Bab 40. Kekacauan Menara Sihir

1.1K 97 1
                                    

"Apa kau telah mendengarnya?"

"Apa?"

"Aku mengetahuinya dari satu temanku yang bekerja di istana, mereka mengatakan jika yang mulia pangeran mahkota akan kembali mengadakan upacara khusus untuk tuan muda keluarga Leclair dalam dua bulan."

"Apakah yang kau maksud si putih pembohong itu?"

"Sstt! Apa yang kau lakukan? Bagaimana jika seseorang mendengarnya?"

"Apa yang kau takutkan? Ini menara sihir, kau tentu saja mengetahui jika semua orang disini tidak mempercayai kebohongan yang dilakukan keluarga itu. Mengatas namakan ramalan, cih. Itu benar-benar terdengar seperti omong kosong."

"Meskipun begitu setidaknya pelankan suaramu, kau tahu bagaimana berpihaknya keluarga kerajaan pada keluarga Leclair. Kau bisa kehilangan kepalamu besok jika seseorang dari istana mendengar ucapanmu."

"Apa kau lupa? Aku seorang penyihir, keluarga kerajaan tidak bisa semudah itu membunuhku."

"Kaulah yang penuh dengan omong kosong, apa kau pikir itu akan membantu? Tidak ada yang akan bersimpati tentang kasus penyihir peringkat enam yang dieksekusi, karena diduga menghina sosok tanda keberkahan kerajaan."

"Bajingan, ucapanmu sangat menyakitkan."

"Maka dari itu, perhatikan ucapanmu."

"Cih."

"Hahh."

Suara helaan nafas pelan terdengar mengalun dari arah pojok ruangan, tersembunyi diantara barisan lemari berisi berbagai macam buku.

Tepat dibawah jendela besar yang terbuka, cahaya terang bulan malam menyeruak masuk kedalam ruangan. Menerpa pakaian putih bersih yang tergeletak begitu saja diatas lantai.

Satu sosok yang tampak menggeliat perlahan diatas lantai mengangkat buku yang menghalangi wajahnya, menampilkan kedua mata yang tampak terkulai malas serta khas seseorang yang baru saja terbangun dari tidur lelap.

Rambut pirang cerah panjangnya yang tampak sedikit kusut juga turut bersinar dibawah paparan cahaya lembut bulan, sosok tegapnya yang dibalut dengan jubah putih bersih tampak perlahan lahan bangkit.

Sosok itu terduduk, bersandar pada rak buku dan menolehkan matanya yang masih tampak penuh kantuk kearah satu celah diantara buku buku.

Menatap kearah dua sosok pria berjubah coklat yang berdiri berbicara didalam perpustakaan, seraya memegang buku ditangan masing masing.

Sosok dalam jubah putih itu terdiam beberapa saat, sebelum kemudian mengangkat satu sudut bibirnya. Membentuk seringai tipis.

"Upacara khusus, huh?"

Ia mendengus, melihat kearah dua sosok lain yang tampak berbalik dan berjalan pergi setelah menyelesaikan pembicaraan mereka.

"Tampaknya bangunan ini tidak sepenuhnya dipenuhi oleh orang orang bodoh."

Wajahnya yang sangat tampan dan membawa aura menghanyutkan udara sejuk malam hari tersenyum.

Membawa semacam kedamaian yang cukup melamun, yang mana juga terasa berbahaya diwaktu bersamaan. Selayaknya citra malam hari yang masih tetap menyimpan bahaya, ditengah tengah keheningannya yang penuh kenyamanan.

Rambut pirang panjangnya yang cukup tidak sesuai dengan citra yang ia miliki, berkibar akibat sapuan ringan angin malam.

"Rupanya kau disini."

Wajahnya yang tampak memiliki ekspresi wajah tenang menoleh, tepat kearah jendela besar yang terbuka.

Bersamaan dengan suara berdesing, satu sosok muncul dari luar terbawa bersama dengan angin. Melompat dan mendarat dengan ringan pada tingkap jendela.

Rambut coklat dengan wajah jahil khas yang begitu ia kenali muncul dipandangannya, tersenyum dengan penampakan yang begitu familiar.

"Kau kembali melakukannya lagi, tidak bisakah kau meninggalkan tempat ini hanya untuk sehari dan fokus dengan pekerjaanmu?" Keluh sosok itu begitu dirinya mendudukkan diri pada kusen jendela.

"Pekerjaanku tidak sebanyak itu." Sosok berambut pirang itu menjentikkan jarinya dengan ringan, dan sapuan halus angin menerpa rambut panjangnya. Merapikannya dalam hitungan detik.

Membuat rambut pirang panjang itu kembali lurus dan tertata rapi dengan penuh wibawa kembali.

Sosoknya perlahan bangkit, menyeret jubah panjang yang ia kenakan pada permukaan lantai.

"Kau mengatakannya dengan sangat sederhana, tidak kah kau tahu jika orang orang telah mencarimu sedari tadi?" Pria berambut coklat itu berucap seraya menghela nafas.

"Tampaknya mereka sangat merindukanku." Pria berambut pirang itu hanya berucap singkat, seraya berbalik dan beralih merapikan buku yang sebelumnya ia gunakan sebagai alas kepala selama ia tidur.

Pria berambut coklat itu terdiam, menatapnya dengan ekspresi yang tampak begitu berat.

Mendengus dengan remeh untuk saat berikutnya.

"Kau benar benar sama sekali tidak mencerminkan bagaimana kepala menara bersikap Kaligo." Cibirnya.

Alih alih tersinggung, Kaligo tampak terkekeh dengan ringan. Berbalik ketika telah menyelesaikan kegiatannya.

"Itulah kenapa, aku menyarankan mu untuk mengambil jabatan ini sejak awal. Kau tentu saja akan lebih berdedikasi." Timpal Kaligo ringan, seraya menepuk bahu pria itu.

Sosok berambut coklat itu tampak dengan berani menatap malas kearah Kaligo, mengabaikan semua kesopanan yang ia miliki.

"Kau benar bena bajingan yang sangat merepotkan."

Kaligo tersenyum mengayomi, untuk kesekian kalinya tampak sama sekali tidak tersinggung.

"Wade!"

Pria berambut coklat itu menunduk, ketika mendengar sebuah suara lantang memanggil namanya.

"Apakah kau menemukan tuan Kaligo disana?" Dua sosok yang tampak mengenakan jubah berwarna sama dengannya melambai, bertanya kearahnya dengan suara keras.

Wade menggelengkan kepalanya ringan, memberi isyarat pada dua sosok dibawah sana.

"Tidak, aku akan mencari disekitar perpustakaan. Kalian pergilah mencari kearah lain." Ujar Wade.

"Baiklah, katakan jika kau telah menemukannya." Pamit dua sosok itu, yang tampak kembali melambai kearah Wade sebelum akhirnya berjalan pergi.

Wade yang baru saja membalas lambaian tangan dua sosok itu, kembali menoleh ketika melihat keduanya telah pergi. Menatap dengan wajah malas kearah Kaligo.

Kaligo tersenyum tipis kearahnya.

"Seperti apa yang kuharapkan dari seorang teman sejati."

"Simpan omong kosongmu, ini tidak akan berlangsung lama. Karena meskipun kau berhasil menghindariku dan yang lainnya, satu sosok pasti akan selalu berhasil—"

DUARR!!

".. Menemukanmu."

Pintu perpustakaan itu hancur berkeping keping setelah suara dentuman keras itu terdengar.

Ditengah tengah debu dan juga asap yang ditimbulkan dari hancurkan pintu perpustakaan, Kaligo dan juga Wade bisa melihat dengan jelas. Kemunculan satu sosok berjubah putih serupa dengan yang dikenakan oleh Kaligo.

Membawa aura mengerikan yang menyelimuti seluruh perpustakaan.

"Ka.. Ligo.."

"Ah, ucapanmu sangat tepat wak—"

"Dan seperti apa yang kukatakan, itu tugasmu untuk menghadapi nona Vivian. Aku akan pergi, semoga berhasil." Wade memotong ucapan Kaligo dan tanpa aba aba langsung melompat keluar dari jendela, meninggalkan Kaligo begitu saja.

Kaligo tersenyum tipis, menatap dengan lurus kearah sosok yang saat ini berjalan mendekat kearahnya. Dengan ujung jubah yang berkibar.

Pasrah dengan nasibnya ketika melihat Wade melarikan diri, meninggalkan dirinya berhadapan dengan sosok yang tampak diselimuti oleh amarah.

FIELD OF DAISIES Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang