44 || Hari Kelulusan

229 3 0
                                    


Satu hari yang penting bagi seluruh murid sekolah di manapun. Hari di mana sulit sekali menerima kenyataan bahwa perpisahan itu nyata dan setelahnya adalah kehidupan keras yang pada akhirnya semua akan merasakan.

Namun, hal itu sepertinya tidak berlaku bagi beberapa murid sekolah. Ada sebagian dari mereka yang sudah menjalankan kehidupan keras itu sendiri. Banyaknya masalah bukanlah hal biasa yang mereka dapatkan. Masalah bukan dari segi finasial, banyak hal di luar sana yang tidak kita ketahui.

Saat ini, Adelia Diatmika. Gadis itu memilih untuk menyendiri di taman belakang sekolah setelah menerima amplop yang berisikan pengumuman kelulusan dirinya. Ia dinyatakan lulus. Hal itu harusnya adalah kabar baik, tetapi untuk saat ini kabar itu bagaikan angin lalu yang penting tidak penting untuk diterima.

Setelah kejadian foto-fotonya yang tersebar minggu lalu, kedua orangnya dipanggil ke sekolah. Hal itu mengejutkan keduanya, pasalnya masalah Gallan belum sepenuhnya tuntas kini sudah menambah masalah baru. Evi dan Victor sudah tidak bisa berkata-kata lagi, tidak menyangka jika anak-anak mereka sudah melebih batas.

Gallan, lagi-lagi lelaki itu mendapatkan pukulan lagi oleh Victor. Hal itu tidak bisa Gallan lawan karena di sini dirinyalah yang bersalah. Sudah tidak ada kata-kata lain yang dilontarkan dari Evi maupun Victor.

"Mae, kita mau sampai kapan diemin Adel?"

"Gue masih sedikit kecewa sama dia, Mar. Selama ini dia anggap kita apa? Dia nggak pernah cerita tentang hubungannya sama Gallan. Gue tahu, itu anak pasti suka kepusingan sendiri." Celoteh Maelynn.

Setelah acara kelulusan keduanya memilih bersinggah di kafe yang tidak jauh dari sekolah. Semenjak kejadian kala itu keduanya memilih untuk menjauhi Adel. Entah rasa kesal atau hal lain, pada intinya rasa kecewa keduanya cukup besar kepada Adel. Selama ini, Amara dan Maelynn adalah saksi hidup hubungan Adel dan Zein. Tidak dipungkiri jika pada akhirnya Adel menyembunyikan semua rahasianya sendiri.

"Iya tahu. Tapi bagaimana pun Adel itu sahabat kita, Mae."

Maelynn berdecak. "Kalau sahabat nggak mungkin dia simpan semuanya sendiri, Mara. Lo lihat nggak sih bagaimana kecewanya Zein pas lihat foto-foto itu? Itu juga berasa sama gue."

"Tapi kita udah lama diemin dia, Mae."

"Baru seminggu. Gue pengen dia kapok dulu sama tingkahnya. Lo nggak sadar? Gara-gara kelakuan Adel imbasnya ke kita juga. Untung aja kita udah lulus, coba kalau belum. Lo bisa bayangin nggak kita bakal dibully habis-habisan sama satu sekolah?" Kesal Maelynn. Gadis itu paham jika Adel adalah sahabatnya, tetapi ia tidak suka jika sudah sembunyi seperti ini. Ditambah saat permainan truth or dare saat itu, Maelynn sangat yakin jika Gallan dan Adel memiliki hubungan lebih daripada itu.

"Sekarang," Maelynn melanjutkan. "Lo kalau masih mau berhubungan dengan Adel silahkan. Tapi jangan ajak gue."

"Gue yakin Adel nggak maksud bohongin kita, Mae. Pasti di posisi Adel juga berat." Amara berusaha membela Adel.

Maelynn membanting sendok cakenya. Ia menatap kesal ke arah Amara. "Berat? Lo pikir Adel lagi di selingkuhin? Lo pikir Adel sekarang jadi korban? Nggak usah membela yang salah. Gue kaya gini karena kecewa bukan berarti gue akan benci sama Adel."

"Sekali aja kita ketemu sama Adel. Yakinin kalau–"

"Nggak, Mara!" Potong Maelynn kesal. "Biarin dia introspeksi diri sama kesalahannya. Dia dan Gallan pantes dapatin ganjaran atas semuanya. Lo tahu? Gara-gara masalah itu Zein putusin Adel."

"L-Lo serius?"

Maelynn hanya menghela napas pelan. "Biarin aja Adel terima semua ini. Lebih baik kita fokus sama tujuan kita setelah lulus."

STEP [LOVE] BROTHER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang