Hamparan Padang bunga yang luas nampak begitu indah. Gadis berambut putih itu tersenyum menikmati kenyamanan dan keindahan alam itu. Dia menoleh pada lelaki berambut hitam di sampingnya. Senyuman indah selalu terukir di wajahnya sambil berpegangan tangan dengan lelaki itu.
Dia mengikuti langkah laki-laki itu sambil terus berpegangan tangan. Angin semilir menerpa rambut putihnya yang sehalus sutra. Lalu mereka berhenti di sebuah bukit di bawah pohon rindang.
'Lihat Lucya, bunga yang kita tunggu akhirnya tumbuh dan mekar begitu indah. Kau senang bukan? Setelah sekian lama, bunga ini akan menghiasi kehidupan kita yang panjang. Dia juga akan menguatkan mu untuk berjuang di setiap langkahmu' suara lembut itu membuat gadis itu melihat bunga berwarna kuning itu.
Bunga itu sangat indah dan terasa menyenangkan saat disentuh kelopaknya. Itu terlihat sangat rapuh, namun saat angin menerpanya, dia masih berdiri dengan kuat.
'Dia sekuat cinta kita, Pricilla...'
DEG!
Mata Pricilla terbuka dan terengah-engah. Dia melihat pelayan yang sibuk mendandani dirinya di depan cermin. Marie terlihat khawatir dengan wajah kebingungan Pricilla.
"Nyonya, apakah anda baik-baik saja? Anda tertidur sebentar karena kelelahan. Apa anda ingat?" Tanyanya memastikan dan Pricilla mengangguk lalu menghela nafas panjang.
Dia bangun terlalu pagi untuk mempersiapkan diri pada hari penobatannya hari ini. Dan dia berada di kastel Tetua. Karena terlalu ngantuk jadi dia memejamkan mata untuk sebentar namun dia memimpikan sesuatu yang membuat jantungnya berdetak kencang.
Dia memimpikan Zeno, namun sekarang dia agak ragu, apakah dia benar-benar Zeno, tapi kenapa diakhir dia memanggilnya Pricilla? Padahal awalnya dia memanggil Lucya. Apakah itu hanya bunga tidur saja atau pertanda sesuatu? Kepala Pricilla agak sakit memikirkannya, tiba-tiba dia melihat perutnya yang datar.
'Eh? Kenapa aku tiba-tiba lihat perut? Refleks apa ini? Astaga, Pricilla. Jangan jadi aneh! Mungkin aku gugup karena disaksikan banyak orang hari ini.' Batinnya menepis segala pemikiran aneh yang masuk ke dalam kepalanya.
Tapi dia tak bisa melupakan bunga yang dia lihat dalam mimpi itu. Senyuman terukir di wajahnya saat mengingat bentuk indah bunga itu. Apa dia minta ke Zephan saja, untuk mencarikannya bunga?
"Marie, dimana Zephan?" Tanya Pricilla tanpa menoleh karena lagi didandani.
"Tuan, sedang berada di ruangan Tetua untuk membahas detail upacara, Nyonya." Jawab Marie dengan sopan.
Pricilla mengurungkan niatnya, tidak mungkin dia meminta bunga pada Zephan yang sedang sibuk. Bahkan dia sendiri adalah pemeran utama hari ini. Dan dia akan segera menyelesaikan ini lalu kembali bersama Zephan ke mansion mereka lalu menikmati waktu bersama.
Pricilla lalu selesai di dandani, dia menunggu Zephan untuk menjemputnya. Dia mengenakan gaun putih polos dengan rambut putihnya yang tergerai polos juga, memperlihatkan penampilan suci dan anggunnya.
Tiba-tiba pintu terbuka menampilkan seorang pelayan kastil membuat dahi Pricilla berkerut.
"Peri Agung, Grand Duke menyuruh anda untuk menemuinya di ruangan putih" ucap pelayan wanita itu dengan segala hormat.
"Mengapa dia meminta ku ke sana? Bukan kah katanya aku harus menunggu ke sini sampai dia menjemput ku" Pricilla kebingungan lalu berjalan mendekati pelayan itu.
"Beliau mengatakan akan memperlihatkan sesuatu hal" Mata keemasan Pricilla melebar, dia langsung berpikir bahwa Zephan menyiapkan kejutan yang menyenangkan untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Male Lead Itu Milikku
RomanceStatus : End Male Lead itu hidupku, satu-satunya yang dapat membuat ku bertahan di dunia yang memuakkan ini. Jika dia mati maka apalagi yang harus membuat ku bertahan? Ku kira aku mati, ternyata takdir mengizinkan ku untuk tinggal di dunianya. "Gran...