PART 29

14.7K 919 14
                                    

PART 29

Syahila tampak kembali memeluk Keira, lalu menunduk dan kembali memberikan usapan lembut di atas permukaan perut putrinya. Tempat di mana calon cucu keduanya bersemayam. Karena bagaimanapun juga, Keira ini adalah putrinya. Putri bungsunya. Mau sesering apa pun anak itu membuat kesalahan sekaligus membuat dirinya merasa kecewa dan gagal, pada akhirnya Syahila pasti akan tetap menerima Keira dengan tangan terbuka, dan kembali menyayanginya seperti semula, serta memaafkan seluruh kesalahan yang pernah dia perbuat. Meski tetap saja, Syahila juga butuh waktu untuk melakukan itu semua.

“Tapi kamu beneran kan enggak mual-mual?“ tanya Syahila yang ingin benar-benar memastikan. Karena selama ini mereka tinggal berjauhan dan hanya sesekali melakukan video call, panggilan suara, serta pesan singkat.

Keira kembali menganggukkan kepala di hadapan ibunya. Kemudian mengajak ibunya itu untuk segera duduk dan menikmati kudapan yang sejak tadi sudah tersedia di atas meja makan. Ia sengaja menyiapkan itu semua untuk ibunya, walaupun sesungguhnya makanan itu dibuatkan oleh Gia. Karena skill memasaknya masih jauh dari kata sempurna, dan ia tidak ingin memamerkan hasil masakannya yang biasanya akan amburadul dengan rasa yang jauh dari kata enak.

“Aku sengaja lho minta Bi Gia supaya bikinin ini buat Ibu,” beritahu Keira sembari menyodorkan piring berisi klepon. Karena ibunya itu suka klepon. Selain bola-bola hijau berbalut parutan kelapa itu, Keira juga meminta tolong kepada Gia agar membuatkan bihun goreng untuk sang ibu. 

“Kamu tuh ....” Syahila nyaris kehilangan kata-kata. “Harusnya kamu enggak perlu repot-repot, apa lagi sampe minta bikinin Bu Gia segala. Ibu jadi gak enak.“

Saat baru datang tadi, Syahila sudah sempat berkenalan secara langsung dengan sosok Gia sekaligus berbasa-basi sebentar sebelum wanita yang sepertinya seumuran dengan dirinya itu pamit pergi masuk ke dalam. Katanya dia masih memiliki beberapa pekerjaan yang belum sempat diselesaikan.

Keira lantas menyahut. “Enggak apa-apa, Bu. Bi Gia-nya juga sama sekali gak ngerasa keberatan kok.” Ia pun menyuruh ibunya untuk segera mencicipi klepon di atas piringnya saat itu.

“Gimana sama suami kamu?” tanya Syahila tak lama setelah itu. Orang yang sedang dibicarakan sedang tidak ada di rumah. Karena Syahila baru sampai ke sini sekitar pukul 3 sore, dan Jeandra belum pulang. “Dia beneran baik, ‘kan?”

Keira yang sedang menyantap bihun goreng miliknya, sontak mengangguk. Sebelum ia sempat mengatakan sesuatu, ibunya itu sudah lebih dulu kembali berbicara.

“Sebenernya Ibu khawatir banget sama kamu.”

Keira segera menjauhkan piring bihunnya dan meneguk air yang ada di situ.

“Ibu takut kalau dia bukan orang yang baik buat kamu, walaupun dia dan keluarganya waktu itu kelihatan beneran tulus.”

“Ibu tenang aja, mereka beneran baik kok.”

Syahila tampak menatap Keira dengan lurus, tapi ia tidak mengatakan apa pun. Meskipun begitu, ia tahu kalau putrinya itu sama sekali tidak sedang berbohong ataupun mencoba untuk menutupi sesuatu.

Syukurlah. Kalau Jeandra memang sungguhan baik, maka ia bisa tenang. Syahila hanya tidak mau kalau putrinya itu jatuh ke tangan pria yang tidak tepat. Mengingat kalau pernikahan kedua orang itu hanya dilandasi oleh sebuah kecelakaan serta tanggung jawab. Mereka berdua bahkan tidak terlalu saling mengenal. Prosesnya terlalu singkat untuk ukuran orang yang ingin melangkah ke jenjang pernikahan.

“Kalau seandainya nanti Andra macem-macem dan nyakitin kamu, kamu harus tahu kalau pintu rumah kita bakalan selalu terbuka buat kamu. Kamu boleh pulang kapan pun.

Saturday Night Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang