PART 20

19.3K 1.1K 13
                                    

PART 20

Meskipun sudah berbaikan dengan Jeandra dan setuju untuk menemani pria itu membeli hp baru serta menerima tawarannya untuk diajak berbelanja, tapi Keira tetap akan merasa sensitif jika ada sesuatu yang berhubungan dengan Nara. Karena ia merasa kalau wanita itu masih sangat bergantung dengan suaminya. Apa lagi tadi sore Jeandra juga sempat meminta izin untuk sekalian mengantarkan Nara pulang dari rumah sakit selepas jam kerjanya usai. Sehingga malam itu Keira pun iseng bertanya, “Mas.”

“Hmm?”

“Mbak Nara tahu enggak sih kalau kamu udah nikah?”

Jeandra langsung mengernyit begitu mendengarnya, tapi hanya sekilas. Setelah itu, ia pun menjawab, “Ya tahulah.”

“Tapi kan kita nikahnya diem-diem.“ Keira menyahut lagi dengan nada kalem. Walau sesungguhnya ia sudah bisa menebak, pasti Jeandra-lah yang sudah memberitahu soal pernikahan mereka kepada Dinara. Karena seingatnya, kedua orang itu pernah bertemu setelah mereka menikah. Ingat, Dinara bahkan pernah mengangkat telepon darinya saat ia sedang menelepon nomor ponselnya Jeandra. Selain itu, keduanya juga masih berada di satu tempat kerja yang sama.

“Iya, tapi dia tahu kok.”

“Terus dia tahu juga gak kenapa kita berdua bisa nikah?” tanya Keira yang mendapat anggukan kepala dari Jeandra.

Keira tampak manggut-manggut singkat. Sekarang ia mengerti. Mungkin karena itulah Dinara masih berani menghubungi Jeandra saat wanita itu sedang terkena musibah. Lantaran Dinara tahu kalau Jeandra menikah bukan karena cinta, melainkan karena hal lain yang sesungguhnya sudah malas untuk Keira ingat. Dan meskipun saat itu kepalanya hanya manggut-manggut samar di dekat Jeandra yang sedang sibuk mengerjakan sesuatu entah apa di layar laptopnya, tapi sesungguhnya Keira tetap menyimpan setitik rasa kesal di dalam dada. Tentu saja rasa kesal itu tertuju untuk Dinara. Karena Keira yakin kalau Dinara pasti sengaja, sengaja menghubungi suaminya saat jatuh dari kamar mandi. Padahal Dinara bisa saja meminta tolong kepada orang lain, mungkin teman atau ... tetangga apartemennya yang jauh lebih masuk akal.

Entah kenapa, sekarang Keira jadi menyimpan rasa benci untuk Dinara. Padahal dulu—ketika pertama kali mereka berkenalan, saat itu Dinara masih berstatus sebagai tunangannya Jeandra—Keira lumayan menyukai wanita itu, karena dia terlihat sangat baik dan ramah.

Namun, sekarang penilaian itu seolah mengabur begitu saja. Karena di mata Keira, Dinara tak lebih dari wanita ular yang masih berani mengganggu suaminya, dan berpotensi mengancam posisinya sebagai si istri sah. Walau nyatanya ... ia-lah yang secara tak langsung telah merebut Jeandra, dan merusak hubungan mereka.

Sial. Keira benci dengan lautan fakta yang diketahui olehnya.

Dan sebagai bentuk pengalihan, Keira pun langsung bangkit dari atas sofa, yang membuat Jeandra jadi bertanya dengan segera.

“Mau ke mana?“ pria itu tampak mendongak, mengalihkan pandangan dari layar laptopnya.

“Ke dapur sebentar.“ Keira bergumam seraya melirik pria itu sekilas. Selanjutnya, ia pun pergi ke dapur dan langsung menghentakkan kakinya di sana. Ia benar-benar kesal begitu mengingat fakta bahwa dirinya-lah si biang masalah dari hubungan yang pernah terjalin di antara Jeandra dengan Dinara. Meski waktu itu Jeandra sudah sempat mengatakan kalau dia putus hubungan dengan Nara sebelum mereka berdua resmi menikah.

Keira lantas mengambil sebotol air es dari dalam kulkas, lalu meneguknya saat itu juga. Biasanya ia sangat jarang sekali meminum air es seperti sekarang. Apa lagi di saat baru turun hujan, dan cuaca dingin masih menyengat. Tetapi, khusus malam ini, hatinya yang panas sedang membutuhkan sesuatu yang dingin, dan air es terasa sangat tepat untuk dipilih.

Setelah itu, ia menaruh botolnya ke atas meja pantry. Kemudian menarik salah satu kursi tinggi, hingga akhirnya sibuk berpikir. Kalau seandainya ia meminta kepada Jeandra agar pria itu tidak lagi berhubungan dengan Dinara, kira-kira Jeandra mau menurutinya atau tidak ya?

Namun, di satu sisi Keira merasa kalau hal itu terlalu berlebihan. Apa lagi Jeandra dan Dinara juga masih satu kantor, rasanya mustahil kalau kedua orang itu benar-benar saling menjauh.

Cukup lama Keira sibuk menimbang-nimbang serta memikirkan berbagai macam kemungkinan yang ada, hingga akhirnya sosok Jeandra pun muncul di dapur dan menegur dirinya.

“Hei, kamu ngapain, hmm?”

“Eh?” Keira mengerjapkan matanya dan langsung berdeham salah tingkah, lalu menunjuk botol bekas minumnya yang ada di atas meja. “Ini ... aku tadi habis minum. Haus banget soalnya.“

Jeandra mengernyit, tapi sebelum pria itu bertanya lagi, Keira sudah lebih dulu mengajaknya sekaligus menggandeng tangannya untuk pergi dari dapur. Karena hari sudah larut, dan sudah waktunya untuk tidur.

Begitu sudah sampai di kamar sekaligus sudah menyelesaikan rutinitas sebelum tidur yang selalu mereka lakukan, Jeandra pun mulai kembali membuka obrolan saat keduanya sudah berbaring di atas ranjang.

“Kei,“ panggilnya setelah berbaring miring menghadap ke arah Keira sepenuhnya. Sementara perempuan itu sudah memeluk gulingnya dengan nyaman, lantas bergumam.

“Gimana kalau besok kita lunch bareng?” usul Jeandra, kemudian ia pun menambahkan. “Lunch-nya di luar, nanti aku jemput.”

Keira mengernyit. “Memangnya gak repot? Nanti kamu malah bolak-balik.”

Kepalanya Jeandra tampak menggeleng. “Nanti aku usahain.“

“Gak usah, Mas. Nanti kamu share loc aja, biar aku pergi sendiri.”

Sebelum Jeandra sempat membantah, Keira sudah lebih dulu mengatakan kalau hal itu lebih praktis dan tidak akan membuang-buang waktu di jalan. Tahu sendiri betapa macetnya Jakarta. Selain itu, Keira juga takut kalau Jeandra akan menghabiskan waktu istirahatnya terlalu banyak jika harus memaksa bolak-balik hanya untuk mengantar-jemput dirinya di rumah.

“Lagian, tumben banget sih kamu mau ngajak aku lunch bareng? Biasanya juga gak pernah,“ ujar Kiera yang saat ini sedang melirik Jeandra dengan pandangan heran. Karena biasanya, saat di hari kerja, suaminya itu tidak pernah mengajaknya makan siang bersama. Yang ada ia malah pernah secara tak sengaja mengetahui kalau pria itu berencana makan siang dengan Dinara. Katanya sih bersama beberapa rekan kerjanya yang lain juga, makanya waktu itu telepon darinya pernah diangkat oleh perempuan itu, karena saat itu Jeandra sedang pergi ke toilet sebentar.

“Ya ... enggak apa-apa. Cuma pengen aja.” Kemudian, Jeandra pun kembali melanjutkan, dengan nada yang lebih pelan. “Sama sekalian, biar pelan-pelan aku bisa nunjukkin status baru. Kalau sekarang aku punya kamu.”

Keira langsung menahan bibirnya agar tidak mesem-mesem. Ia lantas berdehem sembari bergerak pelan untuk menyembunyikan perasaannya saat itu. “Memangnya kamu mau ngajak aku makan di mana? Di deket kantor, atau ...?“

Jeandra tampak mengerjap. “Eh, iya. Di deket kantor aja kayaknya.“

Hal itu sontak membuat Keira jadi tertawa pelan.

“Cafe depan kantor juga makanannya enak-enak, besok kamu dateng aja ke sana. Kamu tahu kan alamat kantorku di mana?“

Keira langsung mengiakan. Padahal, tadinya Jeandra berniat untuk mengajak istrinya itu makan siang di salah satu restoran seafood favoritnya, tapi sepertinya ia bisa mengajak Keira ke sana di lain waktu saja. Karena tujuan utamanya makan siang berdua dengan Keira adalah untuk pelan-pelan menunjukkan sosok perempuan itu di dalam hidupnya. Supaya orang-orang tidak lagi menganggap Nara sebagai tunangannya ataupun bercanda sembari membawa-bawa nama perempuan itu sebagai calon istrinya.

*****

Rabu, 31 Mei 2023

Saturday Night Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang