Komplikasi

163 26 1
                                    

Risau tak bisa dielak,hanya menerka-nerka hal yang bisa dilakukan sepanjang perjalanan menuju rumah.Gulf terpikir akan perkataan Bright, mungkinkah ia bersungguh-sungguh dengan perkataannya? atau hanya gertak semata.

Sesaat sampai didepan rumah di dapatinya mobil yang berjejer, gemerlap rotator menjadi aksen tersendiri menandakan siapa sang pemilik.Setelah turun dari motor tatapan sulit diartikan keluar dari wajahnya kala meniliki satu persatu mobil yang terparkir depan rumah, perasaannya mulai tidak karuan saat tau dengan jelas siapa pemilik mobil.

Hendak melangkahkan kaki kedalam rumah namun terhenti saat gerombolan orang keluar dari dalam rumahnya,Gulf berusaha menghentikan langkah mereka saat melihat kedua tangan ayahnya terbelenggu birai besi dengan pengamanan yang terkesan memaksa.

"tunggu!...apa kalian mendapat surat ijin penangkapan?"

"tentu saja kami tidak akan semena-mena menahan dan menangkap orang,semua atas perintah"

"atas tuduhan apa ayahku ditangkap?"

"kau anaknya?"Gulf mengangguk meng-iyakan pertanyaan pihak kepolisian

"kalau begitu untuk lebih lanjut kau bisa hubungi pengacara ayahmu"

"tapi katakan atas tuduhan apa ayahku ditangkap" Gulf paham jika ayahnya ditangkap karena keterlibatannya dengan dokumen pembunuhan yang disimpan atas kesepakatan antara ayahnya dan ayah Bright,namun setidaknya ia ingin mendengar kejelasan nya dari pihak kepolisian secara langsung

"ayahmu ditangkap atas tuduhan pembunuhan"

"pembunuhan?kau yakin tidak salah tindak atau salah informasi?"

"tentu saja.kami menemukan beberapa bukti yang mengarah pada ayahmu,dan semua itu menjadi alasan kami menangkap tuan Thanawat Jayendra atasan tuduhan pembunuhan kepada ayahnya sendiri tuan Amaro Jayendra"

"kakek?"

Tergemap akan pernyataan yang baru ia dengar, kepalanya menyimpan banyak tanya meski berusaha untuk mencerna,wajahnya menunjukkan kekecewaan berat terhadap sang ayah,ia tau ayahnya begitu besar akan ego tapi apa sekiranya yang membuatnya gelap mata hingga tega menewaskan ayahnya sendiri.

Bibirnya mendadak kaku untuk digerakkan,tangannya sedikit gemetar,tubuhnya seakan terkena renjatan hebat hingga membuatnya diam membeku untuk beberapa saat.Matanya terus bertanya pada mata sang ayah saat tatapan keduanya bercengkrama,ia butuh jawaban pasti dari sang ayah tentang hal ini,ia ingin pernyataan dari ayahnya jika semua ini hanyalah sebuah kesalahpahaman,namun sepertinya itu dibenarkan oleh tatapan penyesalan dengan mata berair dari wajah ayahnya.

"kami akan membawa ayahmu untuk interogasi secara intens,sementara tim penyelidik dan kanit reskrim akan tetap berada disini untuk menyelidiki lebih dalam kalau-kalau ada pelanggaran lain yang ayahmu lakukan, permisi" masih belum bisa berkata Gulf hanya menatap kepergian ayahnya yang dibawa oleh tim kepolisian.

Dengan lunglay tubuhnya terpaksa harus dilangkahkan menuju kedalam rumah, kenyataan yang baru ia ketahui terlalu menohok untuknya.Keadaan rumah sedikit kacau karena sedang berlangsung nya proses penyelidikan,Gulf hanya bisa menatap apa yang sedang terjadi di depan matanya tanpa mau mengganggu tim penyelidik menjalankan tugasnya.

"kau keluarga dari tersangka?" salah satu tim penyidik datang menghampiri Gulf yang masih terperanga akan kondisi rumahnya.

"Iyah aku anaknya" ia memang menjawab tapi terdengar dari suaranya ia terlalu lemas untuk menjawab pertanyaan kecil sekalipun.

"bisa tunjukkan dimana ruang kerja ayahmu!" Gulf mengangguk tanda meng-iyakan,ia berjalan menuju ruang kerja ayahnya dengan menuntun tim penyelidik.

"ini ruang kerja ayahku"

"terima kasih,jika ada yang ingin kau tanyakan kau bisa bertanya pada kami,jika kau mengetahui sesuatu kau juga bisa beritahu kami" lagi-lagi Gulf hanya mengangguk sebelum akhirnya ia pergi berlalu menuju kamarnya.

kecewa berkali-kali,sedih terus terjadi, tertegun untuk ke sekian kali,harus iba atau marah pada sang ayah?...

"maaf ibu tapi sekarang aku merasa tidak baik-baik saja,aku harus merubah kekecewaan menjadi kecemasan"

Bukan lagi oleh orang terdekat,kali ini ia dikecewakan oleh orang yang seharusnya menjadi panutan dalam hidup.
.
.
.
.

Menyongsong pagi dengan turun ke dapur untuk meredupkan suara bisik dalam perut,Gulf duduk di meja makan dengan meneguk segelas susu,namun pikirannya terus bersorak tentang ayahnya yang semalam dibawa pihak kepolisian.

Memandangi setiap sudut ruang, membuat nya tersadar betapa dingin teramat mencolok mengisi ruang kosong dalam rumah yang terlalu besar untuk ditinggali dua orang,Gulf hanya ingin melihat kehangatan terbagi disetiap sudut .

"aku ingin memberi sedikit kehangatan disetiap sudut rumah walau tanpa perhatian,tapi sekarang aku harus memberi kekuatan ditengah kesakitan"

Bangkit dari kursi,Gulf pergi ke kamar ayahnya, dilihat bingkai foto terpajang diatas nakas,senyum menghiasi wajah kala melihat sosok dibalik bingkai foto.

"ayah begitu mencintai ibu tapi kenapa tidak dengan aku?" merasa iri pada ibunya sendiri tentang kasih sayang dari ayahnya adalah hal yang sedikit aneh.

"ibu katakan padaku orang seperti apa ayah itu?aku anaknya satu-satunya tapi aku tidak tau dia sosok seperti apa sebenarnya,aku tidak seperti anak yang lain yang punya kesempatan untuk berbagai sesi tawa dan duduk berdua dengan hangat bersama ayah,selama ini rasa benci terlalu menguasai ku pada ayah, terkadang aku iri melihat Mew yang begitu akrab dengan ayahnya,aku sempat berpikir seperti apa rasanya berbagi hal menyenangkan dengan ayahku sendiri".

Iri dengan kehidupan orang memang terlihat biasa tapi itu menyedihkan,melihat orang lebih beruntung daripada kita membuat hati kadang tak terima dengan perlakuan tuhan,seolah dia hanya memilih orang tertentu untuk merasakan keberuntungan.

Setelah beberapa saat terdiam menatap sebuah pigura foto suara dering telepon memecah senyum nya.

"Gulf"

"kenapa paman?"

"aku sudah mendengar semuanya dari pengacara ayahmu semalam,aku juga berniat segera pulang kesana setelah mendengar berita ini tapi Emma harus dilarikan ke rumah sakit karena demam hingga membuat ku tidak bisa meninggalkan nya" nampak suara cemas dan hawatir dari nada bicara Mario

"Paman pikirkan saja kak Emma,disini biar pengacara ayah yang handle"

"maafkan aku Gulf, sungguh maafkan aku"

"kenapa harus minta maaf,paman juga punya kepentingan sendiri aku tau itu"

"jika ada hal lain kau bisa telepon aku jangan biarkan aku mendengar berita seperti tadi dari orang lain lagi"

"Iyah"

"Gulf?"

"kenapa lagi?"

"aku tidak akan memaksa mu tapi jika bisa kau kunjungi ayahmu,berprilaku lah layaknya seorang anak setidaknya untuk kali ini saja saat dia terpuruk"

"jangan menyuruhku"

"tidak apa-apa jika tidak mau,kau pikirkan saja sekolahmu"

"jangan menyuruhku,tanpa kau suruh pun aku sudah berniat ingin mengunjungi nya"

"kalau begitu tutup teleponnya,jika butuh teman kau bisa telepon Mew"

TBC
.
.
.
.
.
Angkuh dengan diri sendiri bukan jalan terbaik

selenophile [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang