PART 23

17.6K 1K 11
                                    

PART 23

“Aku baru tahu kalau kamu bisa masak,” ucap Keira yang terlihat takjub dengan kebolehan yang saat ini sedang disuguhkan oleh Jeandra tepat di depan matanya. Karena pria itu terlihat cukup luwes saat sedang menumbuk bumbu nasi goreng, serta memotong bakso dan sosis.

Jeandra lantas terkekeh. “Kalau cuma nasi goreng aku bisa, tapi kalau yang lain kayaknya enggak.”

Keira hanya manggut-manggut saja dari atas stool bar yang saat ini sedang diduduki oleh dirinya. Ia lantas bertopang dagu menggunakan sebelah tangan ketika Jeandra mulai sibuk menumis bumbu nasi goreng di atas wajan, sama sekali tidak memiliki keinginan untuk membantu, karena Jeandra pun sudah sempat melarangnya untuk melakukan hal itu. Sehingga ia pun hanya menonton. Menonton suaminya yang terlihat sangat seksi dan cool saat sedang berjibaku dengan alat-alat dapur, sekaligus terlihat sangat suami-able.

Tanpa sadar, Keira sudah memerhatikan punggung lebar pria itu sambil mesem-mesem.

By the way, mereka—lebih tepatnya lagi Jeandra—terpaksa harus terjun ke dapur. Karena sejak kemarin sore Gia memang sudah pamit pulang ke Bogor, cucunya sakit dan ingin bertemu. Sehingga Gia pun harus izin, dan—kalau tidak ada hambatan—baru akan pulang besok.

Tadinya Keira sudah akan memesan lauk melalui aplikasi online, tapi tiba-tiba saja Jeandra mengatakan kalau dia akan memasak nasi goreng untuk mereka berdua. Sehingga Keira pun hanya menurut saja. Terserah Jeandra. Lagi pula, ia juga jadi langsung kepo dan ingin melihat bagaimana kemampuan pria itu dalam hal memasak. Sejago apa dia?

Dan sekarang sudah terbukti, bahwa Jeandra memang jago. Setidaknya lebih jago dari Keira yang hanya pandai merebus mie instan, menggoreng telur, dan membuat beberapa makanan basic lainnya. Yang tentu saja tidak memerlukan terlalu banyak bumbu, apa lagi harus berjibaku dengan cobek di dapur.

Tak lama setelah itu, nasi goreng buatan Jeandra sudah jadi dan warnanya juga terlihat sangat cantik dengan aroma yang cukup menggelitik.

Namun, Keira masih harus menunggu sebelum menyantap nasi goreng buatan suaminya saat itu. Lantaran Jeandra masih terlihat sibuk di depan kompor. Pria itu sedang membuat telur ceplok.

“Mas, punyaku jangan setengah mateng.“ Keira segera mengingatkan, agar Jeandra tidak membuatkan telur setengah matang untuk dirinya. Karena ia tidak suka melihat lelehan kuning telur di atas piring miliknya.

“Oke,” balas Jeandra sembari mengangguk. “By the way, kenapa kamu enggak mau telur setengah mateng?“

“Enggak suka.“

“Terus apa lagi makanan yang kamu enggak suka?”

Keira tampak mengingat-ingat, lalu ia pun menjawab, “Sebenernya aku enggak suka makan sayur, tapi dulu sering dipaksa sama Ibu. Jadinya aku tetep makan sayur. Tapi, aku beneran enggak suka sama bawang goreng yang udah lembek kena kuah sop, ataupun kuah-kuah yang lainnya. Terus aku juga enggak suka bawang putih, karena rasanya gak enak.”

Jeandra yang mendengarnya, sempat mengulum senyum sebentar, lalu segera mematikan kompor dan membawa 2 buah telur mata sapi ke hadapannya Keira—menyusul sewadah nasi goreng yang sudah lebih dulu diletakkan di sana.

“Oke, nanti aku inget.”

“Buat apa?” tanya Keira.

“Biar aku lebih banyak tahu tentang kamu,” sahut Jeandra seraya mengusap pelan pucuk kepala wanita itu, yang membuat Keira jadi ikut-ikutan bertanya, supaya ia juga bisa tahu lebih banyak mengenai sosok suaminya.

“Kalau kamu, Mas? Kamu enggak suka makan apa?“
Sebelum Jeandra sempat memberikan jawaban, Keira sudah lebih dulu melanjutkan. “Selain ikan lele ya, soalnya aku udah tahu soal itu dari Mama.“

Saturday Night Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang