48 | Bye!

177 4 1
                                    


Adel memasuki sebuah kafe yang berada di tengah kota. Kafe dengan nuansa kayu tersebut membuat pengunjung merasa damai saat memasukinya. Setelah memesan, ia memilih duduk di kursi paling ujung dekat jendela. Spot yang sangat diinginkan banyak orang, bersantai seraya menikmati pemandangan dari jendela.

Pesanan datang, Adel tidak lupa mengucapkan terima kasih dan tak lama ia menyesap minumannya. Mengingat seharian ini ia sudah lelah berpergian. Lima belas menit Adel menikmati hidangannya dengan khidmat. Suasana kafe yang cukup sepi membuat Adel merasa kembali di kehidupan sebelumnya.

Ponselnya bergetar, Adel merogoh tas kecilnya dan melihat siapa yang menelepon. Papa. Setelah helaan napas itu, Adel menggeser layar ponselnya dan meletakkan benda pipih itu di dekat telinganya.

"Iya?"

"Kamu di mana, Adel?"

"Di luar."

"Kamu lupa sekarang keberangkatan papa dan Gallan ke Swiss. Kamu nggak mau antar kami?"

"Mau." Adel melirik jam tangannya sekilas. "Dua jam lagi, kan, papa sama Gallan berangkat? Sebentar lagi Adel ke bandara. Tunggu aja."

Terdengar suara helaan napas dari seberang sana.

"Semua sudah kita bicarakan ya, Nak. Keputusan papa sampai saat ini tetap sama."

"Ya. Udah ya, pah. Adel mau bayar makanan dulu."

Belum sempat Victor membalas, panggilan itu sudah diputus secara sepihak dari Adel. Gadis itu menaruh kasar ponselnya ke atas meja. Ia sangat kesal dengan keputusan Victor. Ia tahu ia salah, tetapi ia tidak ingin tinggal di negara orang. Ia tidak suka.

"Bikin mood gue hancur aja, anjir!" Adel mendorong piring makannya dan beranjak dari tempat tersebut dengan langkah lebar.

BRUAK!

"ANJ!"

Adel merasakan nyeri dibagian bahunya ketika bertabrakan dengan seseorang. Ia mengangkat pandangannya dan menyipitkan kedua matanya sesaat. Merasa tak asing dengan seorang gadis yang terlihat lebih muda di hadapannya.

"Maaf, nggak sengaja." Ujar gadis itu.

"Lo-"

Gadis dihadapannya tersenyum tipis, "kenal aku, Kak?"

Satu detik

Dua detik

"Lya?"

Ya, Adel mengingat siapa gadis di hadapannya ini. Lya, adik kandung Zein. Tentu saja seseorang yang tidak Adel suka keberadaannya. Tak bisakah ia hidup tenang? Kenapa ia harus bertemu dengan Lya di sekitaran kafe. Dunia terasa sempit untuknya.

"Apa kabar?" Tanya Lya basa-basi.

Ini pertama kalinya mereka bertemu secara dekat seperti saat ini. Sebelumnya Adel memutuskan untuk menghindar karena sudah terlalu muak melihat wajah Lya. Belum sempat Adel menjawab, gadis muda itu menarik lengan Adel dan membawanya ke sebuah taman yang tak jauh dari kafe.

"Ngapain lo ngajak gue ke sini? Mau ngajak ribut? Nggak usah ya, Ly. Sekarang lo pasti seneng karena gue dan Zein udah putus. Lo puas bisa milikin abang lo seutuhnya!"

Lya masih terlihat tenang, sepertinya Adel belum mengetahui dalang dibalik foto-fotonya yang tersebar itu. "Tetap aja gue benci sama lo ya, Del! Karena lo, abang gue ke Singapore. Dia tinggalin gue sendirian di sini."

"Ke Singapore?" Ulang Adel.

"Iya. Nggak mungkin lo nggak tau!"

"Gue mau kasih tau kalau gue akan kuliah di luar kota." -ucap Zein kala itu-

STEP [LOVE] BROTHER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang