PART 34

12.3K 1K 35
                                    

Akhirnya, gaesss. Aku mulai bisa nyetok bab lagi. Walaupun cuma sedikit.

Bab 35 udh hampir jadi 😚

*****

PART 34

Jeandra mengerjap kaget. Di detik berikutnya, bibirnya sudah siap terbuka, ingin mengatakan sesuatu kepada Keira. Tetapi, pergerakan wanita itu menggagalkan aksinya. Karena Keira sudah lebih dulu menangkup pipinya, kemudian menyatukan permukaan bibir mereka berdua. Seolah-olah pernyataan cintanya barusan bukanlah sesuatu yang besar. Meski begitu, Jeandra tidak menolak. Ia membalas ciuman itu dengan pikiran yang mulai bercabang, tapi ia berusaha keras untuk tetap memusatkan seluruh perhatiannya kepada Keira yang masih bergerak pelan di atas pangkuan. Ia hanya tidak ingin fokusnya jadi benar-benar terpecah di tengah-tengah sesi percintaan mereka berdua. Karena jika hal itu sampai terjadi, maka ia hanya akan mengacaukan segalanya, lalu membuat Keira merasa kecewa dan tidak puas.

Untungnya, hal itu berhasil. Ia mampu menuntaskan percintaan mereka sampai akhir. Ia lantas melirik Keira yang sudah berbaring, tampak mengatur napasnya yang masih naik-turun. Lalu ia mengecup sebelah pipi wanita itu, serta mengusap dahinya yang basah. Ia memang selalu melakukan hal itu untuk Keira setiap kali mereka selesai bercinta. Ia juga menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka berdua. Tak lupa, tangannya juga turut bergerak untuk memastikan sekali lagi jika perut wanita itu baik-baik saja. Ia cukup lega saat masih bisa merasakan baby bump Keira di permukaan telapak tangannya. Tetapi, ia baru akan lega sepenuhnya kalau Keira sendirilah yang mengatakan tentang bagaimana keadaan wanita itu sekarang.

“Beneran gak sakit kan perutnya?” tanyanya untuk yang kesekian kalinya. Karena sejak tadi ia memang terus bertanya, hanya untuk memastikan jika kegiatan mereka tadi sama sekali tidak membahayakan perut Keira. Karena bagaimanapun juga, ia masih takut jika hal itu akan berdampak buruk bagi Keira juga calon bayi mereka.

Keira menggeleng samar. “Enggak kok,“ jawabnya dengan sangat meyakinkan. Supaya Jeandra berhenti bertanya dan berhenti mengkhawatirkan dirinya. “Udah. Kamu tenang aja. Kami baik-baik aja kok. Aku sama baby-nya malah seneng, akhirnya ditengokin sama kamu.”

Jeandra yang masih berbaring miring dengan sebelah siku yang menopang tubuh, tampak terkekeh dan tersenyum, lalu memangkas jarak dan menggesekkan hidung mereka.

Kekehan keduanya tampak memenuhi area kamar.

“Mas,”

“Mm?”

“Aku mau dipeluk,“ pinta Keira yang dilanjut dengan gumaman pelan. “Kangen banget. Udah dua hari gak dipeluk sama kamu.”

“Salah siapa? Hmm?”

Suasana hati Keira yang adem, langsung berubah. Dan ia langsung memukul dada pria itu dengan kesal. “Salah kamu!”

Padahal, selama 2 hari ini, wanita itu sendirilah yang menolak untuk dipeluk. Bahkan Jeandra juga tidak diizinkan untuk mengelus perut wanita itu.

“Padahal pipi aku dulu tuh memang tirus kok,“ sambung Keira dengan sangat yakin. Sedangkan Jeandra yang sudah memeluk tubuh wanita itu, hanya bergumam, mengiakan saja apa yang wanita itu ucapkan barusan. Karena kenyataannya—ini menurut penglihatan matanya—pipi Keira memang sudah agak chubby sejak dulu. Sejak pertama kali ia bertemu dan berkenalan dengan wanita itu. Tetapi, jika dilihat-lihat lagi, pipi wanita itu sekarang memang bertambah chubby. Wajar. Istrinya itu sedang hamil, dan porsi makannya juga sedang banyak. Apa pun itu, Keira tetap cantik di matanya.

“Kei,“

“Apa?”

“Soal yang tadi—“

Keira langsung mendongak dan segera menutup mulut Jeandra menggunakan salah satu jari telunjuknya. Ia tahu jika pria itu pasti akan membahas soal pernyataan cintanya tadi. “Enggak usah dibahas dulu, Mas. Aku tahu kalau perasaan kamu pasti belum bisa move on sepenuhnya. Iya, ‘kan?“ tebaknya sok tahu. Kemudian berujar sok bijak. “Enggak apa-apa. Aku ngerti.“
Padahal ia dongkol bukan main saat memikirkan jika perasaan Jeandra mungkin masih tertinggal untuk sang mantan. Tetapi, ia sedang tidak ingin terlalu lama dirundung rasa kesal. Sudah cukup ia merajuk selama 2 hari karena perkara pipi kemarin. Malam ini ia hanya ingin bermanja-manja, dan sama sekali tidak ingin merusak kebersamaan mereka berdua. Sehingga ia pun mengakui, “Dulu aku juga susah move on dari Sam. Padahal kelakuannya udah kayak taik—”

Saturday Night Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang