41 || Pengakuan Vaness

208 5 0
                                    

Evi dan Victor baru saja pulang dari kantor. Mereka sampai rumah malam hari. Setelah turun dari mobil, Victor langsung menuju bagasi untuk mengambil beberap paper bag yang berisi barang belanjaan dan hadiah untuk kedua anaknya. 

"Rumah sepi banget perasaan." Ujar Victor ketika mereka memasuki rumah besar tersebut.

Lampu-lampu masih menyala seperti biasa. Evi beranjak ke dapur, melihat dua manusia yang sangat ia sayangi. Adel dan Gallan. Keduanya tengah menikmati makan malam dengan keheningan. Dari ambang pintu dapur, Victor memperhatikan dan ikut mengekori Evi dari belakang. 

"Papa pulang!" Seru Victor seraya menaruh barang belanjaannya di atas meja makan yang sebagian terlihat kosong. Sontak Adel dan Gallan langsung menaikan pandangannya. 

"Kalian makan kalem banget. Biasanya ada keributan." Komentar Evi. 

"Mbok Imah sama pekerja lain mana?" Tanya Evi lagi. 

"Mbok Imah izin pulang cepat hari ini. Anaknya masuk rumah sakit." Jelas Gallan dengan sedikit terbata. 

Adel masih asik menikmati makan malamnya. Kedua pasangan itu mulai memandang satu sama lain, merasa ada yang aneh dengan tingkah laku anak mereka kali ini. Sejak dua hari mereka kelihatan lebih pendiam. Entah ada masalah apa, keduanya tidak berbohong jika mereka merasakan aura yang berbeda pada anak-anaknya. 

Victor mengisyaratkan istrinya untuk duduk agar ikut makan malam. Sudah jarang sekali memang keluarga Zaidee makan malam bersama. 

"Pengumuman kelulusan kamu kapan, Del?" Tanya Victor ketika menerima sepiring nasi serta lauk pauk dari sang istri. 

Adel terlonjak kaget. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali serta menggaruk kepalamya yang tiba-tiba gatal. "Minggu depan, Pah." 

"Berarti besok kamu udah free, ya?" 

"Dari kemarin juga udah free, Pah."

Victor mengangguk. Kini tatapannya beralih pada sang putra. 

"Kamu bagaimana, Gall? Skripsinya oke?"

"Lagi tahap revisi, Pah. Minggu depan semoga kelar." Balas Gallan berusaha santai.

"Besok kalian ada kegiatan di luar?" Tanya Evi tiba-tiba. 

"Nggak ada." Jawab Gallan Adel kompak. 

"Bagus deh, kita bisa kumpul di rumah. Kebetulan besok Papa sama Mama lagi bebas dari tugas kantor." Tambah Evi semangat. 

"Akhirnya kita bisa kumpul di hari weekend." Timpal Victor. 

Gallan dan Adel hanya mengangguk seraya tersenyum guna menanggapi. Setelahnya mereka kembali makan sampai selesai. Di sela-sela itu kedua remaja itu saling lirik satu sama lain dengan pandangan yang sulit diartikan. 

"Selesai makan. Jangan lupa bawa paper bag ini ke kamar kalian. Papa baru aja belanja untuk kalian." Victor mendorong dua paper kepada kedua anaknya. Keduanya pun mengangguk. 

Selesai makan malam, semua bergegas menuju kamar masing-masing. Adel langsung merebahkan tubuhnya ke atas ranjang. Air matanya keluar tanpa diperintah. Dua hari sejak kejadian tersebar foto-foto dirinya di mading sekolah, ia merasa semua orang menjauhinya. 

Zein pun juga menjauh, lelaki itu bahkan tidak membaca pesannya selama dua hari ini. Adel menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia menangis dalam diam. Menahan rasa malu serta sakit hati pada dirinya sendiri. 

Ia tidak tahu bagaimana cara untuk memberikan surat teguran dari sekolah kepada kedua orang tuanya. Sampai saat ini surat itu masih tergeletak rapi di meja belajarnya. 

STEP [LOVE] BROTHER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang