Setiap pagi, pemandangan pertama yang memasuki netra ini selalu sama. Wajah, wajah seorang wanita cantik yang masih terlelap menikmati mimpinya. Wajahnya tampak begitu damai, tak terganggu dengan aktivitas para tetangga yang sudah memulai hari. Segaris cahaya mentari yang masuk melalui celah gorden jatuh tepat di dahinya, membuatnya tampak seperti malaikat. Tak peduli berapa kali dilihat pemandangan itu selalu membuatku terpana.
Pertama, aku akan terpana oleh hidung mancungnya yang nyaris bersentuhan dengan hidungku, nafasnya yang hangat bisa kurasakan pada kulit leherku layaknya angin panas gurun sahara yang menghangatkan tubuh di pagi yang dingin ini. Dia bernapas dengan begitu teratur, tidurnya pasti nyenyak.
Kedua, dahi lebarnya yang tampak siap menerima kecupan selamat pagi. Rambut poninya yang agak bergelombang sedikit menutupi keindahan itu jadi kusisir rambutnya dengan jari agar aku bisa melihat betapa halus permukaan kulitnya.
Ketiga, bibir tipisnya yang imut menggoda. Kusentuh bibir itu dengan jari telunjukku, merasakan tekstur dari bibirnya yang kering. Setiap kali aku melakukan itu kelopak matanya akan berkedut yang menjadi tanda untuknya kembali ke kenyataan.
Dan yang terakhir, momen yang menurutku paling spektakuler dan takkan kutukar dengan apa pun di dunia adalah saat dia membuka matanya. Fenomena itu dimulai dengan kedutan-kedutan kecil di sudut matanya dan perlahan kelopak mata itu akan terbuka, memperlihatkan permata yang sudah bersembunyi selama delapan jam lamanya.
Ahh, matanya sungguh indah. Iris matanya yang kecoklatan tampak seperti buah almond matang menggoda. Pupil matanya gelap layaknya lubang hitam yang dasarnya tak terlihat. Bahkan sklera matanya pun tampak seputih susu dengan gurat-gurat merah pembuluh darah yang halus. Namun yang paling mengesankan adalah mata itu bercahaya, mata itu memancarkan kehidupan. Dan sekilas, untuk waktu yang amat singkat, aku merasa bisa melihat jiwa Soni bersembunyi di dalam sana.
"Selamat pagi."
Suaraku terdengar agak serak dikala aku menyelimutkan telapak tanganku ke pipinya. Dia mengangkat tangannya dan menaruhnya di atas tanganku, menjaga tanganku agar tetap berdiam di pipinya. Perlahan kedua sudut bibirnya tertarik menciptakan senyum selamat pagi yang amat indah. Tanpa bisa ditahan aku mendekatkan wajahku ke wajahnya, mengecup bibirnya dengan mesra.
Aku pun merengkuh Soni, membenamkan wajahku dalam kehangatan tubuhnya. Aku yakin masih ada cukup waktu hingga pameran dibuka jadi aku ingin menikmati lebih dan lebih banyak waktu yang bisa kuhabiskan bersamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memeluk Jiwamu
RomanceShade adalah seorang pelukis yang tengah kehilangan jati dirinya. Dia ingin melukis sesuatu, tetapi tak ada apa pun yang cukup indah untuk membuatnya bersemangat. Sampai suatu hari, dia melihat tetangganya yang hendak melompat dari lantai empat. Di...