Chapter 17

11.1K 1K 9
                                    

Di sebuah tempat yang di kelilingi oleh pepohonan. Betapa terkejutnya Pricilla mengetahui dia sudah berada di tempat yang asing. Gadis itu mengedarkan pandangannya, tak ada siapapun di sana kecuali burung-burung kecil dan cahaya matahari yang menyinari tempat itu.

"Ini dimana? Mengapa aku bisa berada di sini?" Bingungnya.

Pricilla mulai melangkah mencari jalan keluar. Namun, di balik pohon yang besar dia mendengarkan suara seorang wanita yang sedang bersenandung. Ia mempercepat langkahnya dan mengintip dari balik pohon itu.

"Wah! Cantiknya" Kagumnya ketika melihat sosok gadis berambut putih sepanjang pinggang duduk membelakanginya. Dia tampak seperti seorang bidadari dengan dikelilingi burung-burung kecil.

Saat Pricilla hendak menghampirinya, gadis itu malah menoleh ke samping, membuat Pricilla mengurungkan niatnya. Dan memutuskan untuk menunggu terlebih dahulu. Tak berapa lama seorang lelaki berambut hitam datang. Pricilla membulatkan mata sambil menutup mulut dengan tangannya.

"Ze-zephan!" Ya, laki-laki itu Zephan. Tapi gaya pakaiannya lebih agak kuno dari sekarang. Pricilla seratus persen yakin itu adalah suami kesayangannya.

Lelaki itu tampak tersenyum pada gadis tadi. Ia kemudian meraih tangannya lalu menciumnya. Pricilla mengalihkan pandangannya. Seketika air matanya menetes, ia tak salah lihat. Zephan memandangi gadis tadi dengan penuh cinta. Hati Pricilla terasa teriris-iris, siapa wanita itu? Apakah dia Lyli? Ataukah seorang gadis yang disembunyikan oleh Zephan?

"Hiks... Ini terlalu sakit, Zephan"
.
.
.
"Eh?" Pricilla membuka matanya. Dia melihat langit-langit kamarnya.

"Nyonya, syukurlah anda sudah sadar!" Pricilla melirik ke samping ternyata ada Marie yang memandanginya dengan khawatir.

'Ah, ternyata mimpi. Syukurlah itu mimpi' Pricilla tersenyum kecut. Dia berharap semoga mimpi itu tak kan pernah menjadi kenyataan.

"Apakah ada bagian yang sakit? Air mata anda sedari tadi terus mengalir" Tanya Marie. Benar, Pricilla baru sadar bahwa matanya sudah berair. Ternyata mimpi itu terlalu menyakitkan hingga dia mengeluarkan air mata yang nyata.

"Aku baik-baik saja"

________________________

Zephan sedang duduk sambil menatap keluar jendela. Pikirannya tak tenang, bayangan masa lalu menghantuinya. Istrinya sedang terbaring lemah di kasur semalaman. Dokter mengatakan bahwa gadis itu mengidap penyakit yang belum pernah diketahui tapi nampaknya penyakit itu cukup serius yang bisa melemahkan jantungnya.

Ia takut, gadis itu bernasib sama seperti ibunya. Padahal Zephan sama sekali tak berniat untuk menjalin hubungan lebih dengan gadis itu. Dan sekarang ia malah khawatir sampai tidak bisa tidur semalaman.

Padahal gadis itu mengatakan bahwa dia sangat mencintai Zephan, membuat Zephan sedikit berharap lebih. Tapi dengan cepat kenyataan menepis harapannya. Jika memang benar itu penyakit tak bisa disembuhkan maka, Pricilla akan segera meninggalkannya untuk selamanya.

Di saat pikirannya sedang kalut, terdengar ketukan pintu dari luar. Zephan segera bangkit dan membuka pintu kayu itu. Nampak seorang pelayan lelaki di sana, lalu ia melaporkan sesuatu yang penting pada Zephan.

Segera setelah mendengarnya Zephan melangkah menuju ke suatu ruangan. Ia mempercepat langkahnya hingga tiba di depan ruangan itu dengan cepat. Begitu pintu terbuka, ia melihat gadis bersurai hitam itu sedang memandangi pemandangan luar jendela dari tempat tidurnya. Ia hanya terduduk lesu sampai tak menyadari kehadiran Zephan saat itu.

"Bagaimana keadaanmu?" Tanya Zephan mampu membuat gadis itu tersadar.

"Zephan" Sebutnya sembari tersenyum tipis. Zephan berjalan menghampirinya.

"Kau harus menjawab pertanyaanku dulu! Apakah menepis pertanyaan adalah kebiasaanmu?" Zephan menatap wajah gadis itu yang nampak pucat.

"Aku hanya sedikit kelelahan saja" Jawab Pricilla bohong.

Sebenarnya Pricilla baru saja menyadari bahwa, akhir perjalanan hidupnya semakin dekat. Di novel, setelah insiden kebakaran terjadi, Pricilla mengalami luka bakar di wajahnya dan kemudian diasingkan. Dia sendirian di sebuah rumah yang agak tua, lalu mulai saat itu tubuhnya semakin melemah. Ia sering batuk darah, hingga beberapa bulan kemudian Pricilla mati dengan kesendirian oleh penyakit yang tak diketahui namanya.

Jika ada yang bertanya mengapa tak ada dokter yang menanganinya? Maka jawabannya tidak ada, dia diasingkan di desa terpencil yang bahkan tak ada yang tau bahwa ada seorang bangsawan yang hidup di sana. Menyedihkan bukan? Balas dendam? Pricilla lebih memilih untuk mengejar cintanya dulu. Bukan polos atau pun naif, dia bersumpah akan merebut haknya kembali sebelum Pricilla menemui ajalnya lagi.

"Tidurlah. Jangan pernah keluar ataupun melakukan aktivitas lain. Aku akan menyuruh Marie melaporkan aktivitasmu." Ucap Zephan yang berusaha terlihat biasa saja.

"Jika itu keinginan suamiku baiklah" Pricilla tau bahwa sebenarnya lelaki itu mengkhawatirkan dirinya. Dia bahagia, tapi di sisi lain sedih karena akan mati lagi.

'Tidak! Aku harus tetap hidup! Ini demi Zephan, aku harus segera mencari obat penyakit ini' Semangat Pricilla meyakinkan dirinya.

"Zephan, bisakah kau panggilkan Marie? Aku ingin dia menyisirkan rambutku."

Bukannya memanggil Marie, Zephan malah bangun lalu pergi ke meja rias untuk mengambil sisir. Pricilla terkejut melihat Zephan yang duduk di pinggir kasurnya.

"Berbalik lah! Aku akan menyisir rambutmu" Pintanya, Pricilla tertengun dan segera berbalik membelakangi Zephan.

Dengan lembut Zephan menyisir rambut Pricilla, membuat jantung gadis itu tak karuan. Lelaki itu menyisir dari atas sampai bawah. Mata Zephan membulat sempurna melihat ujung rambut gadis itu.

Dia menyentuhnya dengan perlahan memastikan itu bukan cat atau apa. Karena warna ujung surai hitam itu berwarna putih. Padahal Zephan yakin sebelumnya itu tak ada.

"Apa yang kau lakukan pada rambutmu?" Pricilla menoleh ke belakang.

"Apa maksudmu? Aku tidak melakukan apa-apa" polos Pricilla. Zephan lalu menampakkan ujung rambut gadis itu.

"Kau mengecat rambutku?" Kebingungan terpancar jelas dari wajah Pricilla. Zephan menghela nafas panjang. Ia kembali melakukan aktivitasnya yang sempat tertunda.

"Mungkin saja ada sesuatu yang mengenai rambutmu." Tutur Zephan agar mereka berdua tak panik. Pricilla memikirkan hal sama, tapi firasatnya mengatakan itu bukanlah satu hal yang bagus.

To Be Continued

Hay guys aku up nih hehe
Btw happy 2k 🥰🥰
Guys gas ngk sih sampe ratusan ribu views? Harus dong
Jangan lupa follow akun ku
Dan vote, spam komen kalian
Biar aku semangat update 🥺
Byebye

Male Lead Itu MilikkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang