43 || Permintaan Gallan

246 3 0
                                    

Beberapa hari setelah pertengkaran, Gallan kembali jarang pulang ke rumah. Ia memilih untuk tinggal di rumah Elhan lagi. Bukan tanpa alasan, ia tidak ingin melihat Adel untuk sementara waktu. Ia ingin fokus menyelesaikan masalahnya sendiri dengan ide yang sudah bersarang di kepalanya sejak seminggu lalu. Ia juga menghindari dari kedua orang tuanya, mereka tidak saling sapa setelahnya.

"Lo yakin dengan cara lo semua akan aman?" Tanya Elhan. Saat ini mereka sedang menikmati sore setelah selesai kelas di kafetarian dekat kampus.

"Yakin." Jawab Gallan mantap. "Gue akan ngobrol sama Arion. Lo nggak usah ikut."

"Kalau lo sama Arion berantem kaya waktu itu bagaimana?"

Gallan menggeleng kuat. "Kali ini nggak. Percaya sama gue."

Elhan menghela napas pelan. "Oke, gue harap dengan keputusan konyol lo ini masalah kelar."

*****

Malamnya, Gallan pergi ke kediaman Arion. Rumah besar bertema klasik itu menggambarkan betapa simpelnya hidup Arion. Lekaki itu sama kayanya dengan Gallan, hanya saja Arion tidak sombong seperti Gallan.

Bel sudah ditekan oleh Gallan beberapa kali, tetapi belum ada penghuni rumah yang membukakan pintu. Hingga akhirnya Gallan mencoba sekali lagi, syukurlah pintu utama itu terbuka lebar dengan seseorang yang sangat ia kenal.

"Ngapain lo?!" Arion, dengan wajah menyebalkan menatap Gallan. Tidak menyangka jika seorang Gallan datang ke rumahnya malam-malam seperti ini. "Nggak terima sumbangan, maaf."

"Tunggu, Ar, gue mau ngomong hal penting sama lo." Gallan menahan pintu yang sudah setengah tertutup oleh Arion.

"Gue sibuk."

"Tolong Ar, ini soal Vaness."

Mendengar Nama Veness disebut, Arion terdiam. Ia kembali membuka pintu rumahnya dengan lebar. Setelah beberapa minggu menghindar, Arion memang sudah menunggu Gallan untuk membahas hal tersebut.

Setelah melalui perdebatan kecil, akhirnya mereka duduk berdampingan di balkon kamar Arion. Sudah lima puntung rokok yang dihisap oleh Gallan namun lelaki itu tidak kunjung juga bersuara. Sementara Arion sibuk menghabiskan cemilan yang ia beli tadi sore.

"Lo mau ngomong apa soal Vaness, nyet?! Dari tadi ngerokok mulu." Kesal Arion.

Gallan terbatuk sesaat. Lalu meneguk minuman kaleng hingga habis. Lelaki itu mengatur napasnya dan mulai berbicara.

"Sebelumnya gue minta maaf karena udah bikin nama lo jelek di kampus."

"Telat. Gara-gara lo satu kampus salahin gue. Gara-gara lo gue diancam ini itu sama orang tua gue."

Gallan menoleh kaget. "Lo di ancam apa?"

"Gue dikasih pilihan, mau nikahin Vaness atau pindah ke luar negeri."

"Pilihan lo?"

Lama Arion terdiam, membuat Gallan harap-harap cemas ketika menunggu jawaban dari Arion.

"Menurut lo gimana?" Wajah Arion terlihat menyebalkan. Ia memilih balik bertanya daripada menjawab.

"Mana gue tahu."

Arion berdecak. "Nikahin Vaness lah, gue udah ikhlas kalau lo emang nggak mau akuin anak yang dikandung Vaness itu anak lo. Tapi seenggaknya lo ada rasa tanggungjawab buat ketemu Vaness, Gall. Lo lupa? Vaness sebatang kara. Gue tau lo muak sama kesedihan dia, tapi dia cewek Gall. Lo jahat kalau main kabur gitu aja. Bokapnya Vaness kan dakjal."

Mendengar penjelasan Arion jujur saja hati Gallan sakit. Ia benar-benar menyesal sekarang karena terlalu larut dalam egonya. Hingga membuat Vaness menderita.

STEP [LOVE] BROTHER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang