Pagi berikutnya.
Seperti biasa, Liliana pergi menjelajahi hutan berbekal keranjang anyaman miliknya. Mencari berbagai macam tanaman obat yang bisa ia pergunakan untuk membuat ramuan penyembuhan.
Ditemani burung kenari kecil yang senantiasa menemaninya kemanapun ia pergi, Liliana dengan berani menelusuri bagian demi bagian hutan, berusaha mencari tanaman obat diantara banyaknya tanaman liar.
"Kupikir aku akan membuatkan ramuan untuk bibi Greta." gumamnya.
Burung kenari kecil dibahunya bercicit kecil seolah menanggapi.
"Bibi kelelahan akhir akhir ini, kupikir aku akan membuatkan nya beberapa obat yang bisa menambah energi dan membuatnya merasa lebih baik." ucap Liliana seraya memetik satu kuncup bunga kecil dan memasukkannya kedalam keranjang.
Burung kenari dibahu Liliana kembali bersuara.
"Yah, kau benar. Kemampuan bibi Greta memang jauh lebih baik daripada milikku, tapi kemampuanku juga tidak terlalu buruk." jawabnya.
Burung kenari itu kembali bercicit membuat Liliana tertawa pelan.
"Itu tidak akan terjadi." jawabnya.
Liliana berjalan menuju kearah dimana pohon apel terakhir kali ia datangi, meski masih menyimpan teror akan bagaimana ia bertemu dengan serigala buas itu beberapa hari yang lalu.
Namun nyatanya, daya tarik dari apel merah itu nampaknya lebih menggoda dari bahaya serigala liar sebelumnya.
Yang membuat Liliana pada akhirnya kembali ketempat itu setelah beberapa hari.
Ia kembali terkejut melihat jumlah buah yang berada diatas pohon, tampak dalam keadaan yang lebih baik dari sebelumnya.
"Kau bisa membantuku memilih buah terbaik untukku Titi? Aku ingin membuat pie buah untuk bibi Greta saat pulang nanti." Pinta Liliana kearah burung kenari kecil dibahunya.
Burung kenari itu berkicau seolah menyetujui, dan langsung beranjak terbang dari bahu Liliana.
Liliana tersenyum. "Terima kasih."
Keduanya melakukan kerjasama tim yang sangat baik, dengan Liliana yang memetik buah di ranting rendah yang dipilih oleh burung kenari itu. Ia bisa berhasil mengisi hampir setengah dari keranjang miliknya.
Meraih buah apel merah yang tampak sangat menggoda itu dan memasukkannya kedalam keranjang, Liliana melambai pada burung kenari kecil itu dan memberi isyarat untuk berhenti.
"Kupikir cukup untuk hari ini." Liliana berucap seraya memilah buah apel dikeranjangnya.
Burung kecil itu bercicit seolah menjawab.
Liliana bersiap untuk kembali ketika menangkap satu buah apel berukuran sempurna, dengan warna yang sangat cantik disalah satu dahan.
Ia tersenyum dan berjalan mendekat. "Kupikir ini bagus memiliki sesuatu untuk dimakan diperjalanan pulang."
Liliana mengulurkan tangan dan berusaha meraih buah apel yang tampak menggoda itu, namun menyadari jika buah itu berada pada ranting pohon yang sedikit lebih tinggi dari yang bisa ia jangkau.
Liliana berjinjit, berusaha meraih buah apel itu dengan susah payah. Berdiri di ujung jemari kakinya.
Sampai sebuah tangan yang tampak berukuran lebih besar dari tangan miliknya terulur dari arah samping, meraih buah apel yang sedari tadi diincar oleh Liliana.
Liliana terkejut, berbalik dengan spontan untuk melihat siapa pemilik dari tangan itu.
Sesosok pria berpakaian sederhana, yang tampak tidak asing dimatanya. Terlihat berdiri memegang apel merah ditangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FIELD OF DAISIES
Fantasy"Kehadirannya membawa antara dua kemungkinan, jika bukan sebagai pertanda diberkatinya kerajaan maka itu merupakan sebuah tanda kehancuran." "Sembunyikan dia dari keramaian dunia, jangan biarkan dunia tahu keberadaannya!" ___________________________...