Bab 5. Penyihir Wanita

2.8K 243 0
                                    

Suara kicauan burung terdengar nyaring berbunyi diluar gubuk. Membawa perasaan ramai dan hidup dilingkungan yang tenang itu.

Dengan kesadaran yang masih setengah terjaga, Asher merasakan jika cahaya terang dan hangat sesuatu menerpa wajahnya dan tubuhnya.

Rasa sakit menyerang seluruh bagian tubuhnya, tak terkecuali.

Memaksa matanya untuk terbuka, pandangan mata Asher terasa kabur untuk beberapa saat sebelum perlahan berubah semakin jelas.

Langit langit kayu dan juga dinding batu menyambut penglihatan Asher begitu pria itu mendapatkan kembali penglihatannya.

Langit langit kayu yang tampak asing, serta tata letak ruangan yang baru ia lihat untuk pertama kali. Tentu membuat Asher mengernyit heran.

Ia melawan rasa sakit disekujur tubuhnya, memaksa tubuhnya untuk duduk.

Dibeberapa bagian tubuhnya ia bisa merasakan sesuatu membalut luka luka nya, entah di lengan, punggung, dada, maupun perut.

Asher meringis ketika merasa luka luka ditubuhnya terasa tertarik akibat gerakannya yang tiba tiba.

Ia menyentuh luka tebas diperutnya, merasakan sesuatu seperti kain melilit perutnya dibagian yang terluka.

Asher menunduk, menatap pakaian sederhana yang jelas bukan miliknya itu semakin heran. Menyibak terbuka dibagian perut, Asher bisa melihat sebuah kain melilit luka tebas lebar yang sebelumnya ia dapatkan.

Dengan posisi duduk, Asher bisa dengan jelas memindai sekeliling ruangan tempatnya berada.

Ruangan kecil yang hampir sebagian besar berisi laci dan botol botol obat tertata rapi di dinding dinding ruangan.

Ia menoleh begitu mendengar suara dengkuran dari sebelahnya, melihat tubuh Kyle tergeletak diranjang kayu disampingnya. Memakai pakaian yang tampak serupa dengannya, tertidur dengan pulas seperti tidak memiliki keluhan atas luka luka yang dimiliki pemuda itu.

"Sudah sadarkan diri?"

Sebuah suara seorang wanita datang dari pintu ruangan, menarik perhatian Asher.

Asher menoleh dengan tatapan tajamnya, menatap kearah wanita muda itu menyelidik.

Wanita itu tampak sama sekali tidak takut atau terintimidasi dengan tatapan tajamnya.

Greta mengernyitkan sebelah alisnya. "Begitukah caramu memandang penyelamatmu?" Ia terkekeh.

Asher hanya diam tak menanggapi.

Greta berjalan memasuki ruangan tempat dua pria muda itu berada, menarik kursi dibawah meja. Dan duduk dengan tenang berhadapan langsung dengan Asher.

Greta mengakui jika sosok dan rupa pemuda dihadapannya memanglah yang terbaik dari yang pernah ia lihat sebelumnya, namun melihat tatapan tajam dan tak bersahabat yang dilayangkan pemuda itu padanya. Greta mengubur kekaguman itu dalam dalam.

Karena ia merasa, jika pemuda didepannya tampaknya mampu membunuh seseorang hanya dengan tatapan matanya yang tajam.

Greta memindai seluruh tubuh pria muda itu, menatap dimana luka luka Asher berada dengan agak berani.

Ia mengangguk, tersenyum kearah Asher. "Melihatmu malam itu, kupikir kau tidak akan mampu selamat. Tapi diluar dugaan, ternyata kau memiliki daya tahan tubuh yang lebih kuat dari rekanmu yang lain, kau bisa sadar hanya setelah setengah hari. Melihat bagaimana parahnya luka yang kau miliki sebelumnya, tidak akan heran jika kau baru akan sadar setelah dua hari." Jelas Greta.

Asher masih tetap diam tak menjawab atau menanggapi ucapan Greta.

"Luka di punggung, dada, dan juga perut adalah satu satunya yang perlu kau beri perhatian lebih, luka lainnya akan sembuh dengan sendirinya setelah beberapa waktu. Hanya, mungkin tiga luka itu akan memerlukan sedikit waktu lebih lama untuk bisa pulih sepenuhnya." Tutur Greta seraya melipat kedua tangan didepan dada.

FIELD OF DAISIES Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang