"Atur semuanya biar sisanya saya yang beresin." Ujar seorang gadis dengan buku jurnal yang ada di pelukannya.
"Baik, mba."
Gadis itu mondar-mandir ke segala ruangan untuk mengecek satu per satu kinerja bawahnnya. Beberapa kali pulpen yang berada ditangan mungilnya menjadi senjata untuk memberi instruksi kepada bawahannya.
"Jangan sampai kotor! Tempat ini harus bersih terus."
"Itu jangan taruh di situ, angkat! Pindahkan ke tempat yang lebih tinggi."
"Ini kurang. Kamu bisa tambahkan tepung lagi ke adonannya."
"Harus gesit kerjanya, pesanan kita banyak akhir bulan ini!"
Begitu lah ujaran di pagi ini. Gadis itu terus berkeliling mengecek tanpa kenal lelah. Bahkan sering kali ia melewatkan jam makan sianganya. Saat baru memasuki ruangannya, gadis itu terkejut melihat laki-laki yang cukup asing berdiri membelakanginya.
"Sopankah main masuk ruangan orang tanpa izin?"
Laki-laki itu berbalik dan gadis itu baru saja ingin melanjutkan ocehannya, namun terhenti ketika mengetahui siapa lelaki tersebut.
"K-Kak Zein?"
"Hai."
Zein, menatap gadis di hadapannya dengan terharu. Lya, adalah adik kandungnya yang sudah hampir enam tahun ini mereka tidak pernah bertemu. Setelah kejadian hari itu, Lya benar-benar menjauh dari hidup Zein dan Maya -sang mama- Lya nekat pergi ke Bandung dan memulai hidup barunya di sana. Meski begitu, Zein mengetahui setiap langkah yang Lya jalanin. Ia tahu jika Lya berkuliah di salah satu universitas terbaik di kota tersebut. Ia tahu jika Lya adalah mahasiswa yang rajin dan giat mengikuti berbagai organisasi. Lya begitu aktif saat kuliah dulu, hingga kata Budeh mereka, Lya hampir tidak ada waktu di rumah.
Sampai detik ini, Lya sukses membangun bisnis toko rotinya sendiri. Zein bangga begitupun dengan Maya. Keduanya melihat sisi baru dari Lya. Hal yang menyedihkannya, gadis itu masih enggan bertemu dengan keduanya setelah kejadian tersebut. Awalnya tidak masalah karena Budeh mereka selalu memberi info apapun tentang Lya selama dia di Bandung. Termasuk toko baru Lya yang baru buka selama sebulan ini. Namun tetap saja, rindu tidak bisa di tahan selama apapun.
"Apa kabar, Ly?"
"Tau dari mana kalau--ah, pasti dari Budeh Santi." Lya berjalan menuju kursinya, menaruh buku jurnal dan pulpen yang sedari tadi ia pegang. Duduk dan tidak memperdulikan Zein yang masih berdiri.
"Kamu belum jawab pertanyaan kakak."
Lya menaikan pandangannya. "Kakak bisa lihat bagaimana aku sekarang?"
Zein mengangguk seraya mengulum senyum. Ia memperhatikan ruangan Lya yang cukup besar, desain ruangan tersebut juga elegan, sangat berbanding terbalik dengan sifat Lya yang ke kanak-kanakan. Zein sangat kagum dengan perubahan adiknya itu.
"Kangen aku, kah?"
Zein duduk. Lalu menjawab, "apa hal itu harus di ucapkan setelah enam tahun kamu pergi, Ly?"
Lya berdecak, "kalian tahu selama ini aku tinggal dimana. Tapi kalian aja yang nggak ada usaha untuk bertemu dengan aku! Kalian sibuk dengan dunia kalian sendiri. Jelas, aku akan sibuk dengan duniaku sendiri."
"Maaf."
"Kata maaf sudah nggak berlaku, kak."
"Lya..."
"Kalau kedatangan kakak kesini hanya untuk menyuruh aku pulang, jawabannya nggak."
"Kakak dan mama nggak akan paksa kamu pulang--"
KAMU SEDANG MEMBACA
STEP [LOVE] BROTHER
Любовные романыWARNING 🔞 [TAMAT] ****** #1 - anakkuliah Setelah pernikahan kedua orang tua mereka, Adelia dan Gallan menghadapi hidup sebagai saudara tiri yang selalu bertengkar setiap waktu. Pertemuan pertama Adelia dan Gallan tidak begitu baik. Bahkan mereka...