PROLOG

9K 432 1
                                    

Dijalan berlumpur ditepi hutan yang jauh dari pemukiman penduduk, sebuah suara kereta kuda berderak menembus guyuran air hujan. Tak peduli medan yang dilewati, entah tergenang air ataupun berlumpur.

Ditengah tengah guyuran derasnya air hujan, petir tampak merambat mendominasi pemandangan gelap langit malam. Disusul suaranya yang seolah mampu membuat siapapun yang mendengarnya menggigil ketakutan.

Namun, ditengah semua kekacauan alam malam itu. Hal itu seolah tak berpengaruh apapun pada sesosok tubuh berbalut jubah gelap, yang saat ini duduk dengan tegak di kursi didalam kereta kuda.

Sosok itu dengan tenang dan terkendali duduk didalam kereta kuda, yang saat ini bergoyang hebat akibat medan yang dilewatinya mulai memasuki rute yang jarang dilewati.

Tak peduli guncangan apa yang dialami sosok berjubah itu didalam ruang terbatas sebuah kereta kuda, kedua tangannya sama sekali tak mengendur memeluk sesuatu yang terbungkus sebuah kain dipelukannya.

Sosok itu memeluk 'sesuatu' itu erat, seolah sesuatu berbentuk buntelan kain berwarna gelap itu merupakan hartanya yang paling berharga.

Ia sedikit mengangkat kepalanya, memejamkan mata beberapa saat. Sebelum kemudian mengetuk dinding bagian depan dimana sang kusir berada.

"Berhenti." Ucapnya singkat.

Sang kusir yang saat ini juga telah basah kuyup di kursinya karena mengendalikan kuda segera menghentikan kereta, dengan memilih tempat dibawah naungan sebuah pohon rindang besar.

Merasa kereta telah benar benar berhenti, sosok didalam kereta kuda dengan sigap menutupi buntelan berlapis kain dipelukannya dengan jubah miliknya.

Dirasa sudah tertutup sempurna, sosok itu melompat keluar dari dalam kereta kuda dan berjalan menuju kursi kusir kereta.

Bersamaan dengan seorang pria yang berada di depan tali kekang yang juga ikut turun begitu melihat sosok berjubah itu mendekat.

"Greta.." panggil sang pria yang merupakan kusir kereta kuda.

Wajah dibalik tudung jubah gelap itu perlahan terungkap.

Wajah cantik seorang wanita terpampang dibalik jubah basah itu, tampak tersenyum menghadapi tatapan simpati pihak lain.

"Jangan melihatku seperti itu." Wanita dengan wajah tersenyum itu berkata dengan geli ketika melihat ekspresi sendu pria didepannya.

"Apa kau yakin dengan ini?" Tanya pria itu lagi, memastikan.

Wanita bernama Greta itu hanya tersenyum tipis dengan pertanyaan sang kusir. "Aku tidak pernah seyakin ini dalam hidupku."

Pria itu menghela nafas pelan, wajahnya sama sekali tak menunjukkan kelegaan atas jawaban Greta.

"Kau yakin tidak akan menyesalinya?"

Senyum lembut diwajah Greta perlahan pudar, tergantikan dengan sorot mata tegas dan penuh keyakinan.

"Ini keputusan yang aku ambil atas kesadaran ku sendiri, aku tidak akan menyesalinya." jawabnya tanpa ragu, menunduk dan menatap hangat kearah sesuatu dipelukannya.

Greta tersenyum. "Lagipun, siapa yang akan tega untuk membunuh bayi secantik dan semanis ini." Tangannya masuk kedalam kain dan memegang tangan kecil halus yang tetap terjaga hangat ditengah guyuran air hujan.

Ekspresi wajah Greta melembut bersamaan dengan sentuhan halus yang terasa ditelapak tangannya.

"Persetan dengan ramalan bodoh itu." Umpatnya kasar, berbanding terbalik dengan wajah lembut dan penuh kasihnya.

Greta mendongak, menatap pria yang masih setia menatapnya lurus, tatapan simpati pria itu sama sekali tak meninggalkan Greta sedikitpun.

"Kembalilah Fred, katakan bahwa kau telah membunuhku dan juga bayi ini seperti apa yang diperintahkan tuan dan nyonya." perintah Greta pada pria bernama Fred itu.

FIELD OF DAISIES Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang