Secarik kertas sedang dipandangi oleh mata berlensa merah. Zephan, yang sudah mulai dengan aktivitasnya seperti biasa. Tetapi hari ini berbeda, dia memeriksa dokumen sambil memasukkan sepotong demi sepotong kue ke dalam mulut. Tanpa sadar, saat garpunya ingin mengambil lagi ternyata kue itu sudah tak tersisa di piring. Zephan meneguk segelas minuman coklat yang sudah mulai terbiasa menemani sarapannya.
"Pelayan! Kepala pelayan!" Teriak Zephan, lalu tak lama kemudian pria paruh baya itu datang.
"Ada yang bisa saya bantu tuan?" Tanyanya dengan penuh hormat.
"Bagaimana dengan gadis itu? Apakah dia sudah bangun?" Kepala pelayan yang tau maksud siapa itu langsung melaporkan.
"Belum tuan. Nyonya masih tertidur, mungkin itu efek mabuk. Saya juga sudah menyuruh Marie untuk melaporkan jika beliau sudah bangun" Jelas kepala pelayan.
"Pastikan untuk segera melaporkannya"
"Baik tuan" tunduk kepala pelayan.
"Cepat bawakan aku lagi kue itu!" Pinta Zephan yang ternyata sangat menyukai kue yang baru saja habis dia makan.
"Baik tuan. Sepertinya kue buatan nyonya begitu pas untuk anda" Kepala Pelayan tersenyum.
Zephan jarang memakan kue ataupun makanan yang manis. Banyak orang di mansion tak menduga saat tadi pagi Zephan menyuruh pelayan untuk memotong kue Pricilla semalam dan membawakan itu untuk sarapannya.
"Berisik. Lakukan saja apa yang aku suruh!" Ketus Zephan. Kepala pelayan lalu pamit dari sana.
Zephan termenung dia masih memikirkan hal semalam. Hari ini ulang tahunnya, khusus pada hari ini dia tak membencinya. Perasaan yang biasa kesal setiap tiba ulang tahunnya kini menjadi lebih baik. Zephan melirik ke sudut mejanya. Ada biskuit berbentuk bintang yang masih utuh di dalam plastik kecil yang transparan.
"Zephan, mungkin ini terdengar konyol. Kau tau? Kau adalah bintang bagiku"
Kalimat itu masih terngiang di kepalanya. Membuat senyuman di wajahnya terukir indah. Gadis itu tak seburuk yang dia pikirkan.
________________________
"Ukh!" Pricilla memegangi kepalanya yang masih berat. Dia baru saja membuka matanya dan menunggu Marie yang baru saja keluar.
Pricilla mencoba mengingat lagi apa yang terjadi semalam. Satu persatu ingatan itu muncul. Dan yang paling penting sepertinya Zephan menyukai kejutan yang ia buat. Sialnya, Pricilla kehilangan kesadaran di waktu yang tidak tepat. Dia berharap tak melakukan sesuatu yang memalukan.
Marie masuk kembali. Pricilla melihat Marie dengan tatapan penuh tanda tanya.
"Ada apa nyonya? Apakah saya harus memanggil dokter lagi?" Tanya Marie.
"Lagi? Apakah aku diperiksa dokter semalam? Aku tidak ingat, bisakah kau menceritakannya Marie?" Marie pun mulai menceritakan apa yang dia lihat. Dan itu membuat Pricilla hampir terkena serangan jantung.
"Marie! Kau pasti salah lihat! Tidak mungkin aku muntah di pakaian Zephan kan?!" Mata Pricilla membulat sempurna.
"Maaf nyonya, tapi itu kenyataannya. Saya dipanggil untuk mengganti pakaian nyonya dan saat itu pakaian tuan, ya. Seperti yang saya katakan." Pricilla mematung, ia mencoba lagi mengingat dengan keras.
FLASHBACK!
Zephan sudah berada di dalam kamar Pricilla. Gadis itu masih terlelap sambil bersandar di dadanya. Jujur, baru kali ini dia melihat bangsawan yang mabuk dengan sekali tegukan alkohol. Zephan memandangi gadis itu, wajahnya cantik bagaikan rembulan dengan rambut hitam bagai langit malam. Dia juga terlihat anggun dan polos dengan dress putih serta pita putih di rambutnya.
Zephan sering kali dikelilingi oleh para gadis. Tak sedikit pula yang bahkan terobsesi padanya. Namun, baru kali ini dia melihat gadis yang terobsesi padanya sampai hampir mengorbankan nyawanya untuk datang kesini. Anehnya dia tak membencinya hal itu, saat melihat gadis itu pertama kali, entah mengapa yang ada rasa ingin melindungi gadis itu sekeras mungkin.
Tak mau memikirkan hal apapun lagi, Zephan meletakkan tubuh Pricilla dengan hati-hati di atas kasur. Belum sempat ia ingin menjauhkan dirinya, Pricilla tiba-tiba mengalungkan kedua tangannya di leher Zephan. Matanya pun sudah terbuka, lelaki itu sangat terkejut saat itu. Apalagi tatapan gadis itu seperti menariknya ke titik terdalam.
Seakan terhipnotis, wajah Zephan semakin dekat dengan wajah Pricilla. Hampir berjarak beberapa centi lagi, tiba-tiba Pricilla memalingkan wajahnya. Dan dia mengeluarkan semua isi perutnya. Itu mengenai sedikit baju Zephan.
"Astaga!" Kesal Zephan yang langsung menjauh dan segera memanggil pelayan.
Flashback End
"Marie! Aku ingin menghilang dari bumi" Ucap Pricilla dengan wajah yang begitu putus asa. Entah mengapa hanya bagian itu saja yang ia ingat.
'Sialnya diriku ini. Padahal sedikit lagi bibir kami akan bertemu, tapi kenapa aku harus begitu huuuuuuuuu' Tangis Pricilla begitu dalam hingga menembus batinnya.
"Tidak apa nyonya. Tuan tampaknya tidak marah. Lagi pula anda adalah wanita pertama yang muntah di pakaian beliau" Kata-kata itu melancar dengan mulusnya dari mulut Marie. Dan gadis itu hanya tersenyum dengan polosnya.
"Aaahhhkkkk!" Teriak Pricilla, untunglah ruang kamar kedap suara.
"Nyonya ada apa? Apakah ada yang sakit?"
"Harga diriku Marie...." Lirih Pricilla, yang jatuh ke kasur lagi.
"Aku tidak ingin keluar dari kamar sementara ini ku mohon" Pricilla bersembunyi di balik selimut. Marie hanya bisa menggeleng pusing melihat kelakuan majikannya.
"Baiklah nyonya. Saya akan membawakan makanan anda kemari"
"Oke!" Pricilla mengeluarkan tangan lalu mengacungkan jempolnya saja.
Pricilla rasanya sangat malu sampai merasa tak ingin bertemu dengan Zephan. Rasanya citranya sebagai seorang gadis sudah ternodai di depan suaminya. Tanpa dia tau bahwa waktu berjalan begitu cepat.
To Be Continued
Hayy aku up lagi hehe
Menemani ngabuburit lagi
Aku kayanya ke depan bakal konsisten up cerita ini kejar sampe tamat deh
Tapi belum tentu up tiap hari karena ada jadwal kuliah
Jadi kalian HARUS FOLLOW aku untuk ikuti info up dari aku oke?
Jangan lupa vote and komen Minna :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Male Lead Itu Milikku
RomanceStatus : End Male Lead itu hidupku, satu-satunya yang dapat membuat ku bertahan di dunia yang memuakkan ini. Jika dia mati maka apalagi yang harus membuat ku bertahan? Ku kira aku mati, ternyata takdir mengizinkan ku untuk tinggal di dunianya. "Gran...