Gaharu Cendana

146 23 0
                                    

Bab baru dalam kehidupannya,titik yang akan ia ratapi adalah kehilangan mereka yang ia sayangi,bagian yang paling tidak di sukai namun harus tetap berjalan sesuai garis takdir,ia dipaksa hidup tanpa kehangatan keluarga di sisinya.

Takdir yang termaktub membuatnya tak bisa hidup berdampingan dengan kedua orang tuanya. Sempat ingin memulai lembaran baru dengan sang ayah,namun semua kandas sebelum tuntas.

Membisu pada asa yang sedalam samudera, berpasrah pada yang kuasa,namun tetap masih belum menerima dengan sepenuh hati,walau dikata ia sudah ikhlas semua hanya penghibur diri semata.

Dua manusia jalan beriringan menyita perhatian beberapa pasang mata, kehadirannya seperti di tunggu,namun sebagian tidak tau siapa sang pria yang ada di depan mata, terlebih siapa gerangan wanita cantik yang ikut serta bersebelahan dengan si pria. Langkah keduanya terhenti saat melihat sang anak dengan setelah jas hitam sedang duduk merunduk di atas lantai beralas,nampak meratapi kepergian dari sang ayah.

"Gulf?" mellifluous menyita banyak perhatian banyak nya pasang mata pelayat.

Mendengar suara yang tak asing di pendengarannya,Gulf dengan cepat mengangkat kepala yang tertempel di lutut kakinya yang sejak tadi enggan untuk menyudahi acara menunduk nya,dilihat dia yang memanggil namanya, ternyata benar dia adalah seseorang yang dikenal.

Mendengar suara yang tak asing di pendengarannya,Gulf dengan cepat mengangkat kepala yang tertempel di lutut kakinya yang sejak tadi enggan untuk menyudahi acara menunduk nya,dilihat dia yang memanggil namanya, ternyata benar dia adalah seseorang ...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Wanita cantik nan tinggi,wajahnya bak aphrodite,kulit putih seperti murni, mengenakan dress hitam dan sepatu yang berpadu dengan rambut setengah di ikat,yang membuanya nampak seperti sebuah fatamorgana.

"Prim?" Bangkit dari duduk,dengan segera berhambur lari kedalam pelukan si wanita yang memanggil namanya. Isakan kembali membuncah kala dirinya berpelukan dengan si wanita, seakan mendapat tempat yang dicari untuk meluapkan kesedihan,Gulf menangis dengan leluasa di dalam pelukan.

"menangislah,aku tau itu yang kau butuhkan" Prim mengusap punggung dan rambut Gulf dengan penuh penenangan, seakan ia tau apa yang dirasa.

Setelah dirasa cukup Gulf mengangkat kepala dari pelukan,ia mengusap wajah basahnya,kini giliran si pria yang memanggil namanya "Gulf, kemarilah!"

"Paman".Gulf kembali berhambur ke dalam pelukan,namun kali ini ia datang ke pelukan sang paman yang sudah ia anggap seperti ayah sendiri.

"Kenapa paman lama sekali"

"maaf,maaf aku terlambat" Mario mendekap Gulf dengan erat,sedikit penyesalan dalam dirinya telah membiarkan Gulf menghadapi masa paling sulitnya sendirian tanpa ditemani oleh olehnya.

"tuhan benar-benar membenci ku,dia mengambil semua yang aku punya"

"Jangan begitu,tuhan sayang padamu,dia ingin melihat seberapa jauh kau bertahan terhadap mara yang ia beri,tuhan tau kau bisa melalui nya,bukan tanpa sebab ia memberimu semua cobaan ini"

"jika benar tuhan ingin melihat seberapa jauh aku bertahan,maka aku akan menyerah sekarang juga,aku akan diam,aku tidak akan mengeluh,aku akan berhenti meminta banyak hal padanya"

"kenapa kau katakan itu?..Lelah memang,sakit pasti terlebih banyak pahitnya,mungkin sekarang kau menangis tapi tidak dengan putus asa,tidak apa-apa jika kau menganggap tuhan tidak adil,kau bebas berpendapat" Mario ikut terisak kala sang anak berada dalam dekapan.

Semua mata menyaksikan adegan pilu antara Gulf dan Mario,namun lain dengan Mew yang sejak tadi tatapannya membuat tanya,siapa sang wanita yang dengan mudah membuat Gulf menangis dalam pelukannya dengan begitu leluasa.

Gulf masih enggan untuk jauh dari peti kayu tempat sang ayah,ia kembali terduduk dengan kaki yang ditekuk,kali ini ia duduk ditemani Mario dan Prim.

Sorot mata Mew kembali pada sang wanita, terlebih kali ini Gulf menyenderkan kepalanya dibahu si wanita yang duduk dengan anggun dan tenang,ingin bertanya namun sadar ini bukan waktunya, berprilaku lah sesuai keadaan.

"Gulf,jika bisa tidurlah dulu,besok kau harus menghadiri acara kremasi ayahmu"

"mataku tidak mau dipaksa"

"terserah kau, setidaknya makan sesuatu untuk mengisi tenaga mu"

"aku tidak lapar paman"

"biar aku yang ambilkan ya Gulf,kau mau kan?"

"tidak Mew,aku tidak mau makan"

"Gulf,perutmu tidak tau jika kau sedang berkabu, jika kau ingin terus menemani ayahmu maka kau harus terus terjaga,tapi bagaimana bisa kau terjaga jika tenagamu tidak ada, setidaknya makan sedikit saja ya" bujuk Prim dengan lembut yang dijawab anggukan oleh Gulf,yang membuat Mew semakin tidak tahan untuk bertanya tentang siapa wanita dihadapannya.

.
.
.
.

Di sinilah letak intinya,dimana kisah tentang sang ayah akan benar-benar berakhir dan usai. Kini saatnya dengan sepenuh hati ia merelakan sebuah kepergian,walau dengan keterpaksaan tapi Tuhan sudah mengaturnya.

Terkadang menggantung tanya di hatinya,apakah ia reinkarnasi dari pendosa,menebus dosa kehidupan sebelumnya,hingga menanggung beban tiada habisnya.

Diliriknya peti peng-istirahatan terakhir bagi sang ayah sebelum akhirnya melebur menghalus menjadi abu. Kini hanya bisa melihat memori masa lalu untuk melihat wajah sang ayah.Di arak dengan laungan haru,peti mati di angkat dengan penuh kabu,sang anak di depan terlebih dulu,memegang figura sang ayah dengan sendu.

"Maaf,aku antar sampai sini saja,paman saja yang kedalam aku tidak mau lihat" wajahnya kembali meredup dengan menunduk.

"Kau yakin?"

"Iyah"

"Biar Prim temani Gulf disini paman"

"yasudah,aku titip Gulf ,Prim"

Tau betapa sakitnya jika menyaksikan sang ayah menyatu dengan gaharnya merah panas,ia lebih memilih tidak melihatnya untuk menghindari bayangan kelam.

Dua jam lamanya prosesi kremasi berlangsung,Mario dan seluruh keluarga Alvarendra datang menghampiri Gulf dengan menyerahkan sebuah pasu kecil berisi sisa kehidupan yang kini sudah melebur.

"maaf,aku baru datang"

"tidak apa-apa, terimakasih selama aku di US kau sudah mau menghubungi ku perihal semua kejadian yang ada,dan juga kau sudah berusaha semaksimal mungkin,hanya tuhan berkehendak lain"

"bukan bahagia atas kabar duka,tapi jika boleh mengatakan aku lebih bahagia karena dia tumpur tidak jauh dari keluarganya"

"jauh atau dekat sama saja, sama-sama kita harus merelakan kepergian nya"

"thanawat lebih memilih mengakhiri hidupnya sebelum di devortasi, alasannya klasik ,dia hanya ingin anaknya sudi untuk sekedar memapah abunya ke columbarium berdampingan dengan istrinya"

"bahkan sampai akhir hidupnya,ayah tetap bertindak sesuai kehendaknya, sekarang aku harus tunaikan keinginan terakhirnya"

"kalau begitu kita pergi ke columbarium sekarang"

"Mario kau pergi dengan Gulf,aku dan istriku akan mengurus hal lain disini "

"baik kak. Tuan pirapat juga bisa ikut dengan mu untuk menyelesaikan urusan dari kepolisian"

"Ayah Mew ikut dengan paman"

"pergilah"

TBC
.
.
.
.
.
Aku mengantarnya untukmu

selenophile [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang