Musim gugur kini telah berganti menjadi musim hujan. Bulan sabit kini tergantikan oleh bulan purnama yang terang dan memancarkan cahaya indah. Kedipan bintang malam kini telah tergantikan oleh ribuan cahaya mini.
Meski waktu telah cukup banyak berlalu. Tidak membuat seorang mahasiswi cantik lelah untuk menunggu kekasihnya terbangun. Di sela kesibukannya yang merupakan seorang mahasiswi semester enam. Gadis itu selalu menyempatkan diri untuk mampir.
Kadang membuat orang-orang di sekitarnya merasa sedih. Karena Gadis itu kini jadi pribadi yang lebih tertutup dan lebih suka menyendiri. Meskipun begitu dia selalu berusaha tersenyum di depan orang-orang yang dia sayangi. Seperti saat ini!
"Mau ke sana lagi, Sam?"
Samantha atau kerap kali dipanggil Sam, menganggukan kepalanya dengan senyum simpul yang terpatri di bibirnya. Dengan memakai tunik dan celana Levi's sampai mata kaki. Ditambah dengan tas selempang mini dan jam tangan rolex. Gadis itu terlihat anggun dan menawan.
Tidak sedikit para mahasiswa yang mengejarnya, bahkan terang-terangan memintanya menjadi kekasih. Tetapi Gadis itu menolaknya dengan cara yang halus. Dia tidak bisa membohongi diri, jika hatinya telah menjadi milik orang lain.
"Hati-hati, nanti malam biar aku aja yang jaga ya." Alicia menawarkan diri. Tapi Sam selalu menolaknya dengan alasan.
"Ini semua terjadi karena aku. Jadi, Aku ingin selalu menemaninya untuk menebus kesalahanku."
Sudah banyak orang yang berkata jika itu bukan salahnya. Tetapi Gadis itu seolah tuli! Mereka mengerti jika Gadis itu ingin selalu berada di samping Alan. Atau bahkan orang pertama yang dilihat pria itu ketika dirinya membuka mata. Tetapi, mereka berharap jangan sampai Sam menyiksa diri. Itu saja!
Sam menggelengkan kepalanya dan meraih pintu mobil. Dengan senyum tipis Gadis itu berucap. "Nggak usah. Aku mau sekalian main sama anak-anak di sana."
Gadis itu memasuki mobilnya tanpa menunggu jawaban dari Alicia. Membiarkan sahabat sekaligus orang yang sudah dianggap sebagai saudara sendiri itu. Tersenyum miris melihat Sam tidak lagi seceria dulu. Seperti ada yang hilang!
Semenjak kabar komanya sang kakak pertama.
Bang, gak niat bangun apa? Noh, liat. Sahabat aku jadi aneh semenjak Abang suka tidur.
********
"Hai!"
Sam masuk ke dalam sebuah ruangan VIP untuk pasien, yang berada di rumah sakit itu. Gadis itu tersenyum dan menyapa, meskipun dia tahu jika sapaannya tidak akan pernah terbalas.
Matanya sedikit memanas, tetapi Sam sudah terbiasa. Gadis itu menatap langit-langit yang ada di ruangan itu, berharap air matanya tidak jatuh. Setelah merasa lebih baik, Sam menatap Alan yang masih dengan dunianya sendiri. Koma!Ada kabel-kabel yang menempel di tubuh pria itu. Yang menjadi penopang untuknya tetap bisa bernafas. Sungguh miris! Biasanya pakai jas mewah, kini hanya memakai pakaian khas rumah sakit.
"Kau mau ketoprak? Kebetulan aku sedang suka ketoprak yang berada di depan kampus. Aku berharap kau bisa memakannya, rasanya sangat enak." Sam menyimpan sekantong ketoprak di atas laci yang berada di samping brangkar. Tangan Gadis itu sedikit gemetar!
Suara hembusan nafas yang ditarik dalam-dalam dan dihembuskan perlahan. Menjadi kebiasaan Sam agar dirinya sanggup bercerita lebih banyak pada Alan. Tanpa menangis!
Suara pintu dibuka membuat Gadis itu mengalihkan pandangannya. Ternyata yang baru saja masuk adalah Angga. Pria itu tersenyum simpul melihat keberadaan Sam yang sudah biasa.
"Udah lama disini?" tanya Angga seraya berjalan menghampiri Sam.
Gadis itu menggelengkan kepalanya dan tersenyum tipis. "Baru sampe. Abang mau ketoprak gak?" Sam menunjuk ketoprak yang masih berada di atas laci.
"Gak usah. Abang ke sini cuma sebentar kok. Sekalian antar Rere USG."
Mata Sam sedikit berbinar. "Udah belum usg-nya? Cewek apa cowok bang?"
Melihat ada keantusiasan dalam diri Sam, membuat Angga tersenyum dan mengusap rambut gadis itu. "Nanti Abang kasih tahu kalau usg-nya udah keluar ya."
Sam mendesah kecewa. "Yah! Kirain udah."
Angga tertawa kecil. "Belum." Mata pria itu beralih menatap sang kakak yang masih terlelap dengan tenang.
"Gimana kata dokter?"
"Masih seperti biasa." Sam menjawab sebiasa mungkin. Tetapi Angga tahu, terselip kesedihan di sana.
"Abang balik sekarang ya. Takutnya Kak Rere nungguin abang lagi."
"Ya udah, titip salam ya buat Kak Rere. Semoga baby-nya kembar." ucap Sam dengan cengiran tengilnya.
Angga tampak kecil dan menganggukkan kepalanya. "Sip!"
Setelah kepergian Angga, Sam membawa tangan Alan ke pipinya. Gadis itu tidak pernah bosan memandang wajah tenang Alan. Terlihat damai sekali!
"Bang Angga udah mau punya anak. Kamu harus bangun supaya nanti bisa lihat ponakan. Eh... Rasanya dilangkahin sama adik itu enak gak sih? Aku kan anak tunggal. Jadi nggak tahu rasanya hehe!"
Hening, itu adalah respon yang paling sering Sam dapatkan. Tidak ada jawaban, yang ada hembusan angin dan suara alat yang menunjukkan detak jantung seseorang.
"Kalau dalam setengah tahun kamu nggak bangun. Aku bakal terima lamaran orang lain. Capek tahu nunggu kamu! Lagian banyak yang ngelamar juga kok. Di kampus aku populer loh, cuma ya... Males aja buat aku pacaran."
"Oh iya, Alicia sama Aslan mau tunangan setelah lulus kuliah. Bang Andre, tinggal tunggu ceweknya lulus kuliah langsung nikah. Kelamaan tidur sih kamu! Bisa-bisa dilangkahi sama semua adik kamu."
"Alan, rindu." Pertahanan Sam runtuh. Gadis itu menangis dengan tangan yang terlipat. Menyembunyikan wajahnya agar tidak ada orang yang bisa melihatnya kita menangis.
Ini sudah berlalu 3 tahun lebih. Tapi, dirinya masih janji jika berhadapan dengan Alan. Kadang Sam ingin menyerah, tapi di satu sisi hatinya mencoba untuk menguatkan kembali. Capek!
Alicia juga sebenarnya ingin Sam bersama kakaknya. Tapi di sisi lain, Gadis itu lebih ingin melihat sahabatnya bahagia. Mereka tidak tahu kapan Alan bangun, membiarkan Sam menunggu hanya akan membuat Gadis itu tenggelam dalam rasa bersalah. Dan merasa sedih yang tak kunjung berakhir.
Andai saat itu, peluru yang ditembakkan oleh Zico. Tidak begitu dalam dan hampir mengenai jantung Alan. Mungkin pria itu sekarang sudah berbahagia bersama Sam.
Meskipun pada kenyataannya, ini adalah mukjizat. Karena dua peluru yang berada di tubuh Alan, memiliki posisi yang berbeda. Yang satu hampir mengenai jantung dan yang satu lagi, menyangkut di paru-paru Alan. Harusnya dia meninggal!
Sam senang karena masih diizinkan untuk bisa menemani Alan. Tapi, kenapa harus seperti ini. Sungguh melelahkah!
*********
Ini telat up ya 😅 pada gak ngeh chapter yang di-update kemarin itu chapter 42....
Chapter part 41 nya ini 😅
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Bad Girl
AcakCupu! Yes. Bad? Yes. Samantha memilih untuk mengeluarkan ekspresi yang selama ini dipendamnya. Memilih untuk menghilangkan keterpurukannya dengan menikmati hidup. Membiarkan sampah yang mengaku sebagai keluarga untuk menikmati hartanya. Sebelum dia...