Hai, haiiii...
Gak kerasa udah bulan Agustus ternyata 😅
Dah lama gak update 🙏😂Btw, happy reading, guys!!!
***
PART 31
Syahila benar-benar memanfaatkan waktunya sebaik mungkin selama ia berada dan menginap di Jakarta. Wanita setengah baya itu sibuk menghabiskan waktu bersama kedua putrinya. Beberapa kali mereka sempat berbelanja, berkumpul, serta jalan-jalan bersama, bahkan menghadiri acara makan malam sekeluarga—termasuk dengan keluarga Jeandra serta Pram juga. Karena mereka semua tahu kalau Syahila jarang sekali memiliki waktu luang untuk datang ke Ibu Kota seperti sekarang. Sampai tibalah di mana Syahila harus pulang dan kembali menjalani rutinitas sehari-harinya di rumah.
Selama itu pula Keira tidak pernah lagi membahas perihal alasan kenapa Jeandra bisa putus hubungan dengan si mantan tunangan. Karena ibu hamil itu seakan lupa, atau mungkin diam-diam masih mencari waktu yang pas untuk segera bertanya. Lagi pula dia juga sedang hamil dan tidak boleh terlalu banyak pikiran. Biarlah saat ini ia menikmati masa-masa kehamilannya yang penuh warna dan terasa menyenangkan. Karena momen ini termasuk momen yang langka. Kapan lagi ia bisa menikmati momen kehamilan pertamanya kalau bukan sekarang? Sehingga ia pun tidak mau menyia-nyiakannya begitu saja. Bahkan saat ini ia sedang sibuk menikmati pedasnya rujak di atas meja makan. Karena sejak tadi ia memang sudah sangat rewel ingin memakan rujak buah. Yang ada bengkuang serta kedondongnya, yang banyak.
Dan permintaan itu tentu saja segera dituruti oleh Jeandra, si suami siaga. Apa lagi ini juga sedang tanggal merah, jadi ia sedang tidak bekerja dan tidak berencana untuk pergi ke mana-mana.
“Udah, cukup. Itu pedes banget,” tegur Jeandra untuk yang ketiga kalinya, lantaran Keira sangat keras kepala dan belum berhenti juga memakan rujaknya. Padahal dahi serta pelipis wanita itu sudah berkeringat cukup banyak, bahkan bibirnya juga terus berdesis dan terlihat sedikit bergetar menahan rasa pedas.
“Dua lagi, Mas.” Keira tampak terkekeh sembari mencocolkan potongan timun di tangannya ke atas bumbu rujak, lalu memakannya, dan melakukan hal yang sama terhadap potongan kedondong terakhir yang bisa ia makan.
Sementara itu, Jeandra hanya geleng-geleng pelan dan segera menjauhkan sisa rujak di piring agar tidak diraih lagi oleh Keira. Sudah cukup wanita itu memakan rujaknya dengan lahap. Kalau diteruskan—apa lagi jika sampai habis tak bersisa, Jeandra khawatir kalau istrinya itu akan sakit perut nantinya.
“Duh, pedes banget.” Keira yang sudah selesai meminum air putih dari dalam gelas, tampak mengibas-ngibaskan sebelah telapak tangannya di depan lidah. “Pedesnya baru kerasa.”
Tatapan mata Jeandra seolah-olah mengatakan kata ‘Kaaan, dibilangin juga’.
Namun, nyatanya bibir pria itu sama sekali tidak menyumbang omelan. Sebagai gantinya, ia hanya menyuruh Keira untuk segera berkumur-kumur supaya rasa pedasnya sedikit berkurang. Biasanya hal itu cukup ampuh dilakukan.
“Mas,”
“Apa?“
“Mmm... aku masih pengen makan,“ ucap Keira sembari menyumbang cengiran kecil di bibirnya. Karena ia sadar kalau porsi makannya jadi semakin meningkat setiap harinya. Padahal belum ada 2 jam sejak ia makan siang, yang dilanjut menyantap beberapa potong biskuit ibu hamil sebagai camilan, dan barusan ia juga baru selesai memakan rujak, tapi perutnya seakan bolong dan semua makanan tadi hanya numpang lewat sebentar.
Jeandra lantas bertanya, “Mau makan apa lagi, hmm? Kamu bilang aja, pasti aku beliin.“
“Beneran?“
KAMU SEDANG MEMBACA
Saturday Night
RomanceKeira tidak menduga kalau malam acara resepsi pernikahan sang kakak malah akan membawa malapetaka bagi dirinya. Ia terjebak dalam hubungan satu malam bersama seorang pria. Celakanya lagi, pria itu sudah memiliki seorang tunangan dan mungkin tak lama...