Tentang hunian usang

168 24 0
                                    

Banyak yang ingin ia tunjukkan, banyak yang ingin ia lakukan,banyak yang ingin ia berikan sebagaimana keinginannya,namun niatnya harus pupus terbawa arus.

Ditatapnya bangunan yang ia huni bersama sang ayah,takdir telak menolak bahagianya,hidup banyak tuntutan,banyak permasalahan,dunia banyak bergurau.

"harus aku beritakan seperti apa,rumah ini utuh,semua orang melihatnya,mereka menganggap nya begitu,tapi bagaimana aku beri tahu jika utuh tak selamanya sempurna,banyak luka didalam sini, terlalu banyak hingga sulit untuk ditatan kembali"

Bukan merasa paling tersakiti atau paling kuat,ia merasa harus menang atau kalah?...Bertanya tentang luka,bukan saatnya untuk dibahas, semua sudah telanjur membekas dan sekarang sudah terlanjur mendalam.

Dipendam sedalam mungkin,dibiarkan sebanyak mungkin,dirasakan sendiri,sampai goresannya sembuh sendiri,apa mungkin hilang secepat mungkin?

Apa itu ayah dan apa itu kasih sayang?..Bisakah menjelaskan semua itu padanya tentang bagaimana rasanya di sayang bahkan difuja. Karna dia yang katanya ayah, justru menjadi luka batin nya.

Betapa tidak nyamannya ia saat berada satu atap dengan sang ayah,namun kini dirasa sangat ingin melakukannya namun ada cemas yang memudarkan tekad,berulang kali meyakinkan diri jika semua mustahil untuk terjadi,cukup keluar dari lubang yang selama ini membelenggu, ikhlaskan kenangan buruk yang telah tercipta,walau sulit untuk terobati.

Menyiapkan diri untuk bertegur sapa dengan sang ayah,akankah ini menjadi pertemuan terakhirnya dengan sang ayah,atau keajaiban benar-benar ada wujudnya?

Kemeja putih teramat rapih,rambut lelas tersisir jelas,kali jenjang begitu jelas terpajang, sepatu hitam sedikit menghasilkan suara,kini ia berusaha duduk untuk bertatap wajah dengan sang ayah.

Dilihat wajah sang ayah seakan hirap akan harap,lelah tak tau arah,namun bukan haknya untuk marah,semua yang terjadi atas kesadaran yang disengaja.

"kau terlihat tampan"

"Benarkah?"sedikit gelagapan wajar saja, pasalnya ia mengingat ini adalah fujian pertama dari sang ayah untuknya.

"Kau tau,hidupmu terlalu berarti jika hanya untuk membenci manusia seperti ku,kau terlalu sempurna untuk menjadi seorang anak dari ayah seperti ku" penyesalan selalu datang di akhir memang benar adanya,terlalu mudah ditebak alur yang disangka rumit saat awal.

"Bisa aku ralat?jika kau bukanlah sebuah kesalahan,hadirmu anugrah yang tak pernah aku sadari.aku berpikir tentang bagaimana kau mengahadapi semua sendirian, bagaimana hidupmu saat tidak ada siapa-siapa lagi di dekatmu"

"Tenang saja, aku ada karena luka. Aku tercipta juga karena Lara. Aku sudah lebih dahulu merasakannya dan kau tidak akan merasakan luka ini dalam waktu yang lama karena mungkin kita sudah akan berbeda dimensi,kau akan pergi ke dimensi yang lebih menyakitkan dari luka yang aku alami. Dimensi yang akan menjunjungmu pada langit yang Indah. Dimensi yang pada akhirnya tidak pernah menganggap bahwa luka itu salah" ingin sekali ia menahan bibirnya,namun semua harus dikeluarkan sebelum terlambat,ia hanya ayahnya tau apa yang selama ini ia pendam.

masih berniat melanjutkan perkataannya Gulf terus mengeluarkan semua sumbar serapah yang pernah ia terima dan pendam.

"aku harap bisa membenci mu seperti caramu membenciku,tapi aku tau sekalipun kau mempunyai kesempatan untuk kembali,aku tidak akan sanggup melakukannya padamu" tatapannya semakin dalam memandang mata sang ayah yang dengan tenang mendengar semua perkataan anaknya.

"marah padaku itu adalah hak mu,aku tau semuanya terlalu mudah jika hanya berakhir dengan kata maaf. Seharusnya ada banyak hal sia-sia yang harus aku hentikan sejak lama, termasuk mendesak mu melakukan semua tuntutan yang aku beri" kini wajah tergar ia tunjukkan di depan sang anak, setidaknya ia merasa jika sang anak akan sedikit baik-baik saja kala melihat ayahnya terlihat tegar

"aku tidak tau seberapa banyak luka yang kau pendam,hingga membuat mu enggan untuk sekedar bertegur sapa denganku walau dirumah sekalipun,jika lukamu bisa dibagi,maka berikan semua padaku,aku harus menanggung semuamya bukan?"

"kenapa kau baru mengatakan nya sekarang,aku membutuhkan nya saat dulu,tapi sayang kau tidak peduli,bahkan sialnya belum sempat sembuh luka yang satu,kau sudah menambah sakit yang lain".

"Pulanglah..! semua akan baik-baik saja jika hidupmu tidak terlibat lagi dengan ku,anggap saja kepergian ku sebagai penebusan dari apa yang kau alami"

"ini bukan tentang seberapa banyak luka yang aku punya, melainkan seberapa lama aku menyembuhkan nya. Jika kau pikir dengan kepergian mu akan membuat ku merasa menang,maka kau salah,itu hanya akan membuat lukaku terus bertambah"

"setidaknya kau tak perlu melihatku lagi agar terhindar untuk bertegur sapa"

"itu semua tidak akan terjadi,jika kau perlakukan aku layaknya seorang putra. Kau membuatku lebih nyaman hidup berdampingan dengan orang lain ketimbang dengan keluarga ku sendiri"

"setelah ini hiduplah sebagaimana mau mu, hiraukan yang telah terjadi"

"harus aku mulai darimana. Retaknya terlalu banyak,setidaknya bantu aku memperbaiki semuanya, kembalilah..untuk menatan semuanya bersama-sama"

"maaf" thanat pergi begitu saja meninggalkan Gulf. Terlihat jelas sedikit bulir keluar dari sudut mata sang ayah saat pergi meninggalkan nya.

Nampak gusar setelah apa yang terjadi,Gulf memutuskan untuk pergi. Ayahnya memilih meninggalkan Gulf jadi tidak alasan untuknya untuk tetap berada disana.

Mengingat akan tutur kata yang sempat terucap kala bertemu sang ayah,ia merasa bodoh untuk sesaat,meski luka banyak dirasa haruskah ia bersikap demikian pada ayahnya?...Takdir memang membosankan,selalu saja menganggap jika orang tua tetaplah orang tua,tanpa melihat retakan apa yang telah diperoleh.

Satu hal yang disadari,Kebencian tidak akan berhenti dengan kebencian lagi,hanya dengan cinta,ini adalah aturan hidup yang abadi.

TBC
.
.
.
.
.
Dia harus jauh agar tak banyak luka di timbulkan

selenophile [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang