31 || Malaikat Kecil(?)

430 10 31
                                    

Setelah menghabiskan waktu di pantai. Keluarga Zaidee berlanjut berkeliling ke pusat perbelanjaan yang tak jauh dari sana. Banyak toko-toko kecil yang menjual berbagai macam produk-produk lokal.

Evi dan Adel memutuskan untuk menepi ke toko baju, sementara Gallan dan Victor menepi ke toko sepatu dan tas.

"Mah, Adel beli baju tidur ini, ya?"

"Bukannya punya kamu banyak?"

"Tapi yang ini belum punya." Rengeknya.

"Yaudah. Mau apa lagi, jangan lama-lama nanti Papa nyariin kita."

"Ck, santai aja sih Mah. Kita lagi liburan, puas-puasin belanja. Adel juga mau beliin oleh-oleh buat Amara dan Maelynn."

"Seterah kamu aja. Mama mau lihat long dress yang itu dulu."

Adel mengangguk dan mulai mencari-cari pakaian yang cocok untuk ia berikan kepada sahabatnya. Tak lupa juga ia membeli kaos couple untuk dirinya dan Zein. Dan  juga membeli kaos untuk Ancala dan Javas.

Setelah berkutat di toko tersebut, mereka bergegas kembali ke hotel. Adel selalu sibuk dengan barang bawaannya, lantaran mereka memang tidak membawa tote bag yang besar untuk menampung barang belanjaannya.

Sesampainya di lorong hotel, Evi dan Victor masuk kamar terlebih dulu. Tersisa Gallan yang berada di depan lift seraya membantu Adel membawakan barang-barangnya.

"Lo belanja banyak banget." Komentar Gallan ketika mereka sampai di kamar Adel.

"Suka-suka gue, lah! Untung aja semua ini pakai uang papah." Adel nyengir kuda seraya mendudukkan bokongnya ke sofa.

Gallan melangkah menuju kulkas yang berada di ujung ruangan, ia membuka kulkas dan mengambil dua kaleng minuman dan kembali duduk bersama Adel. Hawa panas di Bali benar-benar terasa hingga tenggorokan Gallan dan Adel begitu kering.

"Lo nggak beli oleh-oleh buat teman-teman lo?" Adel menerima minuman itu dan langsung meneguknya.

Gallan duduk di samping Adel, membuka minuman kaleng tersebut dan meneguknya hingga setengah, "Ngapain? Teman-teman gue udah pada kaya. Cuma oleh-oleh Bali mereka bisa beli sama pabrik-pabriknya."

"Ck, sombong banget!"

Gallan menoleh sekilas ke arah Adel, "Lo nggak percaya? Kampus gue kampus paling elit di Jakarta. Lo bisa masuk ke sana asalkan otak lo jalan. Tapi kayanya nggak mungkin, soalnya lo tolol. Sekolah cuma numpang absen doangan."

Adel memukul bahu Gallan cukup keras, tetapi tidak membuat yang punya merasa sakit. "Ngeselin banget, sih! Meskipun nilai gue pas-pasan, yang penting gue nggak pernah remedial ya kalau ulangan!"

"Lo hobi nongkrong di club masa nggak remedi?"

"Lo nggak percaya?!" Kesal Adel seraya menatap jengkel ke arah Gallan.

Ia yang di tatapan seperti itu justru terkekeh sambil mencubit kedua pipi bulat Adel dengan gemas, "Lucu banget sih adik kesayangan gue kalau lagi marah."

Adel menepis tangan besar Gallan dari wajahnya, "Diem deh! Jangan sok asik lo!"

"Tutututu, sayang jangan ngambek."

"Geli banget najis, dasar jamet!"

Gallan tertawa dan setelahnya menghabiskan minumannya. Ia melemparkan botol kaleng itu ke tong sampah yang tak jauh dari tempatnya. Di sampingnya Adel juga ikut menghabiskan minumnya dan mengikuti Gallan membuang kaleng itu dengan cara melempar.

Hening beberapa saat menyelimuti mereka. Keduanya tengah sibuk dengan pikiran masing-masing. Tak lain mereka kembali memikirkan ucapan kedua orang tua mereka di pantai tadi pagi. Setiap kata yang terlontar seakan mengiris kulit-kulit mereka hingga terasa perih.

STEP [LOVE] BROTHER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang