T E R P I K A T - 30

5.3K 178 17
                                    




Sudah beberapa hari kedepan kami memutuskan untuk pindah ke cluster perumahan minimalis, lebih tepatnya ini adalah permintaanku atau mungkin sebuah pemaksaan. Entahlah. Pertimbangan untuk memiliki  tempat tinggal yang sederhana, juga tidak berlebihan yang cukup di singgahi dua orang sepertinya itu sudah tepat, ya.. meskipun masih terbilang kebesaran tapi setidaknya lingkungannya lebih ramai dari pada tempat tinggal kami sebelumnya, lantaran layaknya tidak ada tanda kehidupan.

Kami tidak benar-benar tinggal hanya berdua, Mas Ale mengajak  Pak Genta dan juga Bi Yumi, yasudahlah aku iyain saja syarat itu. Katanya sih biar ada yang bantu mengurus rumah, padahal aku ingin belajar lebih mandiri.

Sore hari, aku yang sedang menikmati secangkir teh hangat merasa terusik, alhasil ku taruh kembali setelah berhasil menyeruputnya, untuk segera merespon panggilan dari arah pintu rumah yang menggelegar suara bel berbunyi.

"Bi Yum, dipajang disitu aja lebih bagus, nanti sisanya biar aku aja gapapa." Ucapku memberikan instruksi pada bi Yumi yang tengah menggenggam figura lukisan berupa pemandangan alam, hari ini hari aku menata beberapa benda pajangan untuk mempercantik dekorasi ruangan. Sudah hampir rampung tinggal beberapa pernik lagi,

"Iya non siap."

Setelah terdengar ucapan salam akupun membalas salamnya seraya membuka lebar pintu utama rumah, alisku saling bertaut tergemap, mempertanyakan siapa orang yang dihadapanku ini? aku sontak salah fokus setelah menurunkan pandanganku kebawah, dia menenteng kresek plastik transparan berisikan beberapa buah jambu, apa dia tukang jualan?

"Permisi, aku Raden, kita tetanggaan hanya berjarak dua rumah, salam kenal ya." Garis bibirnya tertarik melengkung menunjukan betapa ramahnya sosok pria berperawakan tinggi bersih, dari wajahnya sih terlihat masih muda ,seperti seumuran denganku.

"Pearly." Balasku ikut tersenyum simpul.

"Penghuni baru ya disini? selamat ya rumah barunya, oh iya, ini ada jambu tadi habis panen." Ucapnya mengulurkan kresek berisikan jambu itu padaku, akupun menyambut pemberiannya dengan sumringah.

Lumayan untuk bikin rujak, batinku.

"Aduh repot-repot segala, kebagian ya."

"Iya kebetulan banyak jadi bagi-bagi tetangga juga."

"Dirumah nanam pohon jambu ya?" Tanyaku berbasa-basi. setidaknya ada rasa sedikit simpati, aku mendongak ke arah rumahnya yang berjarak dua rumah, tidak terlihat adanya penampakan pohon rindang disana, mungkin saja dia tanam di halaman belakang, gak ada yang tau, mencoba menebak-nebak gak ada salahnya kan.

"Oh engga, ini dari puncak, ada perkebunan disana, sekalian bawa ke Jakarta untuk di bagi-bagi deh, tetangga disini udah hafal kok biasanya beberapa tahun sekali suka ganti varian buah." Jelasnya meluruskan pertanyaanku.

"Alhamdulillah punya tetangga baik-baik banget kemarin Bu Desi juga bagi-bagi kue, makasih loh."

Letak rumah ini juga cukup strategis, untuk selera rumah, Mas Alegaf begitu selektif. Memilih perumahan yang cukup nyaman dengan para tetangga yang selalu saling berinteraksi satu sama lain. Menjunjung tinggi kebersamaan dan budaya, ya khas para Masyarakat Indonesia. Ada positifnya punya tetangga yang saling perduli satu sama lain, tapi buruknya terkadang sifat perduli yang mereka tunjukkan justru terlihat seperti seseorang yang kepo berlebihan.

"Sama-sama, Iya aku juga kebagian kemarin, anaknya ulang tahun."

"oh Iya, kamu masih sekolah kelas berapa kalau boleh tau?" Ujarnya lagi meneruskan namun kini berganti menjadi sebuah pertanyaan.

Getir hati terasa ketika dibilang anak sekolahan, iya tahu badanku memang tidak tinggi, apa lagi pakaianku dirumah hanya mengenakan kaos dan celana kulot ditambah wajah ala kadarnya tanpa make up, maka tak jarang juga orang berprasangka aku ini umurnya berbeda dari aslinya.

TERPIKAT  [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang