Chapter 21

11.6K 1K 14
                                    

Hari yang suram dengan keadaan salju turun sedikit demi sedikit. Isak tangis terdengar dari berbagai penjuru. Anak lelaki berpakaian serba hitam terduduk lesu di bangku taman yang memiliki atap. Pandangannya kosong ke depan, kesedihan mampu mencekik jiwanya saat ini. Ia kehilangan sosok paling berharga dalam hidupnya, tak lain adalah orang yang melahirkannya ke dunia ini. Dunianya seolah hancur, bahkan ia mendapatkan tatapan kebencian dari sang ayah saat itu.

"Permisi, bolehkah saya duduk di samping anda tuan muda?" Suara lembut itu membuat kesadaran anak berumur lima tahun itu kembali. Ia mendongak mendapati seorang wanita berambut hitam dengan pakaian hitam juga di depannya.

Wajah teduh wanita itu seakan mampu membuat kegundahan hatinya menghilang. Nampak di balik pakaian itu, perut yang sangat besar. Sepertinya wanita itu agak pucat.

"Silahkan" Jawab Anak itu. Wanita itu tersenyum manis lalu mengistirahatkan tubuhnya di bangku itu sejenak sambil bernafas lega.

"Terima kasih. Saya sungguh lemah hari demi hari." Ucap Wanita itu sambil mengelus perut besarnya. Anak itu hanya melirik saja.

"Apakah kau sedang sakit? Aku bisa memanggilkan dokter sekarang" tawar anak itu.

"Tidak. Saya tidak apa-apa, hanya kelelahan saja. Mungkin ini efek kehamilan saya yang semakin tua." Senyum lembut wanita itu.

"Apakah kau akan menyayangi anakmu nanti sampai dia dewasa?" Tanya anak itu spontan dengan apa yang terlintas dipikirannya.

"Tentu saja. Dia adalah anugerah terindah yang diberikan untukku. Semoga aku bisa terus melihatnya hingga dia tumbuh menjadi gadis yang cantik" Anak lelaki itu iri, melihat tatapan wanita itu yang begitu tulus saat mengucapkan hal tadi. Persis saat ibunya dulu.

Melihat tak ada kata-kata lagi yang dikeluarkan dari mulut anak laki-laki itu, sang wanita berinsiatif untuk menghiburnya.

"Tuan muda. Anda mungkin tak tau, bahwa Grand Duchess sangat menyayangi anda. Dia wanita cantik dan baik hati, beliau menurunkan paras jelitanya kepada anda. Mungkin saja, saat anak saya bertemu dengan anda, dia akan jatuh hati. Semoga anda, bisa berteman baik dengannya nanti" Mata anak laki-laki itu membulat mendengar hal itu lalu melirik kembali perut besar itu dengan pandangan penuh harapan.

"Apakah aku bisa bertemu dengannya?"

"Tentu. Tak ada yang bisa menghalangi Grand Duke masa depan melakukan hal yang dia mau." Senyuman kini terukir di wajah tampan nan imut itu. Matanya kini berbinar-binar tak sabar menunggu kelahiran bayi itu. Dia sangat menyukai bayi, tapi ibunya tak mau untuk memiliki anak lagi hingga akhir hayatnya.

"Saya akan memberitahu satu rahasia kepada anda. Tapi tolong jangan beritahu siapapun soal ini." Anak laki-laki itu tampak sangat bersemangat sambil menganggukkan kepalanya.

"Saya saat ini sedang mengandung keturunan peri dan saya pernah bermimpi bahwa dia akan menjadi peri yang sangat cantik"

"Wah" Mulut akan laki-laki itu membentuk huruf o yang bertanda dia sungguh sangat kagum mendengar hal itu.

Saat ingin mendengar lebih banyak lagi, wanita itu berdiri. Dari kejauhan nampak datang seorang lelaki yang ternyata bawahan darinya untuk menjemput.

"Apakah kita bisa bertemu lagi?" Wanita itu menoleh lalu tersenyum lembut.

"Tentu. Kita akan mengadakan pertemuan rahasia tanpa seorang pun tau" bisik wanita itu lalu pergi dari sana.
.
.
.

Begitulah ingatan Zephan mengenai wanita yang berada di lukisan itu. Sejak pertemuan itu mereka hanya saling berkabar lewat surat, wanita itu semakin lemah karena ingin melahirkan. Dan setahun kemudian Zephan memutuskan kontak dengannya karena sang Ayah yang mengetahui hal itu. Saat itu ia mulai belajar keras bagaimana menjadi penerus.

Male Lead Itu MilikkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang