PART 06

19.9K 1.2K 17
                                    

Warning! Cerita ini bakalan minim konflik 🙏

PART 06

Malam itu Keira pulang ke indekos dengan diantar oleh kakak serta kakak iparnya. Tadinya mereka ingin pergi ke rumah orang tuanya Jeandra. Tetapi, Keira menolak dan mengatakan kalau sebaiknya mereka semua tidak perlu pergi ke sana. Lagi pula, ia juga baik-baik saja. Atau lebih tepatnya lagi, ia berusaha keras untuk meyakinkan sepasang suami istri itu kalau dirinya sama sekali tidak kenapa-napa. Ia bahkan mengatakan kalau dirinya sama sekali tidak telat datang bulan. Hanya saja, saat sedang mengatakan tentang hal itu di hadapan mereka berdua, Keira langsung berdoa mati-matian dari dalam lubuk hatinya. Semoga saja semesta mau mendukung kalimat yang terucap dari bibirnya. Karena sesungguhnya ia pun tidak tahu kapan ia akan datang bulan. Apakah sudah telat atau belum. Karena ia juga tidak terlalu peduli dengan periode bulanannya yang kadang-kadang memang tidak teratur.

Namun, tanpa diketahui oleh Keira. Malam itu Melisa dan Pram tetap datang ke rumah orang tuanya Jeandra. Karena pria itu memang masih sering tinggal bersama kedua orang tuanya. Meski kadang-kadang dia akan menginap di apartemen ataupun di rumahnya sendiri. Karena sesungguhnya Jeandra sudah memiliki sebuah hunian yang memang sangat jarang untuk ditempati.

Pram bilang dia hanya ingin memberikan sedikit pelajaran. Meski yang terjadi sebenarnya jauh dari kata ‘sedikit’, karena kegilaannya Pram malam itu sampai harus dipisahkan oleh Bastian—ayahnya Jeandra yang akhirnya ikut turun tangan untuk menengahi mereka setelah mendengar keributan yang terjadi di halaman rumah.

Usut punya usut, ternyata Jeandra telah meniduri Keira—adiknya Melisa. Karena hal itulah, akhirnya mereka semua berdiskusi tanpa kehadiran sosok Keira yang seharusnya ikut serta. Hingga akhirnya, keputusan pun telah dibuat, Jeandra siap menikahi Keira dan bertanggung jawab.

Hanya saja, pagi ini, Keira yang akhirnya kembali izin untuk tidak bekerja dengan alasan sedang memiliki masalah keluarga, tampak sedang mengatakan sebuah kalimat yang sama sekali tidak terduga.

“Tapi, aku enggak mau nikah,” cetus Keira di hadapan semua orang. Karena tadi ia sudah sempat dijemput oleh kakak beserta kakak iparnya dan dibawa ke kediaman orang tuanya Jeandra. Karena Pram dan Bastian merasa kalau hanya di tempat itulah mereka semua bisa berdiskusi dengan aman tanpa gangguan.

“Lho? Kenapa?” tanya Arum yang langsung berkomentar. Arum adalah ibunya Jeandra.

Keira sempat memandang ke arah Jeandra—yang terlihat babak belur—sekilas sebelum berpaling kembali kepada Arum untuk menjawab pertanyaan dari wanita itu barusan. “Saya rasa enggak perlu sampe nikah, Tante. Saya juga enggak kenapa-napa kok.”

“Tapi gimana kalau nanti kamu sampe kenapa-napa?” Arum tampak kembali bertanya. “Tante enggak mau kalau sampai jarak pernikahan dan kelahiran anak kalian jadi terlalu deket. Jadi, lebih baik kalian berdua cepet-cepet nikah supaya jaraknya nanti enggak kentara banget.”

“Kakak setuju. Bener kata Tante Arum,” kata Melisa kepada Keira yang duduk tepat di sebelah dirinya. Ia lantas menarik punggung tangan adiknya itu dan mulai memegangnya. “Ini juga demi kebaikan kamu, Kei.”

Hanya saja, Keira benar-benar merasa ragu. Apa lagi pernikahan yang ditawarkan kepada dirinya itu tidak akan mengundang terlalu banyak tamu. Karena pernikahan itu dadakan, dan akan dilangsungkan secepatnya.

***

Nyaris dua minggu berselang sejak pertemuan mereka di rumah orang tuanya Jeandra, dan selama itu pula Keira selalu berharap semoga saja ia bisa cepat-cepat datang bulan. Sebenarnya ia ingin sekali memeriksakan dirinya ataupun membeli test pack untuk meyakinkan semua orang jika dirinya baik-baik saja, dan Jeandra tidak perlu sampai harus menikahi dirinya. Tetapi, ia sendiri pun terlalu sibuk dan takut dengan segala pemikiran yang ada di dalam kepalanya. Terlebih lagi, ia juga takut untuk menyelundupkan test pack ke indekosnya Tante Dahlia. Karena hal itu terlalu berisiko dan bisa membuat semua orang jadi berspekulasi buruk tentang dirinya. Hingga hari pernikahan itu pun sudah ada di depan mata ....

Keira sempat meminta maaf kepada ibunya saat ibunya itu sudah tiba di Jakarta. Karena sekali lagi, dirinya telah kembali membuat masalah. Saat itu Syahila memang tidak bicara banyak. Tetapi, Keira sempat melihat setitik sorot mata kecewa dari pancaran mata ibunya.

Keira tahu kalau ibunya itu pasti berharap kalau dirinya bisa menikah dengan jauh lebih layak. Namun, ada daya. Keadaanlah yang sedang tidak memihak kepada dirinya.

Lalu ... di sinilah ia berada. Di sebuah villa keluarga yang cukup jauh dari permukiman warga. Ia akan benar-benar menikah dengan Jeandra. Tetapi, tidak ada satu orang pun yang membahas tentang sosok Dinara. Karena itulah Keira juga sama sekali tidak bertanya.

Dan meskipun pernikahan ini hanya dihadiri oleh beberapa anggota keluarga saja, tapi Keira tetap didandani sekaligus dipakaikan baju yang terlihat sangat layak. Sebuah kebaya model duyung tampak membalut tubuh gadis itu dengan sangat sempurna, hingga bentuk tubuhnya pun jadi terlihat semakin indah. Rambut panjangnya digelung dengan sederhana, sedangkan di atas kepalanya terdapat sebuah mahkota kecil yang turut menyempurnakan penampilan.

Keira terlihat sangat cantik dan nyaris membuat semua orang jadi terpana. Sedangkan Jeandra sudah terlihat sangat gagah dengan jas putih yang membalut tubuh tegap miliknya, dan wajahnya pun sudah terlihat membaik seperti semula. Karena sisa-sisa keganasan dari Pram tempo hari sudah mulai memudar.

Mereka melaksanakan acara pernikahan secara private, dan hanya dihadiri sekitar 20 orangan saja—termasuk penghulu sekaligus kedua belah mempelai.

Acaranya pun berlangsung dengan sangat lancar. Sama sekali tidak memiliki kendala, dan begitu ijab kabulnya telah selesai, kedua mempelai pun sempat berfoto—baik berduaan saja maupun bersama anggota keluarga. Lalu dilanjut dengan acara makan malam. Setelah itu ... selesai. Dan ya, pernikahan mereka hanya terjadi begitu saja. Tidak ada yang spesial apa lagi berkesan—setidaknya bagi Keira yang sama sekali tidak puas dengan acara pernikahannya.

***

Keira yang malam itu sedang duduk sendirian di atas arm chair, tampak menaikkan pandangannya ke arah Jeandra yang baru saja keluar dari kamar mandi. “Mas...“

“Ya?“

“Ini kita enggak nikah beneran, ‘kan?” tanya Keira yang benar-benar ingin memastikan.

Jeandra tampak menatap Keira dengan dahinya yang sudah mengerut dalam. “Maksudnya?“

“Maksudnya kita enggak perlu bersikap selayaknya pasangan suami-istri pada umumnya. Iya, ‘kan?” Kali ini suaranya Keira mulai terdengar seperti sedang mendesak. Ia butuh kepastian. Karena ia merasa sangat asing dengan ini semua—termasuk dengan sosok Jeandra yang telah resmi menjadi suaminya, dan mereka juga tidak menikah atas dasar cinta. Mereka bahkan jarang sekali berbicara. Lebih tepatnya lagi, ia-lah yang malas menanggapi ataupun ikut membangun obrolan. Anggap saja ia kekanakan, tapi ia benar-benar kesal dengan Jeandra yang setuju untuk menikahi dirinya. Dan ia juga kesal kepada ibunya Jeandra yang terkesan seenaknya, meskipun wanita itu mengatakan kalau ini semua demi kebaikan dirinya serta calon anak yang mungkin sedang dikandung oleh dirinya. Padahal calon anak itu pun masih belum pasti, apakah dia benar-benar ada atau tidak. Dan Keira juga sebenarnya tidak masalah jika dirinya tidak dinikahi oleh Jeandra. Hanya karena mereka pernah ‘tidur’ bersama, bukan berarti pria itu wajib menikahi semua wanita yang pernah ditiduri oleh dirinya.

Jeandra sempat terdiam sebentar, entah sedang berpikir atau apa, tapi Keira benar-benar menunggu jawaban yang mungkin sebentar lagi akan segera meluncur dari bibirnya.

Keira berharap, semoga saja jawaban dari pria itu akan sesuai dengan keinginan dirinya. Karena ia tidak ingin menjalani pernikahan ini selayaknya penikahan pada umumnya.

*****

Sabtu, 25 Maret 2023

Saturday Night Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang