romano tidak akan peduli terhadap dirinya. Ia bingung, kenapa lelaki bejat seperti Romano bisa menjadi Ayah kandungnya?

"Kamu dengar?" Ulang Romano lagi. "Ayah butuh uang itu minggu depan! Ingat akibatnya, Vaness!"

Setelah berkata seperti itu, kedua bodyguard dan Romano berlalu dari tempat tersebut. Vaness terduduk lemas di kursi halte. Hidupnya tidak pernah merasa tenang selama Romano masih hidup.

Vaness menggeleng. Ia sudah janji tidak akan melakukan hal aneh kepada dirinya lagi. Ia tidak akan mencoba bunuh diri lagi, ia sudah janji kepada Gallan.

STEP [LOVE] BROTHER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang