BAB - 24: Berita Mengejutkan

56 1 27
                                    

Beberapa hari setelah penyerangan bengkel Koko Tian.

Sebersih apa pun pebisnis, tidak bisa dipungkiri bahwa suatu hari pasti akan berhadapan dengan dunia hukum. Namun, semua ada porsinya sendiri-sendiri serta akan datang di waktu yang tepat. Bagi Koko Tian yang awam terhadap hukum, semua terasa lama dan rumit. Dia tahu sudah salah dengan perbuatan atas pekerjaan sampingannya dengan klien si Ibu Pejabat tersebut hingga ia terkurung di ruangan sepi ini dengan laptop dan beberapa berkas dokumen yang tercecer di meja kayu jati.

Anehnya ruangan sepi ini tidak seperti di film-film yang biasa Koko Tian tonton di waktu luang. Lantai tidak ada yang kotor, kursinya empuk, dan ada jendela berukuran persegi di sisi kiri dan kanan sehingga cahaya matahari mudah masuk.

Entah sudah berapa jam dia di sini, Koko Tian tadi buru-buru ke sini begitu email dari kantor penegak hukum di bidang korupsi alias KPK itu menyuruhnya datang sebagai saksi serta tertulis nama mantan kliennya. Namun, Koko Tian masih belum mengerti tipe korupsi apa yang diperbuat oleh beliau. Koko Tian datang agar semuanya cepat beres dan dia bisa kembali memulihkan kantor bengkelnya yang sedang bangkit dari tragedi teror itu. Tangan Koko Tian juga dari tadi memainkan lanyard plastik bertuliskan pengunjung dan logo kantor di bagian atas.

Semua ini memang berawal dari video mesumnya dengan si Ibu Pejabat yang ditangkap, dan ini adalah perpanjangannya. Kegigihan warganet selain memaki-maki si Ibu sungguh diacungi jempol, bukti-bukti transaksi keuangan dan gaya hedonnya terekspos tanpa sensor dan dibuktikan dengan keterangan harga barang itu sehingga memudahkan pekerjaan dari komisi pemberantasan korupsi. Soal video mesum itu, Jujur Koko Tian sungguh diuntungkan dengan tidak menampakkan wajah, tapi tetap saja rasa tidak tenang ini masih bercokol. Dari kemarin juga pikirannya berkelana soal siapa yang memasang alat perekam atau apa pun dari sisi Aziz?

Derit pintu membuyarkan analisis Koko Tian, menampakkan petugas yang mengenakan kemeja polos warna biru tua dan celana kain warna krem. Menurut telinga tajam Koko Tian, ketukan sepatu loaf yang beradu dengan lantai keramik menandakan bahwa harga sepatu kulit itu seharga jutaan.

Wajahnya datar, pertanyaan sederhana yang ia ajukan berusaha membuat Koko Tian terpojok. Namun, jawaban jujur Koko Tian selalu bikin si Penanya berdehem berkali-kali dengan mata tertuju pada laptop. Selain pertanyaan dasar tentang data diri, ia juga menanyakan perihal pertemuan dengan si Ibu Pejabat dan bagaimana mereka bertransaksi, serta apa uang tersebut adalah uang hasil tindakan pencucian uang.

Si Penanya menyusun empat lembar foto berukuran 4R dengan latar bengkelnya. Koko Tian menahan diri untuk tidak terkesiap, seingatnya itu adalah transaksi bisnis sampingan di mana Ibu Pejabat sedang memberikan beberapa lembar uang. Ah pantas saja si Ibu Pejabat itu jarang mengirim uang lewat m-banking, beda dengan pelanggan-pelanggan lainnya.

"Jadi, uang yang diberi oleh saudara Titi pada Anda itu benar hasil pencucian uang?"

"Sejujurnya saya tidak tahu, Pak." Koko Tian mengedikkan bahu, telunjuknya tertuju pada salah satu foto itu. "Yang saya tahu adalah Bu Titi datang sebagai pelanggan di bengkel saya dan ambil servis berkala lalu transaksi seperti biasa. Kalau begitu saya kirimkan laporan keuangan kantor saya bila nanti dipanggil lagi biar Bapak percaya."

Ekspresinya yang datar berubah jadi sedikit percaya pada Koko Tian. Penanya itu membereskan barangnya dan mempersilakan Koko Tian untuk keluar dari ruangan. Koko Tian mengambil sebanyak-banyaknya napas, membiarkan udara segar masuk ke tubuhnya. Walau tidak pengap, tapi ketegangan terus menerus berasa. Pantas saja orang-orang sebisa mungkin menghindari berurusan dengan hukum.

Dari sisi kiri Koko Tian, matanya tertuju pada sosok yang mengenakan rompi oranye dengan emblem nomor tahanan di sebelah kanan dengan wajah menunduk dan tangan terborgol di depan. Sosok itu dikawal oleh dua orang pria berbadan besar yang masing-masing mencengkram tangannya. Langkah mereka semakin dekat, dan begitu mata mereka bertemu si Sosok itu berhenti.

Reputasi | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang