"Ah pantesan." Manakar tersenyum miring saat tahu sosok yang berada di belakang Satya. Panji di situ juga berdiri dengan tangan terlipat di dada tapi versi santai. "Kamu sengaja pakai cara ini, ya, biar aku nggak berulah."
Yang ditanya malah mendengus. "Sudah tahu nanya."
"Eh itu mulut jangan mangap terus." Manakar berceletuk ke Satya. "Lo nggak perlu memahami segala hal di dunia. Kasihan otak lo makin berasap nantinya."
Bagaikan diperintah, mulut Satya terkatup.
"Oke kembali ke topik." Manakar kembali bawa ke topik utama pembicaraan. "Sebelum membicarakan negosiasi, gue minta dua hal boleh?"
Satya memberi gestur tangan kiri ke depan tanda memperbolehkan. Walau sebenarnya Panji ketar-ketir, tapi ia ingat pesan Pandora untuk tetap percaya Satya. Dia bukan lagi anak remaja yang hobi mengerjai guru les privatnya dalam berbagai hal.
"Pertama ...." Manakar memberi tanda satu jari saat lipatan tangannya terlepas. ".... gue minta untuk sesekali pakai badan lo bisa nggak? Tenang, gue nggak akan bunuh orang. Kalau nggak percaya, lo bisa lepas kalung belati itu tiap tidur. Alasannya karena gue pengen merasakan hidup lagi."
Permintaan yang menarik untuk Panji, kepalanya maju untuk berbisik. "Jika jiwa Manakar yang menguasaimu pas kalungnya lepas, maka dia tidak bisa sentuh sama sekali. Mungkin kekuatan ajaib batu Manakara pasang perlindungan khusus di situ sehingga hanya kamu yang bisa pakai. Situasi ini juga terjadi pada Nira, tidak ada yang bisa pakai kalung bulan sabitnya selain dirinya sendiri."
"Terus, kenapa Mas Danar bisa pakai?" tanya Satya lagi. Dia ingat waktu beberapa bulan lalu bermain ke apartemen Nira untuk bantuin masalahnya pakai hitung-hitungan akuntansi, mata Satya tidak sengaja tertuju pada leher Danar di mana ia pakai kalungnya Nira dengan santai.
Panji tersenyum tipis. Tentu saja ia tahu kejadian menimpa Nira, tapi ia membiarkannya karena yakin bahwa Nira bisa menyelesaikannya sendiri. "Itu karena yang dipakai si Danar adalah versi cadangannya. Biasanya buat jaga-jaga kalau kalung aslinya hilang sehingga Nira masih bisa mengakses kotaknya jika ada hal darurat." Walau dalam bisikan, mata Panji masih tertuju ke cermin mengawasi Manakar.
"Masuk akal." Satya membalas bisikan Panji tanpa menoleh ke belakang. Kemudian mengangkat alis dan tersenyum miring lalu berkata. "Oke, gue bolehin kalau gitu. Apa syarat kedua?"
"Yang keduanya adalah ... gimana kalau kita berteman?"
"Kalau yang itu lihat kinerja lo aja dah gimana. Kalau nyusahin gue ya nggak akan gua setujui sih. Jika hasilnya oke, baru deh," jawab Satya cepat. "Oke kita mulai negosiasinya kalau begitu."
Negosiasi antara Satya dan Manakar bagaikan negosiasi yang sering dilakukan para pebisnis dalam proses akuisisi dan merger. Manakar memang kesal tidak mendapatkan permintaan kedua, tapi ia belajar meredam ego. Tema negosiasi kali ini adalah permintaan agar Manakar tidak asal muncul ketika situasi darurat dan memaksakan kehendak Manakar demi dirinya sendiri. Panji sendiri masih tak luput mengawasi Manakar, dia tidak akan membiarkan Satya kecolongan.
"Jadi, lo mau setiap marah-marah nggak usah pakai reaksi sakit leher kayak orang punya kolesterol tinggi?" Manakar mengulang permintaan Satya yang menurutnya terlalu konyol.
Satya mengangguk cepat. "Sama satu lagi, nggak usah caper ke Sarah dan nggak usah cari-cari Terry untuk bunuh dia. Gue tahu banget soalnya dari kilat mata jahat lo."
Manakar mengerang kecil. "Sungguh menyebalkan jika yang diajak ngobrol adalah reinkarnasi sendiri. Tapi nggak apa, demi bisa menikmati badan lo sesekali."
KAMU SEDANG MEMBACA
Reputasi | ✓
Misterio / Suspenso[SERI PANDORA #3] (21+) Cover by: shadriella. Satya Narayan Anggara (28), adalah cowok humoris, ganteng, gampang bergaul, dan digadang-gadang menjadi penerus Grup Anggara. Sebelum itu, Satya bekerja sebagai supervisor divisi pemasaran untuk jenjan...