Bab 16. Perasaan Dilindungi

1.7K 135 2
                                    

Liliana terdiam membiarkan Asher menggenggam dan menarik pergelangan tangannya sepanjang jalan.

Hujan yang mengguyur keduanya kian bertambah semakin deras dan tidak memiliki tanda tanda akan berhenti.

Tubuh keduanya basah kuyup oleh air hujan, namun langkah keduanya tetap mantap berpijak diatas tanah.

Baik Liliana maupun Asher, keduanya sama sama tak menghiraukan guyuran air hujan dingin yang membasahi tubuh mereka.

Terlebih Liliana.

Gadis itu saat ini penuh dengan kecemasan akan Greta, mempertanyakan bagaimana kondisi wanita itu saat ini hingga tak memperdulikan kontak fisik ringan antara dirinya dan Asher.

Asher yang berjalan didepan gadis itu sesekali akan melirik lewat ekor matanya, memperhatikan gerak gerik dan ekspresi kentara diwajah Liliana.

Wajah basah gadis itu saat ini menggambarkan dengan jelas kecemasannya akan Greta dan bagaimana suasana hatinya.

Asher terdiam dan hanya berjalan lurus seraya mencengkeram pergelangan tangan Liliana erat.

Hingga akhirnya ia memilih menghentikan langkahnya beberapa saat kemudian, keduanya berdiri dibawah naungan pohon rindang yang sangat besar. Mencegah keduanya dari terpaan hujan deras.

Liliana yang telah panik dan juga diliputi oleh rasa cemas, mendongak menatap pria itu dengan heran sekaligus penuh keluhan.

"Apa yang kau lakukan? Mengapa berhenti?" Tanya nya.

"Tidak bisa lebih jauh." Jawab Asher singkat.

Raut wajah Liliana sedikit terdistorsi akibat jawaban Asher. "Apa maksudmu?"

Asher menunduk, menatap wajah cantik Liliana yang basah dalam balutan kegelapan malam.

"Kau tidak bisa pergi lebih jauh dari ini." ujar nya. "Mereka masih berada disana."

Liliana dengan segera menggelengkan kepalanya.

"Tidak, aku harus melihat bibiku. Dia mungkin dalam bahaya saat ini." Liliana menyentak genggaman tangan Asher dan berjalan hendak pergi kearah dimana rumah dirinya dan Greta berada.

Asher bergerak cepat dan kembali meraih lengannya.

"Kau tidak bisa pergi kesana." Asher mengerutkan alisnya tak senang melihat pemberontakan gadis itu.

Nafas Liliana memburu bersamaan dengan degup jantungnya yang kian bertambah cepat.

"Mereka akan membunuhmu begitu kau sampai disana." pria itu kembali berucap.

Liliana terkesiap, menatap Asher dengan tatapan terkejut. Kedua bola mata biru terang miliknya bergetar hebat.

Asher balas menatap Liliana tajam, ia bisa melihat genangan air mulai terbentuk dikedua rongga mata gadis itu.

Disusul tubuhnya yang perlahan bergetar.

Asher bisa merasakan tangan gadis di genggamannya bergetar tak terkendali.

Luruhan air mata akhirnya lolos dari kedua bola mata biru Liliana, ia berkedip dan menggelengkan kepalanya pelan. Berusaha untuk terlihat baik baik saja.

"K-kita.. Kita akan kembali untuk menjemput bibi Greta dan Kyle, hanya setelah itu kita bisa melarikan diri bersama sama." Ucap Liliana terbata, tampak dari kedua matanya kepanikan yang sangat jelas terpampang.

Asher menatapnya seraya terdiam.

Liliana bukannya tidak mengerti situasi saat ini dengan jelas, ia mengerti dengan baik bagaimana seriusnya situasi yang mereka hadapi saat ini.

Namun hanya mendengar jika Greta bisa saja berada dalam bahaya, Liliana benar benar tidak bisa lagi berpikir dengan jernih dan lurus.

Pikiran pertamanya ialah pergi untuk menyelamatkan Greta, bagaimana pun caranya.

Meski dirinya sendiri menyadari jika ia sama sekali tidak memiliki keterampilan apapun untuk bisa menolong Greta.

Entah itu dibidang sihir maupun bertarung.

Liliana tidak memiliki keduanya.

Hal itulah yang membuatnya amat frustasi.

Dan bahkan jika ia benar benar menghampiri Greta saat ini, jelas dirinya tidak akan bisa membantu apapun dan malah hanya akan menjadi beban bagi Greta.

Kedua tangannya kian bergetar semakin kencang.

Tangannya yang lain bergerak perlahan menggenggam ujung pakaian Asher erat.

"Kumohon.." lirihnya.

Meski Liliana sendiri menyadari jika sikapnya saat ini hanyalah akan menambah beban bagi pria dihadapannya, namun. Rasa frustasinya untuk bisa menyelamatkan Greta membuatnya memberanikan diri untuk memohon pada Asher dengan putus asa.

Ia saat ini hanya bisa bergantung pada pria dihadapannya.

Asher menyaksikan perubahan ekspresi diwajah gadis itu, sorot mata kosong, air mata yang mengalir diwajahnya yang basah, serta tubuhnya yang bergetar akibat rangsangan situasi berbahaya.

Asher merasakan sedikit dorongan aneh didalam dirinya.

Ia melepas jubah miliknya dan memasangkannya ketubuh ringkih dan ramping gadis itu.

Membuat gadis itu tersadar, dan mendongak menatapnya.

"Tetaplah disini." ucap Asher.

Liliana tampak panik, menggenggam ujung lengan pakaian Asher erat.

"Apa.. Apa yang akan kau lakukan?"

Asher tak menjawab dan hanya menatap Liliana lurus, meyakinkan gadis itu lewat tatapan matanya.

Keduanya bertatapan dibawah naungan pohon rindang, berlindung dari terpaan air hujan deras. Memberi ilusi jika keduanya saat ini tengah saling memberi kekuatan.

Perlahan, genggaman tangan Liliana pada ujung pakaian Asher melemah lalu terlepas.

"Tetaplah diam dan jangan pergi kemanapun, aku akan kembali menjemputmu disini jika semuanya telah selesai." Untuk pertama kalinya Asher berucap lebih dari empat kata, mengingatkan gadis itu untuk tidak berkeliaran sesuka hati.

Liliana melihat tatapan tegas dan tajam Asher, mengangguk disaat berikutnya. Ia mengusap sisa lelehan air mata diwajahnya dan memutuskan untuk bekerja sama dan tidak menghalangi pria itu untuk pergi membantu Greta dan Kyle.

Asher menatap gadis itu yang pada akhirnya bersedia bekerja sama untuk menuruti perintahnya, membuat suasana hatinya sedikit terasa lebih baik.

Ia mundur beberapa langkah, menatap tubuh rapuh yang tertutupi jubah besar miliknya. Tampak begitu kecil dibawah naungan pohon besar.

Asher menatap Liliana beberapa saat, sebelum berbalik dan berjalan menjauh.

Sesaat setelah tubuhnya berbalik, tatapan matanya berubah amat sangat dingin. Ia menggenggam erat pegangan pedang miliknya, seolah tak sabar untuk menghunus pedang itu untuk menebas sesuatu.

Sedangkan Liliana.

Gadis itu terdiam, melihat punggung tegap Asher menjauh menembus tirai hujan ditengah tengah kegelapan. Ia untuk sesaat memiliki ilusi jika punggung itu seolah memberinya perasaan aman dan perlindungan.

Ia tak pernah menyangka jika sesosok pria asing yang tanpa sengaja ia temui akan dengan suka rela membantu dirinya dan juga Greta, Liliana tidak pernah menyangka hal itu.

Tanpa sadar gadis itu mencengkeram ujung jubah milik Asher yang dikenakan pria itu pada tubuhnya.

Suhu pria itu tetap ada dan terasa menghangatkan tubuh ringkih Liliana, memberi perasaan dilindungi oleh suhu berapi api pria itu.






TBC

FIELD OF DAISIES Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang