Chapter 41: Akhir Yang Tak Selalu Baik

3.5K 265 3
                                    

"Arrrgh!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Arrrgh!"

"Alan!" Sam menjerit karena terkejut melihat Alan ambruk tubuhnya.

Ternyata pria itu menghalangi tembakan yang diarahkan Zico kepada Sam. Sebelumnya Alan hanya beralasan kepada Alicia jika dirinya akan bekerja. Padahal pria itu juga memata-matai Lita dengan anak buahnya.

Tidak menyangka ketika mereka sampai di sini, ternyata semua hampir beres. Dan orang yang berada di balik ini semua adalah adiknya sendiri dan Sam.

Alan berniat menghampiri Sam dan meminta maaf kepada gadis itu. Tetapi, matanya malah menangkap Zico yang mengarahkan pistol ke arah Sam. Sebagai pria tentu saja dia tidak ingin melihat wanita yang dicintainya terluka. Jadi, Alan menghalangi peluru dari tembakan itu dengan tubuhnya.

Karena jaraknya sendiri lebih dekat kepada Sam daripada Zico.

"Uhuk uhuk!"

"Bang, bawa Alan ke mobil sekarang!"

Sam berteriak panik ketika melihat Alan memuntahkan darah. Jantungnya berdetak tidak karuan karena dirinya sangat khawatir. Tangannya juga ikut terkena darah milik Alan karena gadis itu menyentuh punggung pria itu.

Anak buah Alan dengan cepat membawa tubuh pria itu ke dalam mobil. Sam ikut berlari dengan panik dan masuk ke dalam mobil. Tidak ada yang dipikirkannya selain, membawa Alan sesegera mungkin rumah sakit.

Karena yang mereka tumpangi bukanlah mobil ambulans. Jadi, Sam hanya bisa memeluk tubuh Alan di dalam mobil. Mereka berdua berada di kursi penumpang. Sedangkan yang menyetir adalah Andre. Pria itu menyetir seperti orang kesetanan.

"Sam." lirih Alan.

"Jangan berbicara dulu. Sebentar lagi kita akan sampai di rumah sakit!" omel Sam antara kesal dan sedih. Air mata gadis itu keluar dengan sendirinya. Semakin deras ketika melihat Alan tersenyum manis ke arah.

Bagiannya senyum itu terlihat menakutkan sekali. Sam kesal karena disaat seperti ini dia tidak bisa melakukan apa-apa. Bodoh!

"Kau cantik!" bisik Alan dengan mata tertutup. Nafas pria itu semakin tidak beraturan dan detak jantung yang semakin cepat. Rasanya sangat menyakitkan pikir Alan.

Tangan pria itu mencoba untuk menyentuh pipi Sam. Tapi sulit, jadi Sam membawa tangan Alan untuk bisa menyentuh pipinya. Mata Alan terbuka sedikit, pria itu merasa senang ketika Sam menangis karenanya.

Tidak terbayang di pikirannya rasa sakit ini akan dirasakan oleh gadis itu. Alan tidak mau itu sampai terjadi! Karena rasa sakit ini pasti terlalu berat untuknya. Bahkan untuk berbicara saja rasanya begitu berat sekali.

"Aku mencintaimu."

Sam menangis sangat keras, gadis itu memeluk kepala Alan dengan sangat erat. Tidak! Aku tidak ingin kehilangan orang yang aku sayang lagi pikirnya. Andre memaki dalam hati karena mobil yang dikendarainya tidak sampai-sampai ke rumah sakit. Mata pria itu juga ikut berair! Sial!

"Aku sudah kehilangan ayah dan ibuku... Hiks. Jadi, Aku tidak ingin kehilangan siapapun lagi... Hiks. Karena rasa sakit akibat ditinggalkan... Hiks dari orang yang kita sayangi... Hiks. Itu menyakitkan, Alan."

"Aku tidak ingin kehilanganmu."

Sam menjerit ketika Alan tidak sadarkan diri diperlukannya. Rasanya jantungnya hampir jatuh karena rasa panik. Jangan lagi! Tuhan! Kumohon jangan kau ambil dia dariku Hati Sam menjerit pilu.

**********

Alicia berpikir jika semua orang sedang mengerjainya. Kakak pertamanya tidak mungkin masuk ke rumah sakit begitu saja. Karena gadis itu ingat jelas tidak kebanyakan pergi bekerja.

Sempat keras kepala dan tidak ingin mendengarkan siapapun. Namun, pada akhirnya Alicia menangis keras dalam pelukan Andre. Gadis itu berusaha menganggap ini semuanya hanya mimpi. Tapi apa? Kenyataannya mereka sedang berada di rumah sakit cepat di hadapan ruang IGD. Tepat di dalamnya ada Alan yang sedang berjuang melewati masa kritisnya.

Sam duduk di lantai dengan tubuh menyandarkan dinding. Gadis itu menentukan kepalanya dengan tangan memeluk lutut. Rambutnya terurai ke depan menutupi wajahnya. Entah dia menangis atau tidak, tiada orang yang tahu. Karena tidak ada suara sedikitpun yang terdengar darinya.

Angga berlari dengan nafas yang tidak beraturan di lorong rumah sakit. Pria itu baru saja tiba setelah melakukan penerbangan dan langsung ke rumah sakit. Tadinya Angga harus menyelesaikan proyek yang berada di kota lain. Tetapi, salah satu anak buah Alan meneleponnya dan memberitahukan keadaan kakak pertamanya itu.

Dirinya yang panik, tentu saja langsung mengambil penerbangan pada jam saat itu juga. Tanpa memperdulikan bagaimana keadaan proyek di sana. Itu tidaklah penting, jika dibandingkan dengan keadaan kakaknya yang saat mengkhawatirkan saat ini.

Suara langkah kaki yang begitu nyaring membuat Andre mengalihkan pandangannya. Mata pria itu bertemu dengan kakak keduanya, yang mencoba menetralkan detak jantungnya yang menggila.

"Bagaimana keadaannya?" tanya enggak masih setengah ngos-ngosan. Terlihat jelas dari raut wajah pria itu jika dirinya sangat khawatir dan takut.

"Dokter masih belum keluar."

Tatapan Angga beralih pada Alicia yang menenggelamkan wajahnya di dada Andre. Adik bungsunya itu pasti terpukul sekali mendengar kabar ini. Pria itu menangkap isyarat yang diberikan Andre, yang menunjukkan keberadaan Sam.

"Setelah bang Alan masuk ke ruangan ini. Dia tidak berbicara atau menangis sedikitpun." ucap Andre pada Angga ketika kakaknya itu melihat ke arah Sam berada.

Langkah Angga membawa dirinya kehadapan Sam berada. Pria itu berjongkok dan mengusap kepala sama dengan lembut. Sebuah senyum getir tersungging di bibir pria itu.

Pasti berat untuknya, mengingat Dia pernah kehilangan orang tuanya tepat di depan matanya. Batin Angga miris.

Sam mendongak ketika merasa sentuhan di kepalanya. Ternyata mata Gadis itu sudah bengkak karena tadi terlalu banyak menangis. Ditambah dengan hidung yang memerah dan pipi di penuhi ruam kemerahan.

"Abang!" Mata Sam kembali memanas dan berkaca-kaca menatap Angga.

Tangan Angga terulur untuk meraih tubuh Sam yang lemas. Membawa Gadis itu ke dalam pelukannya, seketika Angga bisa mendengar tangisan Sam yang tersendat-sendat. Seperti anak kecil!

Di balik sosok sok kuat gadis itu, ada sisi di mana dirinya rapuh dan menyalahkan dirinya sendiri. Angga sangat tahu jika sebenarnya Gadis ciplukannya ini sangat amat baik. Namun, kadang dia egois dan arogan untuk melindungi hatinya untuk tidak terluka kembali.

"Syuut.. semuanya akan baik-baik saja. Aku yakin! Dia tidak akan mungkin kalah hanya dengan sebuah peluru."

********

Mohon maaf lahir dan batin ya🙏🏻

I'm Bad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang