PART 39

12.2K 816 26
                                    

Semangat pagi & selamat hari senin 🔥

Happy reading!

****

PART 39

“Jadi, apartemen yang dimaksud Nara itu dulunya apartemen aku. Lebih tepatnya apartemen mendiang kakekku.”

Keira masih tetap membisu, ia sedang capek. Tidak mood melakukan sesuatu, meskipun ia tadi baru saja bangun tidur. Selain itu, ia juga sedang tidak ingin marah-marah, tapi tetap berusaha untuk berhenti menerka-nerka. Ia hanya ingin mengurangi beban pikiran. Karena dirinya sudah sejauh ini demi bisa menjaga keselamatan calon bayinya, calon bayi yang dijaga ketat oleh dirinya serta Jeandra. Bahkan apa pun keinginan calon anak mereka itu selalu dituruti oleh suaminya. Dokter juga selalu mengatakan kalau perkembangan anak mereka itu sangat bagus dan sehat.

Dan jika terjadi sesuatu kepada anak mereka, hanya karena ia yang banyak pikiran, Keira benar-benar akan merasa tidak rela. Rugi rasanya kalau ia mengorbankan keselamatan calon bayinya hanya demi memikirkan hal yang bukan-bukan.

Mulai sekarang, ia akan berusaha untuk tidak terlalu overthinking lagi. Dan ia melakukan semua ini hanya karena keselamatan si calon jabang bayi.

“Dulu dia memang dikasih izin buat tinggal di situ, tapi karena dia ngerasa enggak enak, jadi dia bayar apartemen itu ke aku. Tadinya aku enggak mau, tapi dia keras kepala, dan tetep rutin transfer uang ke aku.

“Dia anggep itu sebagai uang sewa, tapi aku nganggepnya beda. Aku nganggepnya itu sebagai uang cicilan sebelum apartemen itu beneran aku kasih ke dia. Karena aku memang ada niatan buat ngasih apartemen itu buat dia.”

Saat itulah raut wajah Keira langsung berubah. Wanita itu mengernyit tak suka, lalu mendelik ke arah Jeandra.

Jeandra buru-buru mengecup pelan punggung tangan Keira yang sejak tadi ia genggam. “Jangan marah dulu, ya?“ pintanya dengan nada lembut. “Biar aku jelasin sampe selesai dulu.”

Keira tetap membisu. Enggan menyahut. Tetapi, wajahnya langsung melengos.

“Ada beberapa alasan kenapa aku mau ngelepas apartemen itu buat Nara. Pertama, karena itu salah satu apartemen warisan dari mendiang kakekku. Bahkan sebelum resmi dikasih ke aku, apartemen itu memang udah ditempatin sama Nara dari dulu—pas awal-awal dia dijodohin sama aku.

“Selain itu, dia juga udah baik banget ke kakek. Meskipun hubungan aku sama dia aslinya dingin dan datar, karena kami cuma pura-pura harmonis di depan banyak orang, tapi semua orang bisa lihat kalau dia memang setulus itu sama kakekku.” Pandangan mata Jeandra mulai menerawang. Kembali teringat akan mendiang kakeknya. “Pas aku tanya ke Nara kenapa dia sebaik itu sama kakek, dia bilang kalau kakek itu sahabat kakeknya, jadi dia udah anggep kakek aku kayak kakeknya sendiri.”

Sekarang Keira mengerti. Nara baik, dan keluarga Jeandra pun tak kalah baik.

“Tapi, karena waktu itu Nara nolak, enggak mau nerima apartemennya, jadi dia mutusin buat pindah. Masih satu lantai sih sama apartemen yang itu, tapi kali ini dia beneran nyewa.

“Terus karena aku juga ngerasa enggak enak gara-gara udah nyimpen uang apartemen dari dia, padahal kakekku dulu itu pure mau ngasih tumpangan buat dia, jadi aku punya niatan buat balikin semua uangnya. Cumaaa, waktu itu dia enggak mau nerima.

“Aku jadi ngerasa serba salah, jadi aku bikin kesepakatan. Kalau apartemen itu ada yang nyewa, uangnya nanti bakalan dibagi dua. Anggap aja yang punya apartemen itu aku sama dia.

“Mungkin gara-gara itu, dia jadi salah pilih omongan, terus bilangnya ‘apartemen kita’. Dan gak sengaja bikin kamu jadi salah paham.“

Kali ini Keira terlihat menyipitkan mata. Menatap Jeandra—masih—dengan penuh rasa curiga. Karena ia tidak ingin mempercayai pria itu dengan mudah.

Saturday Night Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang