PART 40

12.5K 1K 96
                                    

PART 40

“Boleh aku duduk sini?” tanya Nara tak lama setelah Jeandra pergi, yang membuat Keira refleks mengangguk dan sedikit bergeser. Tidak ada salahnya juga kalau ia berbagi sofa dengan Nara, mengingat sejak tadi wanita itu sudah sibuk membersihkan beberapa sudut apartemen sekaligus menunjukkan bagian mana saja yang sedang membutuhkan perbaikan.

Nara tampak tersenyum tipis di samping Keira. Kemudian, ia pun mulai membuka obrolan di antara mereka. “Aku lihat, Mas Jeje banyak berubah.”

Keira hanya diam saja, tidak tahu harus menanggapi bagaimana. Bingung antara harus menggeleng atau menganggukkan kepala. Karena ia pun masih belum mengerti dengan perubahan yang dimaksud oleh Nara. Sehingga ia pun tetap membiarkan wanita itu berbicara.

“Beda banget sama dulu, pas dia masih tunangan sama aku.” Nara masih tersenyum, tapi dari nada suaranya, sepertinya dia sedang mengeluh.

Keira langsung membenarkan hal itu, walau bibirnya masih diam, membisu. Karena ia sudah tahu, jika saat bersama Nara dulu, Jeandra sama sekali tidak melibatkan perasaan kepada wanita itu. Berbeda saat dengan dirinya. Jeandra bilang, pria itu sudah menyukainya sejak lama.

“Jujur, aku iri liatnya,” cetus Nara yang membuat air muka Keira jadi langsung berubah seketika.

Awalnya masih terlihat biasa-biasa saja, tapi sekarang wanita hamil itu mulai semakin merasa tidak suka.

“Harusnya aku yang ada di posisi kamu sekarang,” gumam Nara kemudian. “Hubungan kami sempurna, direstui keluarga, temen-temen, bahkan rekan kerja. Karena kami berdua memang serasi dan sepadan. Dalam hal apa pun. Termasuk pendidikan. Bahkan—”

Cukup sudah, mulutnya Nara tidak bisa dibiarkan nyerocos begitu saja. Sehingga Keira pun langsung menyela, meskipun wanita itu belum berhasil merampungkan seluruh kalimatnya.

“Sori. Maksud Mbak Nara ngomong gini tuh buat apa?” tanya Keira dengan marah. Sukses membuat Nara agak terkejut, sepertinya tidak menyangka.

“Mbak mau pamer karena hubungan kalian dulu udah direstui banyak orang? Terus kalian serasi dan sepadan?” tanya Keira yang sama sekali tidak membutuhkan jawaban. Karena ia tidak akan memberikan kesempatan kepada wanita itu agar kembali berbicara. Sehingga ia pun langsung melanjutkan. “Memangnya Mbak pikir hubungan aku sama Mas Andra enggak direstui gitu?“

Keira menggelengkan kepala. “Mbak salah, hubungan kami amat-sangat direstui. Mertuaku sayang banget sama aku, dan itu aja udah cukup. Kami enggak butuh restu dari temen, apa lagi rekan kerjanya Mas Andra di kantor.”

Bibir Nara tampak benar-benar terkatup. Karena Keira sangat baik dalam hal membalikkan kata-kata wanita itu.

“Bahkan kami juga udah serasi banget. Aku cantik, Mas Andra ganteng. Calon anak kami nanti udah pasti calon-calon bibit unggul,” ucap Keira dengan nada sombong. Karena kenyataannya memang begitu, bahkan Nelly pun sempat berkomentar jika si cantik memang milik si ganteng. Teman kakaknya itu mengatakan kalau mereka berdua sangat cocok.

“Mbak Nara juga enggak usah repot-repot ngomongin soal sepadan atau gak sepadan di depan aku, karena aku gak peduli soal itu. Mau Mas Andra kaya banget, atau pendidikannya tinggi banget. Aku enggak akan ngerasa insecure. Yang penting Mas Andra sama keluarganya mau nerima aku, mereka juga enggak pernah masalah soal itu. Aku rasa kita berdua sama-sama tahu, kalau keluarganya Mas Andra enggak akan sepicik itu.

“Dan ... jangan Mbak Nara pikir aku enggak tahu,” lanjut Keira dengan tatapan mencemooh. Ia bahkan sudah berdiri, tidak sudi lagi duduk berdua bersama wanita itu. “Mas Andra sama sekali enggak pernah cinta sama kamu.”

Saturday Night Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang