PART 09
Mungkin satu-satunya hal yang bisa disyukuri oleh Keira setelah ia menikah adalah dirinya yang kini sudah tidak perlu repot-repot lagi untuk bekerja. Sehingga pagi ini pun ia tidak tahu harus melakukan apa setelah mandi dan berganti pakaian. Karena pekerjaan rumah sudah dikerjakan oleh Gia. Lantaran orang kepercayaannya Jeandra itu sudah bangun lebih dulu, sepertinya saat masih pagi-pagi buta. Dan begitu Keira keluar dari kamar sekitar pukul 6 lewat 15 menit waktu setempat, ia melihat keadaan di lantai 1 rumahnya Jeandra sudah terlihat rapi dan bersih karena sudah hampir selesai untuk dibereskan.
Keira lantas pergi ke dapur dan mengecek keadaan di sana. Meskipun ia tidak bisa memasak, tapi mungkin ia bisa membantu Gia untuk mengupas bawang.
“Bik,”
“Iya, Non?” Gia yang sedang berjongkok di depan pintu kulkas—mengumpulkan bahan makanan yang sedang ia perlukan, tampak menoleh ke arah Keira yang saat ini sudah terlihat sangat cantik dan segar.
Perempuan itu mengenakan blus berlengan pendek berwarna biru muda yang dipadukan dengan celana di atas lutut berwarna putih serta riasan simple yang terlihat sangat fresh di wajah. Sedangkan untuk alas kakinya, dia menggunakan slipper berwarna pink pastel yang sejak kemarin memang selalu dia gunakan selama berada di dalam rumah.
Gia benar-benar merasa kagum saat melihatnya. Meskipun apa yang dikenakan oleh Keira terlihat simple khas anak rumahan, tapi cara gadis itu memadu-padankan pakaian terlihat sangat cocok dan enak dipandang. Dari awal Gia mengenal Keira ketika gadis itu diperkenalkan sebagai istrinya Jeandra, ia sudah merasa sangat kagum dan sampai hari ini ia masih sering dibuat terpana. Karena wajahnya Keira memang benar-benar luar biasa cantik dan gadis itu juga terlihat sangat pandai untuk merawat dirinya.
“Bibi perlu bantuan atau enggak? Saya bisa kok kalau disuruh metik cabe atau ngupas bawang.”
Gia yang mendengarnya, langsung menolak dengan nada sungkan. “Non enggak perlu repot-repot buat bantuin saya, saya udah biasa kok ngerjain semuanya sendirian.”
“Tapi Bik...”
“Enggak usah ya, Non? Saya enggak enak. Kemarin juga Nyonya Arum udah titip pesen, katanya Non Keira enggak boleh kecapek-an.”
Keira langsung meringis kecil begitu mendengarnya, tapi akhirnya ia setuju untuk tidak melakukan apa-apa. Jangan sampai Gia malah mendapatkan teguran karena dirinya yang ngeyel dan keras kepala. Lalu, sebagai gantinya, Keira pun memilih untuk segera kembali menaiki anak tangga. Ia ingin menghampiri Jeandra yang saat ini masih berada di dalam kamar, kemudian meminta kepada pria itu agar segera mengatakan kepada Arum kalau ia tidak hamil supaya ibu mertuanya itu bisa segera berhenti berharap.
Sebelum masuk kembali ke dalam kamar, Keira sengaja mengetuk pintunya. Berhubung tidak ada sahutan, jadi ia pun mulai memanggil dengan suara sedang. “Mas ...?“
Dan ternyata hasilnya masih sama. Keira berpikir mungkin saja Jeandra masih berada di dalam kamar mandi, makanya tidak bisa mendengar ataupun menyahuti ketukan pintu serta panggilan dari dirinya barusan.
Keira lantas membuka pintu itu dan memasukkan sedikit bagian kepalanya untuk melihat keadaan di dalam kamar. Kosong. Jeandra tidak terlihat, dan kemungkinan besar urusan pria itu di kamar mandi memang belum selesai.
Keira pun mulai duduk di atas kursi yang terletak di bagian sudut ruangan. Karena di bagian kamarnya itu memang terdapat 1 set kursi yang terdiri dari 4 buah arm chair serta meja bundar yang masih kosong melompong—rencananya nanti Keira ingin menghias meja itu dengan sebuah vas serta memberinya sedikit sentuhan bunga segar. Keira yakin kalau Jeandra tidak akan marah hanya karena ia menambahkan bunga di dalam kamar tidur mereka berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saturday Night
RomanceKeira tidak menduga kalau malam acara resepsi pernikahan sang kakak malah akan membawa malapetaka bagi dirinya. Ia terjebak dalam hubungan satu malam bersama seorang pria. Celakanya lagi, pria itu sudah memiliki seorang tunangan dan mungkin tak lama...